tag:blogger.com,1999:blog-55418047464311660592024-03-19T01:48:43.307-07:00KinemaRijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.comBlogger349125tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-18040295202928229592011-11-10T11:56:00.001-08:002011-11-12T05:49:35.769-08:00جدایی نادر از سیمین (Jodái-e Náder az Simin)<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-Xcy406CGe3Q/TrwtnsimMCI/AAAAAAAAC0s/KxgBcAiYfLs/s1600/Kinema.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 205px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-Xcy406CGe3Q/TrwtnsimMCI/AAAAAAAAC0s/KxgBcAiYfLs/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5673459790574399522" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Asghar Farhadi<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Leila Hatami, Peyman Moaadi, Shahab Hosseini, Sareh Bayat, Sarina Farhadi as Termeh, Ali-Asghar Shahbazi, Shirin Yazdanbakhsh, Kimia Hosseini, Merila Zarei<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span><span>2011</span><br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <i>Nader and Simin, A Separation</i><br /><br />Nader (Peyman Moaadi) dan Simin (Leila Hatami) hendak bercerai. Tapi bukan cerai sembarang cerai. Pasangan tersebut punya satu anak remaja, Tarmeh (Sarina Farhadi). Hubungan mereka sepanjang ini bahagia. Nader suami yang bertanggung jawab; tidak minum-minum dan tak pula pernah pula menampar. Secara eknomi mereka keluarga yang terbilang mapan. Dan mereka tinggal di Iran; negeri yang tentulah sangat-amat kental kuasa patriarkinya (yang artinya perempuan tak bisa sembarang melempar gugatan cerai). “Lantas kenapa menggugat cerai?” Si hakim bertanya. Sebab Simin merasa putrinya bakal punya masa depan yang lebih cerah di luar negeri sana. Sebab Nader <span style="font-style: italic;">tiba-tiba</span> tak bersedia pindah ke luar negeri bersama Simin, padahal (menurut pengakuan Simin), keduanya sudah mengajukan permohonan sejak dulu kala. Sebab Nader punya tanggung jawab terhadap bapaknya yang sudah tua dan pesakitan (Alzheimer). Tapi, karena Nader bukanlah suami yang berjiwa patriarki tingkat tinggi, ia mengiyakan keinginan istri. Tapi perceraian Nader dan Simin tak selesai segampang itu, sebab Nader tak bersedia Tarmeh dibawa Simin jauh ke luar negeri sana. Sebab Nader laki-laki, dan hukum Iran menjunjung patriarki, hak anak jatuh atas wewenangnya. Maka hakim bertanya lagi pada Simin: <img src="file:///C:/DOCUME%7E1/mr-08/LOCALS%7E1/Temp/moz-screenshot.png" alt="" /><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/mr-08/LOCALS%7E1/Temp/moz-screenshot-1.png" alt="" />“Mana yang lebih baik: Anak tumbuh di luar negeri jauh dari kasih sayang bapak, atau tumbuh di sini bersama-sama ibu-bapak?”<a name='more'></a><br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-_vh7y6Og6Z4/Trwvf7GQPuI/AAAAAAAAC04/YEeBPMJuYvs/s1600/Kinema.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-_vh7y6Og6Z4/Trwvf7GQPuI/AAAAAAAAC04/YEeBPMJuYvs/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Tapi <span style="font-style: italic;">A Separation</span> tidak berhenti pada urusan perceraian Nader dan Simin. Persoalan seputar tanggung jawab ini melebar manakala Nader dituduh telah mendorong jatuh seorang perempuan hamil hingga keguguran. Razieh (Sareh Bayat), perempuan yang didorong Nader itu tipikal perempuan Iran yang sangat religius. Ia perempuan yang ditugasi untuk mengurus bapaknya Nader pasca perceraian dengan Simin. Ia selalu memakai kerudung super lebar nan panjang ke mana-mana, hingga menutupi perut hamil 4 bulanannya. Ia juga bersuamikan laki-laki uring-uringan tukang <span style="font-style: italic;">ngutang</span>. Dengan membawa situasi baru ini, jelaslah sudah kalau <span style="font-style: italic;">A Separation</span> tidak bertumpu pada benar-salahnya perceraian yang dilakukan Nader dan Simin, melainkan dampak timbulannya.<br /><br />Persoalannya, layaknya <a href="http://resensi-resensi-film.blogspot.com/2011/11/darbareye-elly.html"><span style="font-style: italic;">About Elly</span></a>, Asghar Farhadi menyajikan situasi tanpa kepastian. Mungkin pertanyaan yang bakal muncul ketika konflik utama dibuka: Betulkah Nader telah menyebabkan keguguran Razieh? Sebab <span style="font-style: italic;">A Separation</span> begitu piawai menyumirkan situasinya. Dan semakin durasi berjalan, semakin sulit pula menentukan pihak mana yang patut dikasihani. Namun <span style="font-style: italic;">A Separation</span> bukanlah film tentang memilih pihak, atau mana yang benar dan mana yang salah. Lagi-lagi, berpola serupa <span style="font-style: italic;">About Elly</span>, pemenang utama Festival Film Berlin 2011 ini lebih mengedepankan tindakan-tindakan yang dipilih tokoh-tokohnya. Tiap tokoh punya alasan sendiri-sendiri atas tindakan-tindakan mereka. Penonton diposisikan sebagai pengevaluasi, dan bukan untuk menghakimi.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-xXt0DuIyl8A/TrwyVcpnfNI/AAAAAAAAC1E/GIGeCqI3m70/s1600/Kinema.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-xXt0DuIyl8A/TrwyVcpnfNI/AAAAAAAAC1E/GIGeCqI3m70/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Meski berpola serupa, <span style="font-style: italic;">A Separation</span> berusaha tampil lebih matang daripada <span style="font-style: italic;">About Elly</span>. Ada keseriusan yang lebih kompleks dalam film ini ketimbang pendahulunya; entah itu dalam konflik utama atau konflik kecil-kecilan. Tiap tokoh lebih mampu berdiri sendiri, dengan dilema masing-masing yang lebih kokoh. Hubungan rumah tangga Nader dan Simin lebih liberal, sedang hubungan rumah tangga Razieh dan suaminya lebih konservatif. Ada pertentangans eputar budaya dan kelas sosial Iran dari perbandingan kedua pasangan tersebut. Simin mengikutcampurkan dirinya dalam kasus suaminya sebab ia merasa turut bertanggung jawab (sekalipun Nader tidak meminta, dan bantuannya tidak diindahkan). Di sisi lain, Razieh justru selalu dihadapkan pada dilema antara kewajibannya sebagai istri dan perempuan dengan keyakinan agamanya. Pada akhrinya pula, percekcokan tersebut berujung menjadi tragedi. Dan tiap tindakan pada tiap situasi, sejatinya, ibarat bensin. Bukankah keadilan (dan ketidakadilan) iuga bisa diibarat kan sebagai bensin? Tiap tokoh <span style="font-style: italic;">A Separation</span> sadar situasi, sadar keadilan, sadar hukum, tapi sadar pula atas ketidakadilan yang menimpa masing-masing mereka. Dan masing-masing mereka juga punya alasan sendiri untuk menyulut api. Jadilah tragedi.<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com69tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-70423681858420622112011-11-10T07:56:00.000-08:002011-11-10T12:26:32.701-08:00درباره الی (Darbareye Elly)<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/-nReZUjSnhdU/TrwBe6LKHAI/AAAAAAAAC0I/eNeEQ_VG_ug/s1600/220px-About_elly_xlg.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 220px; height: 317px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-nReZUjSnhdU/TrwBe6LKHAI/AAAAAAAAC0I/eNeEQ_VG_ug/s320/220px-About_elly_xlg.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5673411261103741954" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Asghar Farhadi<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Golshifteh Farahani, Taraneh Alidoosti, Shahab Hosseini, Mani Haghighi, Merila Zarei, Peiman Ma'adi, Ahmad Mehranfar, Rana Azadivar, Saber Abar<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span><span>2009</span><br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">About Elly</span><br /><br />Andaikata memanglah ada pemaknaan atas istilah “sinema neo-realis,” sinema Iran patutlah dijadikan salah satu patokannya. Film yang melambungkan nama Asghar Farhadi ini, layaknya kebanyakan produk-produk festival Iran lainnya, tampil begitu bersahaja; dibawakan pula dengan cara yang membumi dan tak luar biasa; dekat dengan keseharian kita. Sebisa mungkin mendekatkan apa yang ada di layar dengan kehidupan penontonnya, tentu dengan tanpa perlu kehilangan kesejatian sinematiknya. Mungkin begitulah salah satu visi yang bisa saya intepretasikan dari istilah “sinema neo-realis.”<a name='more'></a><br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-qf-4M9dpUHo/TrwZzUqj8rI/AAAAAAAAC0U/_wPZghV0rGI/s1600/IMG_9478-1.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-qf-4M9dpUHo/TrwZzUqj8rI/AAAAAAAAC0U/_wPZghV0rGI/s1600/IMG_9478-1.jpg" /><br /></div><br /><span style="font-style: italic;">About Elly</span> menyajikan situasi, bukan situasi yang mungkin bakal pernah dialami semua penonton, tapi berhasil dipresentasikan secara nyata: Segerombolan pasangan alumni fakultas Hukum berlibur di pesisir Laut Kaspian. 3 pasangan suami-istri; lengkap dengan anak-anak mereka. 1 pria jomblo. 1 gadis bernama Elly (Taraneh Alidoosti), yang sebetulnya tak terlalu mereka kenal sama sekali. Tentu saja, sebab keberadaan Elly tak lain akibat ajakan dari Sepideh (Golshifteh Farahani), yang mengenal Elly sebagai guru privat putrinya. Tujuannya: Sepideh ingin <span style="font-style: italic;">menyomblangi</span> Elly dengan Ahmad (Shahab Hosseini), si jomblo dari Jerman. Situasi yang dekat-tak-dekat dengan keseharian, kan? Situasi yang ringan-ringan-riang, kan?