A film is - or should be - more like music than like fiction. It should be a progression of moods and feelings. The theme, what’s behind the emotion, the meaning, all that comes later.
~ Stanley Kubrick
IN A BETTER WORLD (2010) — What makes the friendship between Christian and Elias so special is how deeply and honestly Susanne Bier displays the emotional side of both children. Only by peering the eyes of the two actors, I can feel the all emotional reasons why they become such small terrorists. YOUNG TÖRLESS (1966) — Violence is not just a physical matter, but also psychological and emotional. In Young Törless, ethical ​​and subjective values ​​were so contradictory. Then the boundaries between good and evil even more vague. PHARAOH (1966) — Faraon is an evocative anatopism, also an astonishing colossal. A truly rare gem of its kind. Not only works as a visual declaration, Kawalerowicz also made it so carefully, so mesmerizing, yet so challenging. THE BOYS OF PAUL STREET (1969) — An ironic allegory not only for the face of war, but also the heart of it: militarism and nationalism. The irony in the end makes the two terminologies be absurd. SPIRITED AWAY (2001) — “What's in a name?” asked Shakespeare. “A name is an identity,” said this movie. MISS JULIE (1951) - Miss Julie is a very challenging study, whether psychological or situational. In a simple but smart way, Miss Julie presents the phases of a political game of love and seduction. MY NIGHT AT MAUD'S (1969) - Éric Rohmer not only talk about choices and risks of choices, there is also a glimpse the importance of choices and the pain of choices. My Night at Maud's, for me, is the most amazing movie about refracting those two opposing aspects of life. TEN (2002) — The use of "dashboard camera" method by Abbas Kiarostami is successfully providing such microscopic spectacle about the characters, not only on outside but also capable of making this movie as a unique character and gender study. THE PARTY AND THE GUESTS / A REPORT ON THE PARTY AND THE GUESTS (1966) — The allegory is not only the great thing about this Czechoslovak New Wave Cinema movie, but also its weirdness, its unnatural behavior, its peculiar plot, but the most of it is about how the movie smartly move without caution. ELEPHANT (2003) — Elephant is a piece of work that should be commended for its bravery. Such compliments are mainly intended to for Gus Van Sant's guts on using such non-linear and unusual narrative spectacle. Also packed with such unnatural risky styles which was really cost lot of guts.

Jumat, 20 Agustus 2010

The Deer Hunter

TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!
Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Michael Cimino
Pemain:
Robert De Niro, John Cazale, John Savage, Christopher Walken, Meryl Streep, George Dzundza

Tahun Rilis: 1978

MUNGKIN ada beberapa penonton yang bakal protes/terganggu dengan durasi “The Deer Hunter” yang kurang lebih tiga jam. Durasi yang lumayan panjang, tapi belum seberapa bila dibandingkan dengan “Sátántangó,” film Hungaria besutan Béla Tarr dengan durasi kurang lebih tujuh jam, atau “Fanny och Alexander,” film besutan Ingmar Bergman dengan durasi kurang lebih 5¼ jam. Tapi durasi tiga jam itu, bisa dibilang, terbayar sudah.

“The Deer Hunter” menyajikan sebuah drama berlatar Perang Vietnam. Cerita keseluruhannya sendiri bisa dibagi menjadi tiga babak utama: pra-perang, perang, dan pasca-perang. “The Deer Hunter” tidak benar-benar menyoroti 100% tentang Perang Vietnam, film ini lebih ke arah menyajikan sebuah gambaran bagaimana sebuah perang bisa mengubah situasi dan keadaan seseorang dan sekitarnya. Simpelnya: “The Deer Hunter” menceritakan tentang dampak dari Perang Vietnam itu sendiri bagi tiga orang pria dan orang-orang di sekitarnya.

Babak pertama yang berupa gambaran pra-perang. Babak pertama ini bisa dibilang cukup panjang bila dibandingkan dengan dua babak lainnya. Babak ini, seperti istilanya pra-perang, menggambarkan bagaimana kehidupan tiga pemuda yang bekerja di pabrik besi: Michael (De Niro), Steven (Savage), and Nick (Walken). Ketiganya berniat mendaftar wajib militer di Vietnam setelah Steven melayangkan upacara pernikahannya. Babak ini menggambarkan suasana kehidupan ketiga pemuda itu sebelum memasuki medan peperangan.

Tiga pemuda itu bersahabat dengan Stanley (Cazale), John (Dzundza) and Axel (Aspegren). Bersama-sama, mereka semua sering menghabiskan waktu melakukan hobi berburu rusa. Ini bukan sekedar hobi perorangan belaka, tapi sudah menjadi identitas persahabat ke-6 orang itu. Selain itu, seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, babak awal ini juga menghabiskan durasinya untuk menyoroti pernikahan Steven dengan Angela (Rutanya Alda). Di babak awal ini juga diceritakan hubungan asmara antara Nick dan Linda (Meryl Streep). Di suatu adegan pesta dansa di acara pernikahan, Nick memberi kesempatan Linda dan Michael untuk berdansa berdua. Dari sini, secara tidak langsung pun, bisa didapati Michael punya semacam perasaan (terpendam) dengan Linda.