<br /><br />Tentulah Elly canggung berada di gerombolan yang tak terlalu ia kenal. Apalagi Elly terus-terusan dijadikan lelucon comblang-comblangan. Adakah Elly tak nyaman? Adakah gerombolan itu mendapati Elly tak nyaman? Adakah Elly mengerti? Adakah gerombolan itu mengerti? Etiskah bila Elly merasa tak nyaman? Tak-beradaptasi-kah Elly bila tak nyaman? Etiskah gerombolan itu sekedar mencanda-candai Elly? Siapa yang lebih tak etis? Pernah berada di posisi Elly? Pernah duduk di posisi gerombolan yang mencandai Elly?<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-nt02Xw1PAF0/TrwZztApEDI/AAAAAAAAC0c/LtJWevwHJ04/s1600/Kinema.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-nt02Xw1PAF0/TrwZztApEDI/AAAAAAAAC0c/LtJWevwHJ04/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Sayangnya situasi riang-gembira itu mendadak menegang akibat sebuah tragedi tiba-tiba: Elly hilang ditelan Laut Kaspian. Meski tak ada bukti-bukti yang benar-benar menunjukkan Elly tenggelam di Laut Kaspian. Mereka hanya mengasumsikan, tapi asumsi yang berlandasan kuat untuk menimbulkan suasana kacau-balau di antara mereka. Adakah Elly benar-benar hilang ditelan Laut Kaspian? Tidakkah Elly pergi begitu saja karena tak tahan? Adakah Elly sengguhnya tak seperti yang mereka kira sebelumnya? Tidakkah mereka tidak benar-benar mengenali sejatinya sosok Elly? Ketidakpastian tersebut menuntut masing-masing dari mereka mengambil tindakan-demi-tindakan, pertimbangan-demi-peritmbangan, pilihan-demi-pilihan; yang tentunya mempunyai risiko-risiko sendiri.<br /><br />Sesungguhnya saya ingin sekali mengupas <span style="font-style: italic;">About Elly</span> hingga kulit terdalam pada tulisan ini, hanya saja saya merasa film jauh akan lebih menarik bila dirasakan sendiri-sendiri oleh para penontonnya. Begitu banyak pertanyaan menarik yang disuguhkan. Pun situasi-situasi pelik yang menarik utnuk diwacanakan. Semakin Anda menggali sendiri, semakin akan menikmati. Kalaupun saya harus menyatakan. Kalaupun saya diminta untuk menyatakan keterguguhan saya pada film ini: Jarang sekali saya menemukan film yang mampu menyampaikan dilema seputar kebohongan, penghormatan, perasaan, serta, terutama, ambiguitas moral dan hubungan antara sesama dengan cara yang begitu mendalam. Dan tak banyak pula film yang berani mengupas pertanyaan seputar “jujur dan berbohong” semendalam dan semenyesak film ini.<!--more--> Tiap-tiap tindakan yang diambil tokoh-tokohnya ibarat simalakama. Tidakah pula kita?<br /><br /><span style="font-style: italic;"></span><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-45031024710517058672011-07-31T10:22:00.000-07:002011-08-01T03:43:10.732-07:00La belle endormie<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://3.bp.blogspot.com/-JCJQdnzy-O8/TjWUjs8dpvI/AAAAAAAACic/XmeUn1cHWfQ/s1600/Kinema.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 229px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-JCJQdnzy-O8/TjWUjs8dpvI/AAAAAAAACic/XmeUn1cHWfQ/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5635573849805137650" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Catherine Breillat<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Carla Besnaïnou, Julia Artamonov, Kerian Mayan, David Chausse, Luna Charpentier, Rhizlaine El Cohen, Delia Bouglione-Romanès, Diana Rudychenko, Maricha Lopoukhine, Jean-Philippe Tesse, Dounia Sichov, Leslie Lipkins, Camille Chalons, Romane Portail, Anne-Lise Kedvès<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2010<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">The Sleeping Beauty</span><br /><br />Diadaptasi dari dongeng <span style="font-style: italic;">The Sleeping Beauty</span> karya Charles Perrault.<div style="text-align: justify;"><br /></div>Untuk kedua kalinya, setelah <span style="font-style: italic;">Blue Beard</span>, Catherine Breillat, sutradara Perancis yang terkenal dengan film-film seputar urusan seks dan seksual, merombak dongeng ke dalam layar. (Sungguh disayangkan kali ini layar televisi yang kemudian wara-wiri di festival-festival, dan bukan sejak awal diniatkan untuk layar bioskop. Ah, samakan sajalah, film ya film, kan?) Kali ini Ms. Breillat mengangkat dongeng yang lebih dikenal khalayak luas, yang oleh Disney sudah diadaptasi-dirombak-rombak jadi entah produk kultural atau kapitalis semata. Tapi Breillat ya Breillat, dongeng <span style="font-style: italic;">Sleeping Beauty</span> pun dirombaknya menjadi bukan konsumsi anak sebelum tidur.<a name='more'></a><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">I</span><br /></div><br />Lini pubertas, yaitu yang menjembatani usia anak-anak dan dewasa, memang ilam-ilam. Posisi dan pekerti pastinya pun sukar ditakar. Bahkan bagi beberapa anak, usia anak-anak adalah terungku. Mereka yang ada dalam kelompok ini tak pernah sabar untuk segera dewasa. (Wacana serupa juga bisa ditemukan pada <span style="font-style: italic;">Fat Girl</span>, film Catherine Breillat sebelumnya.)<br /><br />Pola serupa juga ditemukan pada tokoh utama <span style="font-style: italic;">Sleeping Beauty</span>. Anastasia (Carla Besnaïnou), seorang putri cilik dari negeri dongeng, yang lebih suka menanjak pohon ketimbang mengenakan gaun atau lebih suka dinamai Vladimir yang terasa lebih jantan. Dibuka nyaris serupa dongeng aslinya, Anastasia mendapat tulah dari seorang peri jahat; bahwa ia akan meninggal pada usia enam belas. Kerama tersebut, meski tak kuasa dipatahkan, dibelokkan oleh tiga peri baik; bahwa Anastasia tak akan meninggal, melainkan tertidur lelap pada usia enam tahun, lalu bangun seabad kemudian pada usia enam belas tahun. Tiada nubuat kecupan pangeran tampan.<br /><br />Dari enam tahun, menjadi enam belas tahun. Masa pubertas Anastasia mau tidak mau sudah dititahkan demikian. Pada usia enam tahun ia akan tertidur lelap, lalu seratus tahun kemudian tiba-tiba saja ia akan terbangun dengan wujud seorang gadis ranum di sebuah masa yang sudah benar-benar garib. Mengingat nama Aurora yang sudah terlanjur disematkan oleh Disney, nama Anastasia mengingatkan pada putri Tsar Rusia yang dibunuh pada tahun 1918, pada usia 17 (tak jauh dengan usia bangkitnya putri tidur), yang menurut kabar burung sebetulnya selamat dari pembantaian dan hidup secara diam-diam. Mungkin latar kemungkinan kismat Anastasia yang jadi inspirasi nama.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-nDFM9KNZ7GA/TjWSxRRJDbI/AAAAAAAACiU/s_l0A_rvfNY/s1600/Kinema.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-nDFM9KNZ7GA/TjWSxRRJDbI/AAAAAAAACiU/s_l0A_rvfNY/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">II</span><br /></div><br />Terkisah ketika terlelap lama, sang putri Anastasia menjalani sebuah petualangan panjang dalam mimpinya. Dengan bantuan berbagai wahana, mulai kereta dari uap, kereta kencana, hingga kancil betina, Anastasia cilik menjelajahi jagat-buana asing di alam bawah sadarnya. Maka diajaklah audiens menyaksikan petualangan erotik-berkedok-dongeng yang agak menyenangkan juga agak mengerikan.<br /><br />Pemberhentian pertama membawa Anastasia pada rumah seorang perempuan (Anne-Lise Kedvès) yang tinggal dengan putranya, Peter (Kerian Mayan), bocah yang setahun-dua lebih tua dari Anastasia. Untuk beberapa saat, si putri cilik itu tinggal bersama Peter dan ibunya. Anastasia merasakan hidup normal tak sentana. Untuk pertama kalinya pula Anastasia merasa kasmaran pada Peter yang tampan nan rupawan. Keduanya pun menjalin hubungan yang tahir. Tatkala salju membadai, hasrat pubertas Peter (atau kasmaran) malah terbangkitkan oleh sosok Snow Queen (tokoh dari dongeng Hans Christian Andersen) yang muncul tiba-tiba. Suatu malam bersalju, Peter berkelana bersama Sang Ratu di atas kereta luncurnya; maka dimulailah petualangan Peter menuju kedewasaan. Pada fase ini, Peter sudah jatuh pada pemahaman pubertas yang banyak diimani bocah-bocah serupa: lebih memuja proyeksi stereotipe feminitas yang agung (Sang Ratu yang luar biasa cantik jelita) ketimbang sosok yang nyata (Anastasia cilik, yang menurut Peter buruk rupa). Anastasia, sosok yang jusru disoroti film ini, merasa patah hati. Dalam kegetiran bocah itu memulai petualangannya mengarungi benua demi mencari kekasih hati; maka dimulai pula petualangan Anastasia.<br /><br />Pada petualangannya, Anastasia berjumpa dengan sepasang bangsawan kerdil yang agak mengingatkan pada kurcaci-kurcaci Putri Salju atau makhluk-makhluk mini yang dijumpai Guliver. Lalu Anastasia jatuh ke sarang gadis Gipsi (Luna Charpentier) yang tak jauh usianya. Tersirat naluri sensual, bahkan seksual, yang kuat antara keduanya. Petualangan Anastasia kecil berujung pada igloo seorang wanita nujum uzur.<br /><span style="font-weight: bold;"><br /></span><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-WlYlsBoMYq0/TjZ_EfvTK3I/AAAAAAAACjE/PzpM5LiPSwY/s1600/Kinema.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-WlYlsBoMYq0/TjZ_EfvTK3I/AAAAAAAACjE/PzpM5LiPSwY/s1600/Kinema.jpg" /></div><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">III</span><br /></div><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;"><span style="color: rgb(204, 0, 0);">(Bagian ini mengandung Spoiler)</span></span><br /><div style="text-align: justify;"><br /><span style="font-weight: bold;"></span>Menurut si wanita nujum, Peter sudah merasa langsar bersama Sang Ratu Salju. Tangkapan, tapi gembira; atau kebahagiaan yang menyiksa. Si wanita nujum pun menyenandung hikayat tua Ouroboros, ular naga yang menelan buntutnya sendiri. Ouroboros ini diyakini sebagai simbol dari siklus kehidupan: kelahiran, kematian, kelahiran lagi, berulang-ulang seterusnya. Ouroboros membunuh dirinya sendiri, lalu terlahirkan kembali. Ouroboros menyuburi tubuhnya sendiri, lalu melahirkan kembali dirinya sendiri. Menurut si nujum tua, hanya Anastasia sendirilah yang mengetahui bagaimana harus mengakhiri petualangannya. Itulah akhir petualangan Anastasia, sebab ia akan segera terlahirkan kembali.<br /><br />Segala petualangan Anastasia kecil itu pun disimpulkan pada dua puluh menit terakhir menjelang kredit title. Anastasia terbangun seratus tahun kemdian, dengan usia dan tubuh wanita enam belas tahunan (kali ini diperankan oleh Julia Artamonov). Terbangun sendiri tanpa kecupan pangeran. Tetapi seorang lelaki tampan bukan pangeran sudah berdiri di dekatnya. Lelaki yang bernama Johan (David Chausse) itu tiada lain cucunya Peter. Johan jatuh cinta pada Anastasia. Anastasia juga merasakan renjana serupa, namun lebih karena rasa sakralnya pada Peter. Anastasia kasmara pada Johan, tapi cinta sejatinya hanyalah Peter semata; Anastasia menyatakan bahwa pria sejatinya harus paham pada idealisme cinta wanita. Terlebih lagi dunia Peter, yaitu dunia seabad kemudian benar-benar beberda wujudnya.<br /><br />Anastasia juga berjumpa kembali dengan gadis gipsi di mimpinya, yang kali ini sudah dewasa (diperankan oleh Rhizlaine El Cohen). Percakapan persahabatan yang mulanya sebatas curhat asmara Anastasia berujung pada berahi lesbian antara keduanya. Ada pokok-pokok yang sebetulnya mengganjal di sini: Bagaimana mungkin Peter yang hadir di dalam mimpi bisa bercucukan Johan di dunia nyata seratus tahun kemudian? Bagaimana mungkin gadis gipsi di dalam mimpi bisa muncul tiba-tiba di dunia nyata? Untungnya Catherine Breillat lebih memilih jalur absurd nan surealis, ketimbang repot-repot menjelaskan. Beliau lebih menumpu pada kerja kamera dan bahasa visual (<span style="font-style: italic;">mise-en-scène</span>) untuk membalut wacananya.<br /><br />Catherine Breillat membalik dongeng <span style="font-style: italic;">Sleeping Beauty</span> yang semula pasif-perempuan (sang putri hanya tertidur sampai seratus tahun kemudian) dan aktif-lelaki (pangeran harus berjuang untuk menyelamatkan sang putri) menjadi aktif-perempuan (sang putri berpetualang dalam mimpi dan hasratnya) dan pasif-lelaki (lelaki menjadi obyek hasrat dan misi petualangan). Apabila pada dongeng aslinya sang putri dibangunkan untuk kembali menjadi putri (identitas aslinya), sang putri pada film ini terbangun untuk menjadi identitas yang baru (dari gadis cilik menjadi gadis dewasa, dan bukan lagi seorang putri di dunia seabad kemudian yang sudah tak sama adanya). Masa pubertas tiada lain ialah transisi dari anak-anak menjadi dewasa.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-MZb4G3Fva4w/TjWXRsYtWeI/AAAAAAAACik/8RkRpVCEkqk/s1600/Kinema.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-MZb4G3Fva4w/TjWXRsYtWeI/AAAAAAAACik/8RkRpVCEkqk/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Konon, pada usia pubertas memang ada presdiposisi biskesual, yaitu kecenderungan untuk mencintai kawan putri maupun kawan putra. Tak bisa disangkal bahwa Anastasia mecintai Peter, cinta sejatinya. Dan hubungan badaniah yang dilakukannya bersama Johan, semata-mata demi perasaannya pada Peter. Anastasia mencintai Johan tersebab Johan keterunan Peter. Tapi dunia Peter, yang ada di mimpi Anastasia, berbeda jauh dengan dunia Johan yang sebegitu asingnya. Pun Anastasia melakukan hubungan sejenis dengan gadis seorang gipsi. Hubungan antara Anastasia dan si gadis gipsi mengalir begitu saja, sebab keduanya perempuan, maka sejatinya tiada keasingan. Sebaliknya, hubungan Anastasia dengan Johan menuntutnya untuk menjelajahi dunia asing. Lantas apakah hal tersebut adalah ode bagi lesbianisme?<br /><br />Pada akhirnya Anastasia malah menjelajahi dunia Johan sendirian. Ia menolak Johan, dan hidup dengan caranya sendiri. Lebih dari itu, Anastasia menyatakan masih mencintai Johan seperti sebelumnya (sesakral cinta sejatinya pada Peter), tapi dunianya sudah berbeda (antara sosok ideal Peter di mimpinya, dengan sosok nyata Johan di dunia nyata). Ada sebuah fakta pesimis tersirat di sini: Bahwasanya dunia dongeng anak-anak tak akan menawarkan banyak bagi wanita dewasa kelak.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">IV</span><br /></div><br />Spesial efek dan gambar digital yang ditampilkan mungkin bakal membuat film ini lebih terasa mirip film kelas B (mengingat ini sebetulnya hanya diniatkan sebagai film televisi). Pun sebetulnya banyak ditemukan pantulan-pantulan dari film-film Catherine Breillat terdahulu. Terlepas dari itu, <span style="font-style: italic;">The Sleeping Beauty</span> dapat dilihat sebagai sebuah film tentang perempuan dan menjadi perempuan. Mulai dari properti sampai pakaian, sekalipun suram di beberapa bagian, semuanya dibuat terasa perempuan. Bahkan dua tokoh lelaki yang ada ditampilkan lebih maskulin-feminim ketimbang macho. Atau bisa juga dikatakan, film ini tak lain adalah pencarian identitas perempuan demi merayakan hakikat perempuan.<br /><br /></div></div><span id="result_box" class="long_text" lang="id"><span style="color: rgb(0, 0, 0);" title=""><div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><span id="result_box" class="long_text" lang="id"><span style="color: rgb(0, 0, 0);" title=""><div style="text-align: center;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" /></div></div></div></div></span></span></div></div></div></div></div></span></span></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-5541793010449103772011-07-23T09:08:00.000-07:002011-07-24T00:24:56.628-07:00Adelheid<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://2.bp.blogspot.com/-M2O2OCn2IkA/Tir2Wm-36gI/AAAAAAAACgM/dwdyUQrXAi0/s1600/Kinema.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 229px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-M2O2OCn2IkA/Tir2Wm-36gI/AAAAAAAACgM/dwdyUQrXAi0/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5632585152262040066" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Frantisek Vlácil<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Petr Cepek, Emma Cerná, Jan Vostrcil, Jana Krupicková, Pavel Landovský, Lubomír Tlalka, Milos Willig, Karel Hábl, Zdenek Mátl, Alzbeta Frejková, Josef Nemecek, Karel Belohradský, Vlasta Petriková<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1970<br /><br />Diangkat dari novel karangan Vladimír Körner.<br /><br />Mungkin <span style="font-style: italic;">Adelheid</span> termasuk salah satu yang menawarkan pokok anti-perang paling interesan. Pascaperang, tepatnya. Kontingen Moravia punya riwayat sendiri lepas Perang Dunia II. Wilayah tersebut juga disebut Sudetenland tersebab Pejabalan Sudetes yang bersemayam bak sepur mati di utara. Moravia, yang di masa itu termasuk bagian dari Cekoslovakia, tiada sama dengan rupa negaranya. Sebabnya, wilayah ini tak berkecek-kecek dengan Bahasa Ceko, tapi Bahasa Jerman. Lantaran itu pula, manakala okupasi Hitler kharab, minoritet-minoritet yang bertutur Jerman pun terpersalahkan, terkucilkan, dan terhina-dinakan.<a name='more'></a><br /><br />Terkisah Letnan Viktor Chotovický (Petr Cepek), yang baru saja pulang dari perang, tiba di sebuah pedusunan di kawasan Moravia. Letnan ini hendak menklaim sebuah mansion bekas keluarga Nazi-Jerman. Di mansion itu, Viktor berjumpa dengan Adelheid (Emma Cerná), pembantu yang datang setiap harinya untuk membereskan mansion tersebut. Usut demi usut, ternyat Adelheid ini tiada bukan adalah seorang tahanan kamp para Nazi, Jerman, dan simpatisan. Setiap sehari sekali ia dibiarkan memberes-bereskan mansion yang konon dulunya tempat keluarganya bersemayam. Tak pelak lagi, Adelheid ini ternyata putri seorang petinggi Nazi.<br /><br />Viktor yang kepincut keelokan Adelheide, meminta Inspektur Hejna (Jan Vostrcil), pewewenang Hukum setempat, untuk membiarkan Adelheide tinggal bersamanya. Dari arinya, <span style="font-style: italic;">Adelheide</span> seakan sekedar cinta dua kubu berseberangan belaka. Tersebab perbedaan latar bahasa, keduanya hanya bertutur dengan mata dan sinyal badaniah. Tanpa berbahasa suara, keduanya tak perlu takut untuk ihwal kesalahpahaman dan latarbelakang. Sisi menariknya justru datang dari idelogi dan otoritas yang memang tak bisa serta-merta dikesampingkan begitu saja.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-aSZiInGY_eU/Tir1dlmuEZI/AAAAAAAACgE/4w-iOoyIUP4/s1600/Kinema.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-aSZiInGY_eU/Tir1dlmuEZI/AAAAAAAACgE/4w-iOoyIUP4/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Sejatinya, keduanya memang datang dari latar yang berbeda. Viktor boleh saja punya kuasa atas Adelheid dan mansionnya. Tapi perempuan sengap itu lebih hapal tabiat rumah dan sekitarnya. Sekalipun Viktor sudah memugar berperangai pada Adelhide. Laku perempuan itu tetap saja tak ubahnya sahaya pada empunya.