Babak ini menyoroti dua adegan utama: pernikahan Steven dan berburu rusa. Durasi yang sangat panjang untuk babak pertama ini salah satunya ditujukan untuk penggalian dan penjabaran karakter antar tokoh, terutama ketiga pemuda tadi. Michael tipikal pemuda yang nekat, tapi secara tidak langsung mampu bertindak sebagai pemimpin di antara ketiganya. Steven tipikal pria dimanjakan orang tua – tapi tidak pernah mau diperlakukan dengan manja. Sementara Nick tipikal pria pendiam, introspektif, dan cenderung misterius.

http://2.bp.blogspot.com/_FWlFbU673eI/TG6wpW4AKQI/AAAAAAAABDA/PcPuNUxPGVA/s1600/154840__deerhunter_l.jpg

Bukan hanya ditujukan untuk penggalian dan penjabaran karakter, durasi yang panjang juga ditujukan untuk menggambarkan suasana dan feel dunia ketiga pemuda itu. Karena “The Deer Hunter” lebih ke arah film-film tentang bagaimana tekanan suasana dan situasi mengubah dan memaksa tokoh-tokohnya untuk bertindak, maka gambaran tentang suasana dan situasi awal benar-benar dibutuhkan. Dengan sangat efektif, malahan, adegan-demi-adegan yang cukup panjang itu ternyata mampu menarik saya menelusuri dunia pra-perang mereka.

Babak kedua ini mengundang cukup banyak kontroversi di masanya, di antaranya yang menarik:
  1. Penggunaan Russian Roulette oleh para Viet Cong – organisasi/kelompot militer Vietnam yang berperang melawan Amerika di masa Perang Vietnam – pada para tahanan perang. Penggunaan Russian Roulette ini dianggap tidak realistik (atau tidak akurat) karena pada masa itu sendiri tidak ditemukan bukti-bukti praktek Russian Roulette di Vietnam. Sang sutradara sendiri membela karyanya dengan menyatakan bahwa beliau mendapatkan sebuah artikel dari Singapur tentang praktek Russian Roulette di Vietnam semasa perang. Sayangnya Michael Cimino tidak menyatakan secara spesifik artikel tersebut.
  2. Penggambaran kaum Vietnam Utara sebagai sosok rasis dan sadistik – yang dirasakan berat sebelah.
Untuk kasus Russian Roulette, saya lebih suka memandangnya sebagai metafora dari Perang Vietnam sendiri. Russian Roulette sendiri adalah sebuah permainan yang mempertaruhkan nyawa – sama halnya dengan perang sendiri, dan ketiga pemuda (tokoh film ini) digambarkan mengalami pengalaman perang melalui Russian Roulette. Pengalaman ini lah yang nantinya akan berdampak keras bagi kehidupan mereka selanjutnya.

Sedangkan untuk kasus Vietnam Utara, saya lebih suka melihat film ini sebagai “drama perang” (atau drama berlatar masa perang) ketimbang film “perang” – ini jelas dua hal yang berbeda. Saya rasa “The Deer Hunter” lebih menyuguhkan cerita tentang bagaimana perang telah mengubah drastis hidup tiga orang pemuda, pengalaman ketiga pemuda itu yang dititik beratkan di sini, bukan perang itu sendiri.

http://1.bp.blogspot.com/_FWlFbU673eI/TG6wpgrGuRI/AAAAAAAABDI/F000E59AB-E/s1600/1hufpj.jpg

Dan terakhir, babak ketiga, sebagian besar didominasi oleh Michael. Kita disuguhkan bagaimana perang telah mengubah Michael dan dunianya. Michael pulang sendirian ke kampung halaman, tapi kampung halamannya tidak lagi serasa sama seperti ketika dia pergi. Michael disambut penduduk, tapi dia sendiri merasa sepi. Michael masih dihantui oleh janjinya pada Nick sebelum perang: bahwa Michael tidak akan meninggalkan Nick di Vietnam. Michael berjumpa dengan Linda. Bahkan Linda mengajak Michael ke sebuah motel, tapi Michael tidak mampu bercinta dengan Linda. Michael mengunjungi Steven yang ternyata sudah duluan sampai di Amerika. Kakinya buntung. Dari situ, Michael tahu Nick masih di Saigon, Vietnam, terjebak dalam dunia judi Russian Roulette. Sayangnya usaha Michael menjemput Nick sia-sia semata.

“The Deer Hunter” berakhir dengan adegan Michael, Linda, Steven, dan teman-temannya yang lain melantunkan lagu “God Bless America” seusai pemakaman Nick. Ending ini mengandung suasana ironi yang sangat kena dan terasa.

“The Deer Hunter” adalah contoh film-film tentang perang yang sangat menarik. Sedih. Menyentuh. Tragis. Dan tetap mampu bermakna. Dilengkap juga dengan penampilan-penampilan super (terutama Christopher Walken). Film ini bisa saja dipandang sebagai film pro-Amerika, atau sebagai sebuah film propaganda, atau sebuah film anti-perang. Tapi, saya rasa, “The Deer Hunter” ini lebih tepat dipandang sebagai film tentang dilema dan luka perang.

http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp

1 komentar:

  1. Theme songnya bagus .... Saat itu aku masih kelas 2 SMP (sekarang namanya kelas 8) .... Apa yg aku rasakan waktu itu terutama dengan lagu itu seperti menyentuh sesuatu di dalam sini .... Dan baru sekarang di usia 53 aku tahu ... Kejiwaan seseorang yg mampu berubah karena sebuah situasi dan sekaligus membuat dia tetap berada pada kejadian yg tidak terlupakan dan memilukan itu meskipun ia tidak lagi disitu ....

    BalasHapus