<br /><br />Ancaman dari luar pun tak bisa disingkiri begitu saja. Tentu ada momok preyudis dan penghakiman informil dari masyarakat sekitar, mengingat Adelhide yang notabene berkaruhun Jerman, rumpun petinggi Nazi pula. Ada momok latarbelakang yang membuat Viktor tak kuasa benar-benar mengucap cinta pada Adelheid secara terang-terangan.<br /><br />Sinema Cekoslovakia memang sudah terkenal dengan sindiran ganjil, hikayat-hikayat, dukacerita, hingga surreal yang selalu punya perangai tersendiri. Melalui<span style="font-style: italic;"> Adelheid</span>, Vlácil sebetulnya tak sedang menyuguhkan sebuah roman, melinkan sebuah kengerian. Kengerian tentang dua kubu berlawanan yang harus berbagi atap bahkan tilam. Kengerian budaya penghakiman sebelah tangan. Juga kengerian pusa cinta yang mengaburkan. Pada <span style="font-style: italic;">Adelheid</span>, Vlácil membuktikan sesungguhnya bahasa semiotika sungguh mampu menangkap kengerian-kengerian itu.<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-57735207500524863882011-07-20T11:16:00.000-07:002011-07-21T06:03:39.911-07:00Les Roseaux sauvages<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://3.bp.blogspot.com/-TArA_-EzDaA/TicejuenLII/AAAAAAAACfc/vC3kJWkgwr0/s1600/Kinema.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 238px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-TArA_-EzDaA/TicejuenLII/AAAAAAAACfc/vC3kJWkgwr0/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5631503458170776706" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> André Téchiné<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Élodie Bouchez, Gaël Morel, Stéphane Rideau, Frédéric Gorny, Michèle Moretti, Jacques Nolot, Eric Kreikenmayer, Nathalie Vignes, Michel Ruhl, Fatia Maite<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1994<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Wild Reeds</span><br /><br />Perancis di ujung gejolak revolusi Aljazair. Di tengah-tengah memanasnya Perang Aljazair. Mungkin keadaan pokoknya sedang mendidih tak terkira. Tengah bergejolak begitu rupa. Antara yang komunis dan yang anti-komunis. Antara kaum Perancis dan kaula Perancis-Aljazair. Antara tentara yang sedang bertumpahdarah dengan orang-orang yang menanti nun jauh di Perancis sana. Di saat yang bersamaan, bagi empat orang muda-mudi di sebuah pelosok Perancis, alam seksualitas mereka turut menyala-nyala pula.<a name='more'></a><br /><br />François (Gaël Morel) dan Maïté (Élodie Bouchez) adalah muda-mudi yang sudah bersahabat erat. (Mungkin idiom mudanya: <span style="font-style: italic;">teman tapi mesra</span>.) François pemalu. Ia tak pernah menunjukkan gairah pejantan pada Maïté. Sekalipun Maïté jelas sekali terang-terangan terlihat menaruh hati, François cuma menghabiskan waktu membicarakan film atau sastra bersamanya. Maïté adalah seorang komunis, sebab ibunya penganut komunis. Dan ibunya Maïté tiada lain adalah guru di sekolah asrama tempat François belajar.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-Azu8VhxOos0/TicfNGKY9mI/AAAAAAAACfk/pYFYmssKFa4/s1600/Kinema.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-Azu8VhxOos0/TicfNGKY9mI/AAAAAAAACfk/pYFYmssKFa4/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Di sekolah itu François dirayu oleh seorang pemuda yang lebih liar dan lebih agresif, Serge (Stephane Rideau). Termakan rayuan, Serge dan François membuncahkan renjana pada satu malam binal yang kelak tak akan terlupakan di pucuk tilam asrama. Serupa dengan Maïté, Serge juga tak lepas dari latar politik. Serge berkakak seorang serdadu Perancis yang kelak tewas demi negara nun jauh di Aljazair sana.<br /><br />Sialnya Serge malah satu kamar dengan Henri (Frédéric Gorny), pemuda Perancis-Aljazair (berdarah Perancis yang lahir di Aljazair) yang menentang habis-habisan segala kebijakan Perancis atas Aljazair. Kacamata politiknya yang lebih radikal mengombang-ambing isi sekolahan, terutama ibu Maïté yang notabene komunis, juga Serge yang jelas-jelas kakaknya tewas nun jauh di sana. Sebuah percekcokan sengit antara Serge dan Henri di kamar mandi membuat François memutuskan untuk bertukar kamar dengan Serge. Di kamar itu juga François merasakan berahi atas Henri.<br /><br />André Téchiné memang cukup tersohor tersebab kemampuannya membawakan pokok-pokok seputar pertalian antar manusia yang sensitif-emosional dengan cara yang tak melankoli atau sentimental. Dalam <span style="font-style: italic;">Les Roseaux sauvages</span>, Téchiné menampilkan ketajaman, baik urusan entitas maupun persoalan kontestasi. Dari sekian banyak film bertajuk homoseksualitas, mungkin <span style="font-style: italic;">Les Roseaux sauvages</span> adalah salah satu dari segelintir yang berhasil menyajikan karakter rancap, interesan, dan sejati; tak hanya sekedar dari sisi syahwat belaka. Para pemain, terutama keempat pemain utama, sungguh berhasil menyajikan penampilan yang sebegitu melulum dan menjerap.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-E6BvNtdYHqU/TicgoSs0koI/AAAAAAAACfs/646xbRUMvhk/s1600/Kinema.png" src="http://3.bp.blogspot.com/-E6BvNtdYHqU/TicgoSs0koI/AAAAAAAACfs/646xbRUMvhk/s1600/Kinema.png" /><br /></div><br />Persoalan karakter hanya satu dari sekian yang membuat film ini jauh dari ranah film-film mainstream Amerika. Antap tapi mujarab, Téchiné menyajikan serentetan kontestasi renjana dan pusa dengan bahasa visual yang kuat. Adegan ketika François bersitatap dengan cerminannya sambil meneriakkan kata “Saya Homo!” adalah salah satu yang paling memorabel. Sensibilitas lainnya bisa dilihat pada banjaran adegan tepi sungai di penghujung film, sebagai penutup yang luar biasa. Segala renjana ditampilkan secara patut pada tempatnya, tanpa perlu bermelankoli atau bersentimentil secara kesangatan.<br /><br />Penghujung film itu pun menegaskan bahwa Téchiné tak sedang berusaha menyimpulkan, melainkan memberikan gambaran bahwasannya peta pendewasaan, sama halnya dengan seksualitas, adalah sebuah ketakpastian dan ketaktentuan. Sejalur dengan akhir yang ditampilkan, penonton tak diberikan kesimpulan pasti tentang nasib keempatnya, melainkan sebuah ketakpastian dan ketaktentuan yang membuat saya bertanya-tanya apa sebetulnya yang ada di lubuk empat sosok tersebut. Tak banyak film bertajuk homoseksual yang mampu menyeret pikiran saya seputar tokohnya ketika kredit sudah berjalur (secara mendalam tentunya, tak hanya sebatas perihal seronoknya). Sebagian justru terjebak pada perihal kismat seorang homoseksual. <span style="font-style: italic;">Les Roseaux sauvages </span>salah satu yang berhasil melakukan.<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com25tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-40326382964341069922011-07-13T03:20:00.000-07:002011-07-18T03:49:16.436-07:00La princesse de Montpensier<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://4.bp.blogspot.com/-gpysRHqUWCk/TiHBfx3NJPI/AAAAAAAACfE/N3ScRBRE_3c/s1600/Kinema.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-gpysRHqUWCk/TiHBfx3NJPI/AAAAAAAACfE/N3ScRBRE_3c/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5629993760894821618" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Bertrand Tavernier<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Mélanie Thierry, Gaspard Ulliel, Grégoire Leprince-Ringuet, Lambert Wilson, Raphaël Personnaz, Michel Vuillermoz, Anatole De Bodinat, Eric Rulliat, Samuel Théis, Judith Chemla, Philippe Magnan, César Domboy, Jean-Pol Dubois, Florence Thomassin<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2010<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">The Princess of Montpensier</span><br /><br />Darama periodik yang kali ini diangkat dari cerita pendek karya Madame de La Fayatte, penulis perempuan Perancis abad ke-16 (kira-kira seabad lebih tua lagi daripada Jane Austen). Seperti kebanyakan kisah dari abad itu, <span style="font-style: italic;">The Princess of Montpensier </span><span>tak akan jauh-jauh dari urusan asmara dan perjodohan.</span><a name='more'></a><br /><br />Namun jangan salah sangka dengan kulit luarnya yang berlabel roman tersebab berurusan tentang percintaan, <span style="font-style: italic;">The Princess of Montpensier</span><span> lebih dari itu. </span>Film ini melangkah jauh dari ranah opera sabun murahan. Dari kulit teknis, tentunya, drama periodik Perancis ini terbilang memanjakan mata dengan gaun-gaun tersibak, riasan abad pertengahan, dentang-denting pedang, hingga eksplorasi dari lanskap luar sampai sudut ruang sempit. Tak hanya rentetan renda di gaun dan tumpukan riasan, untuk ukuran drama periodik masa kini, film ini punya level ketajaman tersendiri untuk memampangkan kehidupan di kastil abad pertengahan; perabotan, taman, sampai detil-detil dinding ruang.<br /><br />Meskipun film ini berlatar Perancis di masa perang antara umat Katolik dan kaum Protestan, perang utamanya justru berkutat pada persoalan seksualitas dan gender abad pertengahan. Tatkala di luar sana begitu banyak umat jelata terbantai, Marie de Mézières (Mélanie Thierry) justru dihadang dilema antara hasrat dan kewajiban. Bapaknya, yang tak melahirkannya dengan gelar putri, meminangkannya pada seorang pangeran: Prince de Montpensier (Grégoire Leprince-Ringuet). Tiada hak suara, tanpa pilihan, Marie memilih menjalankan kewajabannya sebagai anak yang patuh, meninggalkan kekasih hatinya, Henry de Guise (Gaspard Ulliel).<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-Fy0ugL6JNJE/TiHA3eFNUSI/AAAAAAAACe8/xBfwzDN6xJM/s1600/Kinema.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-Fy0ugL6JNJE/TiHA3eFNUSI/AAAAAAAACe8/xBfwzDN6xJM/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Sepertinya tak gampang bagi Marie untuk menekan jauh-jauh hasratnya demi kewajiban seorang istri tersebab kualitasnya (juga kelemahannya) sebagai perempuan. Suaminya, yang sebetulnya pemalu dan penyayang tapi cemburuan, lebih sering menghunus pedang di medang perang ketimbang menemaninya di rumah. Kala itu Marie malah ditemani seorang guru bijak (yang juga guru suaminya), Count de Chabannes (Lambert Wilson), yang diam-diam turut terjerat pesonanya. Marie membatasi hubungan dekat mereka hanya sejarak guru dan murid. Bukan itu saja, Duke d'Anjou (Raphaël Personnaz), penerus tahta Polandia (yang jelas kedudukannya lebih tinggi dari suami Marie, yang akan dijodohkan dengan Ratu Elizabeth, yang juga paling kharismatik di antara lelaki lainnya) turut pula menaruh hati, meski ditunjukkan dengan cara pria terhormat.<br /><br />Setidaknya ada empat pria yang terjerat pesona Marie (lima kalau adik Henry, yang sekedar figuran, terbilang terhitung). Tiga tampan nan rupawan. Dua di antaranya bangsawan. Satu terakhir, meski sudah baya dan bukan siapa-siapa, paling bijaknya. Pastilah langsar sekali si Marie ini. Celakanya malah sebaliknya. Menjadi seorang putri istana itu tak seindah dalam cerita. Keempat lelaki itu jelas mengagumi Marie dengan cara dan level masing-masing; dua diantaranya menunjukkan rasa hormat dengan cara sendiri-sendiri, yang satu menampilkan dengan cara menggebu-gebu, dan yang satu lagi dengan perlindungan berlebihan. Namun ketiganya tak pernah memberikan Marie suara. Marie, secara tak langsung, tak lebih dari komoditas gairah para pria.<br /><br />Ya, lucunya, film yang bersumber dari literatur kuno, berkisah perjodohan abad pertengahan ini, tak lantas ketinggalan zaman untuk urusan argumen-argumennya. Persoalan yang dihadapi Marie tiada bedanya dengan persoalan perempuan masa kini. Masih banyak perempuan yang masih diposisikan sebagai komoditi; entah di rumah tangga, entah di rumah bordil, entah secara terhormat, entah secara sundal. (Kalau tak begitu, tak akan lahir istilah feminisme.) Kalaupun Marie berhasil menyedot simpat, pastilah bukan semata-mata karena perjodohannya, bukan pula sekedar karena empat pria yang terus-terusan menekannya, melainkan karena posisinya itu yang tak lebih dari komoditas adanya. Nilai-nilai sosial dan kultural yang menempatkannya.<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" /></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-69739011560229422282011-07-11T12:23:00.000-07:002011-07-11T21:17:56.533-07:00A Pál-utcai fiúk<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://3.bp.blogspot.com/-ZENQu78nNOQ/ThtSoBjdVAI/AAAAAAAACd8/keWXT1di9d4/s1600/111718.1020.A.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 123px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-ZENQu78nNOQ/ThtSoBjdVAI/AAAAAAAACd8/keWXT1di9d4/s320/111718.1020.A.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5628183006894969858" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Zoltán Fábri<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Anthony Kemp, William Burleigh, John Moulder-Brown, Robert Efford, Mark Colleano, Gary O'Brien, Martin Beaumont, Paul Bartleft, Earl Younger, György Vizi, Julien Holdaway, Péter Delmár, Mari Töröcsik, Sándor Pécsi, László Kozák<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1969<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">The Boys of Paul Street</span><br /><br />Diangkat dari novel <span style="font-style: italic;">A Pál-utcai fiúk</span> karya Molnár Ferenc.<br /><br />Kalau Anda cukup akrab dengan film-film klasik anti-populer Eropa (terutama era 60-80-an), pastilah Andah sudah hapal betapa sering anak-anak diposisikan sebagai obyek (atau subyek) persoalan seputar perang. Baik sebagai korban langsung, maupun korban tak langsung. Kamera mengeksploitasi obyek anak-anak secara habis-habisan demi mengungkapkan betapa perihnya perang, betapa bobroknya moral, betapa asusilanya orang-orang dewasa, atau sekedar betapa tak sucinya dunia ini. Seakan-akan anak-anak sendiri diposisikan sudah cukup usia untuk menopang beban persoalan setara dewasa. Film semacam ini kerap kali dideretkan pada kelompok <span style="font-style: italic;">coming of age</span>.<a name='more'></a><br /><br /><span style="font-style: italic;">The Boys of Paul Street </span><span>ini sebetulnya tiada beda dengan <span style="font-style: italic;">coming of age</span> berlatar perang</span> lainnya. Hanya caranya merepresentasikan perang saja yang membuat film ini sangat unik. Di film ini, perang tak lagi dijadikan latar belakang beban yang harus ditopang anak-anak malang. Namun perang itu sendirilah titik persoalannya. Anak-anak tak dibuat merasakan segala dilema dewasa yang ditelurkan perang. Namun mereka sendirilah yang menjalani perang dengan cara sendiri. (Terminologi serupa juga bisa ditemukan pada <span style="font-style: italic;">The Flying Classroom</span>.)<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-nfjIvm8E6o4/ThtX_ja5tsI/AAAAAAAACeE/V4GHjXaWmko/s1600/111718.1020.A.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-nfjIvm8E6o4/ThtX_ja5tsI/AAAAAAAACeE/V4GHjXaWmko/s1600/111718.1020.A.jpg" /><br /></div><br />Segenk bocah sekolahan dari kota yang tak disebutkan namanya (kemungkinan Budapest abad ke-20) diharuskan mempertahankan lahan bermain mereka dari incaran genk musuh yang konon bakal meyerbu. Kelompok musuh ini, konon lebih gagah dan lebih dipersenjatai. Berbagai usaha pun mereka lakukan, mulai dari menyelusup ke sarang musuh demi informasi, mendapati seorang pemberontk, berselisih paham seputar langkah yang bakal diambil, sampai pada puncak medan tempur yang sesungguhnya. Kelak hasil yang mereka tuai pun tak serta merta patut dirayakan ketika sebuah ironi turut menimpa.<br /><br />Tak usah berpanjang-lebar, dari penjabaran singkat di atas saja sudah bisa dipastikan bahwa <span style="font-style: italic;">The Boys of Paul Street</span><span> berniat mengalegorikan kondisi lapangan sesungguhnya melalui permainan perang-perangan anak-anak. Perlambangan yang ditampilkan pun tak berhenti pada kulit perang</span> semata, tapi juga sistem yang mencangkupinya: militerisme dan nasionalisme. Kritik untuk dua peristilahan itu terisyarat sangat jelas di sepanjang film: Mulai dari bagaimana bocah-bocah ini menjalankan konstiusi dalam kelompok mereka (kelompok yang satu lebih demokratis sedang yang lainnya lebih militeris), istilah-istilah nasionalis yang mereka cetuskan, serta pelbagai cerminan tingkah-polah mereka lainya. Bocah-bocah yang ditampilkan sungguh luar biasa. Terlebih, kalau mau diusut, ternyata pemeran bocah-bocah film ini mayoritas adalah bocah Inggris yang menggunakan dialog Hungaria. (Entah mereka memang kuasa berbahasa Hungaria, atau khusus diajari demi kepentingan film). Irama yang disajikan juga mampu membangkitkan memori kanak-kanak saya; ketika hitam dan putih masih merupakan persepsi yang sederhana. Ironi yang ditampilkan di akhir film benar-benar jadi poin spesial. Membuat saya berpikir: Bahwa segala pengorbanan yang telah dilakukan bocah-bocah itu, kelak, tak lain hanyalah serangkaian absurditas? Sejatinya?<br /><br /><span id="result_box" class="long_text" lang="id"><span style="color: rgb(0, 0, 0);" title=""><div style="text-align: center;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div></div></div></div></span></span></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-11755426417132349712011-07-09T21:55:00.000-07:002011-07-10T16:08:37.696-07:00Les amitiés particulières<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://1.bp.blogspot.com/-n3cxArm2hG4/Thk1Vh0HBaI/AAAAAAAACds/olZPWAwVTm8/s1600/Kinema.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 234px; height: 320px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-n3cxArm2hG4/Thk1Vh0HBaI/AAAAAAAACds/olZPWAwVTm8/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5627587853346604450" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Jean Delannoy<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Francis Lacombrade, Didier Haudepin, François Leccia, Dominique Maurin, Louis Seigner, Michel Bouquet, Lucien Nat<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1964<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">This Special Friendship</span><br /><br />Diangkat dari novel <span style="font-style: italic;">Les amitiés particulières</span> karya Roger Peyrefitte.<br /><br />Dunia semakin gila. Saya tak tahu, dengan persepsi dunia kekinian, apakah film ini dapat dikategorikan sakit jiwa. Mungkin saja masih bisa. Kembali ke masanya, menyajikan film semacam <span style="font-style: italic;">This Special Friendship</span><span style="font-style: italic;"></span><span> jelaslah sebuah tindakan yang riskan. Cukup menelurkannya dalam wujud tulisan saja sudah kontroversial, apalagi memvisualisasikan. Tak heran, di masanya, film bertajuk homoseksual semata saja jarang ditemukan.<a name='more'></a><br /><br />Kasih bisa datang dari mana saja (saya rasa hal serupa seringkali diperdengarkan pada khotbah-khotbah gereja). Lantas bagaimana kalau kasih datang dari sosok yang salah, pada sosok yang salah, dan pada tempat yang salah pula. (</span>“Salah” menurut persepsi umum, dalam hal ini sosial dan spiritual, tentu saja.) Sebab kasih itu muncul antara Georges de Sarre (Francis Lacombrade), seorang remaja berusia kira-kira 15-17-an tahun, dan Alexandre Motier (Didier Haudepin), seorang bocah (<span style="font-style: italic;">benar-benar bocah</span>) berusia kira-kira 10-12-an tahun. Seolah kurah parah, keduanya pelajar di sebuah sekolah asrama Katolik.<br /><br />Pada kacamata kekinian sekalipun, tentulah de Sarre bakal dihujat habis-habisan sebagai pedofil, cabul, dan pastinya kriminal. Sedang Motier tak lain akan dilabeli oedipus oleh mereka-mereka yang merasa punya tingkat moral dan intelektual lebih. Saya tak sedang mencoba membenarkan tingkah asusila, tentu saja. Tapi kasih bisa datang dari mana saja, kan? (Kalau tak mau disebut “cinta.) Bahkan di tempat sakral sekalipun. Baik de Sarre ataupun Motier, tak satupun merasa terintimidasi atas perasaan satu sama lain. Keduanya sangat menyadari perasaan masing-masing, terlepas dari persoalan usia.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-CC3TWs6ea_k/Thk2VByGuBI/AAAAAAAACd0/aWLEwKkRZOM/s1600/amities-particulieres-02-g.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-CC3TWs6ea_k/Thk2VByGuBI/AAAAAAAACd0/aWLEwKkRZOM/s1600/amities-particulieres-02-g.jpg" /><br /></div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify;"><br />Dua aktor utama patutlah diacungi jempol dalam menampilkan de Sarre dan Motier yang secara diam-diam, bertukar surat-surat puitis. Pun melakukan perjumpaan rahasia di rumah kaca terbengkalai yang sunyi nan sepi. Kelak, malah, keduanya melakukan ritual sakral pertukaran darah, yang menyatakan bahwa resmi sudah keduanya menjadi satu kesatuan. Sekalipun tak pernah mengalamatkan “kekasih” atau “pacar,” mereka hanya menggunakan istilah “pertemanan spesial.” Sesuatu yang mereka anggap sakral.<br /><br />Tentu saja hubungan semacam itu tak akan pernah sesuai, terutama di lingkungan di mana batasan <span style="font-style: italic;">good</span> dan <span style="font-style: italic;">evil</span> benar-benar diperterangkan. Dosa adalah haram. Pendosa sepatutnya bertaubat. Pastur-pastur yang merasa mempunyai kesadaran moral lebih baik dari keduanya, sehingga merasa tahu persis apa-apa saja yang sebetulnya dan akan selanjutnya terjadi, tentulah menentang habis-habisan hubungan de Sarre dan Motier yang pelan-pelan mulai tercium hidung. Segala ancaman dan kecaman pun mulai datang dari masing-masing pastur, yang ternyata salah satu di antara mereka pun memendam hasrat pedofilia tersembunyi. Lebih dari segalanya, mereka takut, bukan hanya pada gairah yang dirasa siswa-siswa merka, tapi pada gairah dalam diri mereka sendiri. Begitupula dengan de Sarre dan Motier yang tak rela begitu saja menyerahkan perteman sakral mereka.<br /><br /><span style="font-style: italic;">This Special Friendship</span><span> jelas tidak dimaksudkan sebagai sebuah tontonan yang manis-pahit. </span>Itu ditegaskan dengan kesadaran pencahayaan yang pelan-pelan berubah dari lembut yang “suci” hingga suram “penuh dosa.” Lebih dari itu, film ini telak mengkiritik persoalan yang umum dilakukan manusia, sadar atau tak sadar. Sekolah, hakikatnya, adalah sebuah tempat yang penuh dengan kebaikan dan kesucian. Tak terkira betapa banyak polah asusila yang tak terkata di baliknya. Dan tak tersangka pula keburukan-keburukan tersebut diseruakkan, lantas dihakimkan, dengan mengatasnamakan “kasih” atau “cinta.” Saya tidak sedang membela cinta sakit jiwa de Sarre dan Motier, tak pula para pastur dengan kebenaran moral paling tinggi, hanya saja, sungguh ironis bagaimana “kasih” atau “cinta” ini diatasnamakan. Bahkan hingga dewasa ini.<br /><br /></div></div><span id="result_box" class="long_text" lang="id"><span style="color: rgb(0, 0, 0);" title=""><div style="text-align: center;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><img src="data:image/png;base64,iVBORw0KGgoAAAANSUhEUgAAADIAAABVCAIAAACErCAEAAAQYUlEQVRogb1aaUyUVxfWxlhbG5dGK3VDrJRKBRyp1rI4KrjXVBQYo62IWynW2Fq0ShlwgJFB0ia1GDeWyg/bGlHbASRYMgwiKGpTI2pdIiO4ICrKONu7nu/H6Zzv+uL2DfidH5N57/rcs91zz73doIuI53kAEEVRchMW2mw2rOpIsizjr9PpFASBrerWVbAAAIfGyQAAkbFzd+zicDjwT0tLS2ZmJvXtMlgIwuVyuVyup9UCgCiKHMcJgmC326m2paUlJCSkR48eVNKV3EKSZVkQBIVckA12u534QZSfn//hhx/+8ssv/v7+LwUW6ZAoivgry7Isy8g/rOU4TpKku3fvms1mrVYbFBT0xRdfWCyWP//8MywsrOth4dwICAAePXpEjLlz505hYWFmZuaSJUtCQ0N79uw5cOBAtVqdnZ198uRJxFpYWLhs2bJHjx51MSxkBgpOkiRBEG7evKnVakNDQ9955x2NRqPT6fbt23fs2DGyU5vNRt31en16ejp9dr1uCYLQ1ta2efNmf39/rVZ7+vRpQoygRVEURREL7XY7Fq5Zs+ann37qFCyO41BYZHTorvDPpUuXgoKCkpOTb9++TW0kSRJF0W63IxrSOUmSUNbR0dFGo7FTsJBIFuQaJEkqKysLCQm5cuUKoSTcAECuy+l08jxPEAFgwoQJqGcewiL3yBYipsLCwk8++cRut6NuybKsAHf58uXff/89IyNjwYIFDocDy3GoAQMGIHc9hMXzPGkGEo5eV1c3efJk9EyoLhzH8TxvNptzcnLmzp07cuTI4cOHazSa+Ph4tVrtdDppbTzPv/7664TeE1gAYLVa2U9RFO/evatSqS5dugTMnrNjxw4fH58JEyakp6cbjcZz585h+8DAwHPnzpHfBwCLxTJ06FBgNgNPYJGK0HKXLVuWl5fHcRyitFqtixYtWrNmTWNjIzVzOp2iKO7evTs+Pl6hc9XV1ehLPYfF7sco0IaGBj8/P5rDbrdPmjRp7969aJ6IFf2kw+Hw9fVldQi18LfffouNjUXz9BAWiwnH/fbbbzMzM7HK6XSuXr2aOMcqPgAYDIZNmzaRCSO5XK68vLzly5d3VrfIO4ui2NjY6OfnhwYvy3JJSYlGoyFM1AwA7t+/P3jw4OvXr9vt9rCwMGKMLMtarTYjIwNH8BwWTomRSU5OzoYNG8gww8LCKisrcTJaPeLLysrasGEDx3EVFRUjR44ExvNt3LgxKyuLjTg8gcUqTVRUVHFxMZZfuHBhzJgx+J/jONQVbGaz2VCrOI5bvXr12LFjgVHw+Pj4/Px8YDzc/wwLwxXaUoYNG2a1WnmelyQpOzs7OTmZohq215YtWzZu3Giz2ZxOZ//+/deuXYuY0KjDw8PNZjNuUB7CohhBluUzZ86oVCoafeHChUVFRQiRbf/gwQM/Pz+LxcJx3JEjR3r27JmdnQ3u2AsAJkyYcObMGWA8jidCpB16586dK1euJKARERFHjhyhZhQG6nS6r7/+GkUfFxfXr1+/goICcNuyw+F49913m5uboZPuFBcKALm5uatWrQIAQRBcLtecOXNQ35HQq7W1tfn6+l6/fh0AWltbBw8eHBgYaDab8XDhdDolSerVqxcwwa3nsJC0Wm16ejodFlauXIlsQHcFAKIoFhYWJiQk4P9du3atXLnS29u7qakJoy7E6uXl1dkDGcpCEARJkhITE7dt20ZVer0+OTmZPvEQFhgY+Pfff6N0IiMjjUZjnz59wC0vSZLOnz8/ZswYSZI6xS3WR69YsSIvLw/ce0hFRcWcOXMwNEBM5eXlsbGxPM8LglBfXx8aGtrQ0BAUFEQWx/N8dXW1Wq2mNXsICxglSE9PR4+Ahtnc3Pzmm29iFSqfWq2ura1FlFFRUfv27Tt8+PD06dNphbIsHzhwICYmRuFWPAwDkWHJyclarRaYoLl79+5Ue/r06Y8++gh7NTU1jRw5kuO4H3/8cdmyZexQO3bsSExMVCQEPOFWe3s7zm02m2npoijeunVr1KhRFJHOnz//0KFDWKvT6TIyMgBAq9Xq9XrCJIpienp6WloaGz54CIuI5/nBgwdbLBacwGg0xsbGYtWNGzcCAgIePHgAAK2trQEBAbdv3xYEYfny5aiOFMivWbMmNzeXDNNDWKg0drvd4XDwPJ+XlxcfH9/W1tba2qpWq+vr69GmkpKSdDoddtm3b9+iRYtkWXY4HLGxsSUlJYIgkNQ0Gs3+/fsVmQvPIwhRFPE3Ozu7b9++Q4YMKSsrAwCbzWaz2YYMGdLW1oZy+eCDD+rq6tAzBQcH0wkH3VtkZGRlZeVLTCQhybKck5OTlJSEEkS/QDbh7e199epVYGJJHx+fK1eugFsOXQ+L/NnYsWMvXryI/xcvXlxYWEjZkV69erEbOcdxXl5eLS0t4JZAF8PC0Irn+aqqqoiICETZ3NwcEBBw//59bGOxWAYMGEBd0PG++uqr4GYVaVjXCzEmJuaPP/5Ay8rKykpNTSX2VFdXh4aGkrAEQcDNGz9J0F0Mi+f5e/fueXt7Y/hltVrff/99PJOh3e3fvz86OhqdO0buDQ0NKpUK9exl6ZYoihkZGXq9Hs2qvLx8zpw5hJjjuNzc3MTERGyJG2V1dfXUqVMVmLoSFoY33t7eGNAJghAWFlZbW0sNOI7T6/WpqakEFAB+/vnnuLi4jnmNruRWcXHxzJkzcb5Tp06pVCrSFRRrZmYmnSgRxLZt2z7//HMawXNLpJk6JmejoqLQg4uiuHz58tzcXEWbFStW7Ny5E9zazfN8amoq8a9TsMB9yiC/jFpy586d0aNHY9akubl5yJAhVqsVM4CUMJo7d+7hw4dR37EwMTFx+/btyMvOnqoJEEZ/AGC1Wg0Gw7p163D0rVu3fvPNN9jG5XJRyiQiIqKqqoqO/4IgLFmypKioCFt2SrfYDCC4HaDD4Rg3btzp06ex0NvbGx03puOQN5IkBQcH4z5DOj5lyhSTyQTuY5LnsKgzch5j6BMnTqjVapRXcXGxRqPBNmy4IgjCwIEDW1tb2dHee++9f/75B5jklIewMHCAx1UhOjp6x44dOPqsWbN0Op3JZCorK/vrr79qa2srKiqOHj1aW1v72muvYXsUqyRJb7/99p07d8DtXzyHhYdm9pqppaXFz8+P53kU6Lp16yZPnjx79uwZM2ZERERMnz49PDx81qxZarWazbwDgCAIb7zxhiRJ2JENuTwXIp7JACA3NxezU2w+nPXauItjNoVyKgDQ1tb21ltvIZ/YwNATWMBYIp6Mg4ODT5w4QVdwwFzHYWKSPc2C+96A5/mGhoaAgABsSbkWz2HhinHR9fX1EydOVDRQpGtwSjQIyiECgNlsnjRpErtUz2EpbuSWLFmyd+9euoygQxHWksdSAHU4HBzHmc3mKVOmUGEXRBCYfG9qaho6dOiDBw/Y1FR5eXlNTU1NTc2RI0eOHz9eVVV1/Phxg8Gwfv16PCMR7dmzB8+MdBrrgttXQRAMBsPatWvxs6mpadCgQd27dw8NDZ02bVpYWNj06dMnT54cGRkZERGxefPm6Ojo+Ph46u5yuYqKiuLi4vCTjQE9gUV+TxRFPz+/a9eu4afBYKC0LEZX4L5uRUauX78+LS2N+gJASkrK5s2baZHQGd2i7cxoNM6dOxfjd0mSRo8ejccKchwUc+KUKSkpmZmZpECiKKakpOBRmx3Zc1h40oqNjT148CAWlpaWRkVFKRLu8LhJfvbZZ/n5+ezGl5CQkJubS+byohEEuR/F9izL8rVr13x9fcnENBpNWVkZGj/KEcME6uJwOEJCQthcoSAICxYsKC0tZZNKLxRvsRl9cIcxOGVycrJOp0OHZLFYvL2929racMW0GEX3QYMGYfhAhTNmzDh69ChbQq7nqbCItx2Z3N7ePnTo0NbWVvSQ6enpW7duxSqKT9g7FSzv2bMnKhZV4fbAQn8+LLquodQKXX4YDIaUlBQc4uHDh76+vrdu3aIdhlYFjEO6fPny8OHDFdCHDRtGB39c8/9giaws0MWPHj368uXLKMGioiLM2NJ2xO7TxGmTycQ6dCzs27fvw4cPocNm9RxYLCBah9Fo1Gg0OJDD4QgODq6rqyM2wOPJVdn9WOTgwYOLFy9mr7cdDkefPn1Y9XjR6JRu8MlG7Hb7xIkTMR0qimJNTQ3u08g5xTmHAhWXy/XDDz9s3LiRZUxLS8ugQYOAyZa/ELeoKUVIgiCUlJTExMSAO4RavHjxwYMHCZPiwpyNnxISEvCZA13oNzY2jhgxQtHshbhlt9sVIbZKpTp//jyCsFgsw4YNw2vVjsslQqzh4eEmk4mNySoqKmbNmsW2JNWUZfk5QgTGpvAKE6NQWZZTU1MxOfsi5OXldePGDWCil9LS0o8//hg3ro5vq57lIMD9aABLAgIC6Mh1//59f39/nOm5dOnSJbzXxDABQ9aCggIfH5+0tDSTyXTx4sVz585VVFTk5+eXlpY+CxYwwQLHcYcPH/7000/JxNLS0vDWWXFieSIdOHBg4cKF4L5NJoaVl5enpqZGR0ePGjVqxIgRERER48aNW7p06bOEiJEd6W9ISMjZs2fRwu12u4+PT2NjI/oq9o75iWQwGLKysuDxMybr8al8z549S5cuhWdwCwFh519//XXevHm0yoKCgri4OJvNpnDNTyONRlNUVKTIJbPrB7fObNmyBS+znuMg8KLQ19f35s2b4LbNsLCws2fPwuP35E8jQRBUKtWZM2foyRj70gvcz4Dw/3fffbdlyxae55/DLQDQ6XTff/89uBMKhw4doqsKRUj5RGpvb3/llVd0Op1arfbx8enRo0fv3r179+4dHh6elJSk1+vLy8urqqrq6+tNJtO8efN27dr1L7c6jos6hA93MG1MEgwMDDx//rziPcsTH28i3bt3b/v27VlZWSaTqampCVva7faSkpJt27Zptdr58+er1eqZM2dOnTo1JiYGd/du5JyuXr16+/Zt0f0AEwCuXr0aHh6OV984t9FoXLFihQIEPWN7GtGSOI5j+9JplhXrv7CwRUJCgkql8vLyCgoK0uv1lZWVX3311fjx4y9cuIC+juO4R48ejR8//tSpU8SkZxsgkuJ5JTC7mYLQ9v+FJQjCzp07V61ahaVnz57dtGnT7NmzDQZDe3s7OzE+EMH/dFBWXLg9kTDzpggMMYf4VFgA4Ofn19jYqHgVp6DW1tYxY8Zg0geJAD3xWe4TiTVbNkRGYhfZDQB69+5NFeA+WYiPP2mLjo7evXs3gqA8AjV4hjGSWyL0ikyJIg+I1M3hcODrK1wBu5kgSp7nCwoKvvzyS9n9YIZeZdKO+SJKBu749mncZRnRDQD69etHwBXrlmX52LFjkZGRDx8+pLCYpWe4BsXywP0eCADovaIiOPsvLFEU+/fvT+2oJ2K6cuXKtGnT8GJCIdaXSt1kWU5KSmJz9rjPi6J48uRJ9BFU9YLC6gJYANDY2BgSEnLs2DGr1Yq6ZbFYEhISgoODcSOj+9//KywAuHfv3pQpU/r37z9z5swBAwYMHz58z5490EF1nugGXwosNmt49+7dyspKuiylF+4dTeFl038A8acg8izVDZgAAAAASUVORK5CYII=" alt="" /><br /></div></div></div></div></span></span></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-70375783694186825112011-07-08T13:15:00.000-07:002011-07-16T09:47:29.511-07:00Benjamin ou Les mémoires d’un puceau<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://2.bp.blogspot.com/-hUFn_sGI7M4/ThdnMikmXHI/AAAAAAAACdc/4JPbQ2FHEeg/s1600/benjamin-ou-les-memoires-d-un-puceau-22307-1256769939.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 227px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-hUFn_sGI7M4/ThdnMikmXHI/AAAAAAAACdc/4JPbQ2FHEeg/s320/benjamin-ou-les-memoires-d-un-puceau-22307-1256769939.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5627079724559129714" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Michel Deville<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Pierre Clémenti, Michèle Morgan, Michel Piccoli, Catherine Deneuve, Francine Bergé, Anna Gaël, Catherine Rouvel, Tania Torrens, Odile Versois, Simone Bach, Angelo Bardi, Sacha Briquet, André Cellier, Lyne Chardonnet, Madeleine Damien<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1968<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Benjamin, or The Diary of an Innocent Young Boy</span><br /><br />Pierre Clémenti, seorang ikon sinema avant-garde Perancis era 60-an. Dalam <span style="font-style: italic;">Benjamin</span> ia memerankan sesosok tokoh antitipe. Sebagai Benjamin, Clémenti disandingkan pada wanita-wanita ternama nan cantik dari berbagai generasi, mulai dari Michèle Morgan sampai Catherine Deneuve (yang masih begitu belia). Tiada satupun yang tangannya tak tergoda untuk menyentuh Benjamin.<a name='more'></a><br /><br />Padahal Benjamin bukan playboy profesional. Ia hanya bocah yatim piatu 17-an yang masih polos nan lugu. (Boleh dibilang versi Perancis dari “Tom Jones.”) Benjamin dititipkan pada pamannya yang melarat, dan seumur hidup hanya berdua di kediaman yang kumuh. Tiada perempuan. Tiada cinta. Tiada berahi. Sampai si paman memutuskan untuk menitipkan Benjamin pada seorang bibi, seorang Comtesse yang kaya raya (Michèle Morgan) yang hobi berpesta. Benjamin diterima di real estate bibi yang luar biasa. Masuklah Benjamin ke dalam masyarakat hedonisme ala abad ke-18.<br /><br /><div style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-tYbkVzqHkPk/ThdrwP_vchI/AAAAAAAACdk/dR8FB8W0W_E/s1600/benjamin-ou-les-memoires-09-g.jpg"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-tYbkVzqHkPk/ThdrwP_vchI/AAAAAAAACdk/dR8FB8W0W_E/s1600/benjamin-ou-les-memoires-09-g.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-tYbkVzqHkPk/ThdrwP_vchI/AAAAAAAACdk/dR8FB8W0W_E/s1600/benjamin-ou-les-memoires-09-g.jpg" /></a><br /></div><br />Cerita yang disuguhkan sungguh sangat sederhana, nyaris tak berplot. Yang tersaji sepanjang film hanyalah adegan tokoh yang satu mencoba merayu tokoh yang lain dengan segala macam tipu muslihat. Benjamin memerhatikan segala aksi-silat rayuan-bercinta-percintaan dengan penuh perhatian. Ia menemukan sesuatu yang baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Segala temuanya itu ia catat pada sebuah buku harian kecil yang selalu dibawa ke mana-mana. Termasuk rayuan-rayuan dari tiga pelayan muda nan cantik yang tergila-gila padanya. Juga dua teman kaya bibinya yang tak kuasa menahan gairah di depannya.<br /><br />Terkisah pula sang Comtesse menyimpan seorang kekasih di kastilnya (Michel Piccoli), yang ternyata tak mampu menahan berahi dari perempuan-perempuan cantik lainnya. Kekasih bibinya ini kelak yang memperkenalkan Benjamin pada seorang perempuan yatim cantik (Catherine Deneuve), yang pada akhirnya membuatnya jatuh cinta. Namun gadis sudah membuat Benjamin merasakan jatuh cinta itu malah jatuh cinta pada kekasih sang Comtesse. Rumit menjabarkannya! Polanya: si ini jatuh cinta pada si itu, yang jatuh cinta pada si anu, tapi jatuh cinta pada si ini, yang ternyata mencintai si itu, dan seterusnya.<br /><div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify;"><br /><span style="font-style: italic;">Benjamin</span> membawa tradisi politik seksual ala <span style="font-style: italic;">Tom Jones, Mademoiselle</span>, <span style="font-style: italic;">Dangerous Liaisons</span>, dan sejenisnya, di mana rayuan-rayuan bertebaran serta gairah dan cinta dipermainkan. Pesta yang digelar bibi Benjamin pun diam-diam berubah menjadi medan peperangan. Untungnya <span style="font-style: italic;">Benjamin</span> menampilkannya dengan tidak murahan, sebaliknya penuh gaya. Silat lidah dari lawan ke mangsa disampaikan begitu renyah. Orang-orang dibalut dasi dan topi mahal atau gaun melekar, lengkap dengan tata krama yang begitu terpelajar. Humor-humor yang disajikan punya rasa spesial. Kalau saya harus mendeskripsikan serupa apa humor di film ini, mungkin saya akan menggunakan kata “seduksi yang elegan.” Bahkan ketika orang-orang mulai menanggalkan pakaian.<br /><br /></div></div><span id="result_box" class="long_text" lang="id"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);" title=""><div style="text-align: center;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" /></div></div></div></div></span></span></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-43708362147313688612011-07-07T22:34:00.000-07:002011-07-09T22:24:45.236-07:00Der junge Törless<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://3.bp.blogspot.com/-Jclo3rzAeD8/ThaccS0pB5I/AAAAAAAACc8/WvOLe8kz3ic/s1600/les-desarrois-de-l-eleve-torless-19802-1116630330.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 226px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-Jclo3rzAeD8/ThaccS0pB5I/AAAAAAAACc8/WvOLe8kz3ic/s320/les-desarrois-de-l-eleve-torless-19802-1116630330.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5626856794348914578" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Volker Schlöndorff<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Mathieu Carrière, Marian Seidowsky, Bernd Tischer, Fred Dietz, Lotte Ledl, Jean Launay, Barbara Steele<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1966<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Young Törless</span><br /><br />Diangkat dari novel <span style="font-style: italic;">Die Verwirrungen des Zöglings Törleß</span> karya Robert Musil.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Good vs. Evil</span>: <span style="font-weight: bold;">Humanisasi-d</span><span style="font-weight: bold;">ehumanisasi</span><span style="font-weight: bold;"> Militerisme</span><br /><br />Kekerasaan itu tak hanya ihwal fisik, tapi juga psikis dan emosif. Secara badaniah tentulah kasat mata. Namun rupanya bisa beranak-pinak dan berubah-ubah sewenang-wenangnya. Dalam <span style="font-style: italic;">Young Törless</span>, sejatinya kekerasan melibatkan dua perwujudan: <span style="font-style: italic;">Good vs. Evil</span>. Lantas bagaimana menentukannya?<a name='more'></a><br /><br />Austria abad 20. Thomas Törless (Mathieu Carrière), pemuda cerdas namun naif, yang baru saja tiba di sebuah sekolah asrama lelaki di pedalaman. Laiknya pemuda rumahan perdana di rantauan, ia dihantui guncangan psikologis yang biasa disebut: <span style="font-style: italic;">homesick</span>. Ia berteman dengan seorang senior, Beineberg (Bernd Tischer), yang kemudian bersamanya menyambani kediaman Bozena si lacur lokal (Barbara Steele). Di sini, ia dihadapkan pada dilema antara naluri remaja dan tuntutan pendewasaan: antara ibundanya yang bertatakrama dengan Bozena si sundal yang binal dan bengal. Bukannya bernafsu, Törless malah begitu naif menempatkan si sundal secara banal.<br /><br />Kelak di sekolahnya, Törless dihadapkan pada dilema moral serupa. Bermula dari Basini (Marian Seidowsky) si penumpuk hutang yang kedapatan mencuri uang oleh Reiting (<span class="new">Fred Dietz</span>). Basini tak diadukan tetapi menyumpah menjadi budak Reiting, setiap pada segala ritual-ritual sadistis-homoerotis yang dilakukan. Bersama Beineberg, di loteng rahasia, Törless turut ambil bagian dalam upacara-upacara penyiksaan tersebut.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-NhZyIEXULVk/Tha8C9tNLpI/AAAAAAAACdE/k-ZYKhIWgO4/s1600/28276.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-NhZyIEXULVk/Tha8C9tNLpI/AAAAAAAACdE/k-ZYKhIWgO4/s1600/28276.jpg" /><br /></div><br />Sejatinya si muda Törless tak pernah benar-benar turut melakukan penyiksaan. Ia hanya menelisik kekerasaan yang terjadi di depan matanya tanpa benar-benar turut campur. Ketertarikannya pada fenomena itu mulanya hanya semata-mata persoalan intelektual. Ibarat bilangan imajiner, <span style="font-style: italic;">i</span>, yang merupakan hasil dari akar negatif. (Yang tak mungkin ada pada praktik nyata.) Törless bersikukuh mengejawantahkan bilangan imajiner secara intelektual. Bilangan imajiner jelas sekali tak bisa dipergunakan untuk membuat jembatan, atau mendirikan bangunan. Namun guru Matematikanya, yang tak mampu memberikan pemuasan logika lebih dalam, malah mengejawantahkan bilangan imajiner sebagai polah emosional dari ilmu pengetahuan. Bahwasannya ada bagian-bagian yang tak logis, namun munculkan demi pemenuhan emosional. Maka moral pun tak hanya sebatas yang kasat mata. Tak sepatutnya moral hanya dibatasi oleh hakikat hitam vs. putih. Seperti Bozena yang sudah terlanjur dicap sundal. Keterlibatan Törless pada tiap penyiksaan Basini hanya sebatas pemenuhan intelektual, tanpa ada campur tangan sisi emosional. Sebab itu mulanya ia tak berniat mengadukan kejahanaman di depan mata. Ia hanya tertariik pada pencarian kesimpulan di baliknya.<br /><br />Törless mulanya beranggapan persoalan tersebut hanya sebatas urusan etis belaka. Ada yang bersalah, ada yang menghakimi. Ada pelaku, ada korban. Di mana Törless melakukan suatu usaha agar Basini mengakui perbuatan mencurinya di depan Reiting dan Beineberg. Reiting dan Beineberg memonopoli pengadilan. Sedangkan Basini laiknya kriminal yang patut didisiplinkan. Namun, bukannya selesai, semakin lama, penyiksaan yang ditunjukkan tak lagi berwujud hukuman, lebih ke pada wujud pemuasaan dan pengakuan. Obsesi superioritas. Pun gairah tak manusiawi pada siksaan yang dihujam pada Basini. Basini tak lagi menerima penyiksaan itu sebagai hukuman, melainkan sebagai pemuasaan emosional. Penyiksaan menjadi sebuah kebutuhan. Semua itu, tentunya, urusan emosional yang tak lazim bagi logika Törless. Nilai etik dan nilai subjektif pun jadi bertentangan. Maka batasan antara <span style="font-style: italic;">good</span> dan <span style="font-style: italic;">evil</span> pun semakin suram.<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-41433668756296289362011-07-05T09:27:00.000-07:002011-07-05T23:25:44.928-07:00Бал на води, Bal na vodi<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://3.bp.blogspot.com/-c6T0kewWEPY/ThM95O1lqII/AAAAAAAACc0/6COg1PhPiHU/s1600/Hey_babu_riba_poster.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 213px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-c6T0kewWEPY/ThM95O1lqII/AAAAAAAACc0/6COg1PhPiHU/s320/Hey_babu_riba_poster.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5625908412960581762" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> <span class="new">Jovan Aćin</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Gala Videnović, Nebojša Bakočević, Dragan Bjelogrlić, Srđan Todorović, Goran Radaković, Milan Štrljić, Relja Bašić, Marko Todorović, Miloš Žutić, Đorđe Nenadović, Dragomir Bojanić Gidra, Ljubisa Samardzić, Ruzica Sokić, Spela Rozin, Danica Maksimović<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1987<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Hey Babu Riba</span> / <span style="font-style: italic;">Dancing in the Water</span><br /><br />“Hidup itu pilihan.” Basi bukan? Kolot! Mungkin lebih tepat disebut istilah yang “klasik.” Sama klasiknya dengan film asal Yugoslavia ini dalam memori saya. Ya, memori. Ingatan. Kenangan. Kelak pastilah akan berpadu dalam sebuah istilah melankoli yang disebut nostalgia. Nostalgia itu lumrah. Dan nostalgia tentulah bakal membawa kembali pada pilihan-pilihan masa silam. Buah pikiran masa jagung yang mungkin bakal dirasa benar bisa pula salah. Serupa renungan.<a name='more'></a><br /><br />Nostalgia di film ini muncul karena sebuah tragedi, dan nostalgia itu mengantar pada tragedi silam pula. Empat sahabat masa muda, Glenn, Sasa, Kica, “Pop” Popovic, yang kini sudah baya semua, mendapat kabar kematian sahabat kelima mereka:<span class="st"> Mirjana Živković</span>, yang lebih akrab mereka panggil “Esther” (dari aktris Esther Williams, pemeran film <span style="font-style: italic;">Bathing Beauty</span> yang merupakan film favorit kelimanya). Di pemakaman, keempat pria yang sudah lama tak berjumpa itu berjumpa dengan putri mendiang sahabat. Di depan sang putri salah seorang dari mereka mengakui bahwa salah satu dari mereka adalah ayahandanya. Dan begitulah rahasia nostalgia selanjutnya.<br /><br />Wafatnya Esther mengembalikan nostalgia masa lalu keempatnya. Ketika itu, lima sahabat itu masih hidup di Yugoslavia (1943-1992, sekarang sudah terpecah menjadi beberapa negara), sebuah negara Komunis yang saat itu disetir oleh Josip Broz Tito. Kelima-limanya (Gala Videnović, Nebojša Bakočević, Dragan Bjelogrlić, dan Srđan Todorović, Goran Radaković) bersahabat akrab, dan hendak mengikuti kompetisi kano lokal. (Yang jantan mendayung, Esther menyetir.) Kelak mereka akan bersing melawan tim yang diketuai Rile (Milan Štrljić) yang selalu cekcok dan tak pernah cocok dengan para lelaki. Apalagi Rile, yang lebih dewasa dan berkharisma, seringkali menggoda Esther. Pun Esther diam-diam tergoda.<br /><br />Tentulah pula, keempat lelaki itu diam-diam sama memendam rasa cinta pada Esther. Keempat-empatnya pernah pula diberi kesempatan untuk mengutarakan perasaan. Esther, demi persahabatannya selalu menolak pernyataan keempat temannya itu dengan sopan. Esther menghargai dan menyayangi mereka sebagai sahabat, sungguh! Sungguh pula, kelima sahabat ini dihadapkan pada dua pilihan serupa. Cuma dua. Jejantan: antara Esther dan persahabatan. Esther: Antara persahabatan dengan perasaan pada Rile, si jejaka penggoda.<br /><br />Hidup di negeri Yugoslavia di masa itu membuat mereka (juga masyarakat lainnya) dihadapkan pada pilihan, dua pilihan: antara Komunis atau Amerika. Barat atau Timur. Kanan atau Kiri. Esther dan ibunya, misalnya, yang tinggal terpisah dengan bapaknya nun di Italia sana. Berkali-kali permohonan izin imigrasi mereka ditolak pemerintah. Kelima sahabat yang masih belia ini pula tengah didemami produk-produk Amerika: Jazz, Levis, rokok. Semuanya mereka dapat dari seorang pedagang gelap (Danica Maksimović) lajang yang sundal nan binal. Kesemua barang itu tentu statusnya sama ilegal dengan nilon Amerika dan obat jantung. Dan ibunda Esther sakit jantung. Tatakala itu pula obat jantung diperlukan, saat itu juga keputusan mereka dipertaruhkan.<br /><br />Politik dan peremajaan adalah dua esens utama <span style="font-style: italic;">Hey Babu Riba.</span> Rokok dan seksualitas, selain perasaan, jelas sekali digunakan untuk mewakili transisi pendewasaan. Sementara pasar gelap dan barang-barang ilegal dipergunakan untuk menggambarkan kondisi di era itu. Dan keduanya, di luar dugaan, cukup bisa dipadukan dengan menawan. Politik adalah pilihan. Kanan atau kiri itu pilihan. Nasionalisme atau Amerika juga pilihan. Sama pilihannya dengan Esther atau persahabatan. Pun sama pilihan antara persahabatan dan perasaan. Terkadang tak ada pilihan netral. Tak gampang berdiri tepat di tengah-tengah kanan-kiri atau barat-timur. Serupa dengan yang dirasa para lelaki pula Esther: berdiri di antara perasaan dan persahabatan itu bukan urusan netral.<br /><br />Seberapapun menyakitkan. Pun kelak bakal dinostalgiakan.<br /><br /><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" /></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-24844956605968671242011-07-02T11:36:00.000-07:002011-07-02T21:36:11.545-07:00Želary<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><span style="text-decoration: underline;"><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-YKVL2yvrap0/Tg9mheJrM8I/AAAAAAAACck/fgpdPJGkloo/s1600/7168770.3.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 222px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-YKVL2yvrap0/Tg9mheJrM8I/AAAAAAAACck/fgpdPJGkloo/s320/7168770.3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5624827184824398786" border="0" /></a></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span><span> Ondřej Trojan</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Anna Geislerová, György Cserhalmi, Jaroslava Adamová, Miroslav Donutil, Jaroslav Dusek, Iva Bittová, Ivan Trojan, Jan Hrusínský, Anna Vertelárová, Tomás Zatecka, Ondrej Koval, Tatiana Vajdová, Frantisek Velecký, Viera Pavlíková, Juraj Hrcka<span style="font-weight: bold;"><br /><br /></span><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2003<br /><br />Jerman sudah menjajahi Eropa. Di Cekoslovakia, Gestapo (sebuah pasukan khusus Jerman) adalah momok utama bagi pelakon-pelakon gerakan resistensi. Adalah Eliška (Anna Geislerová), seorang skolar medis yang diam-diam mendukung gerakan resistensi, terancam keamanannya. Maka ia perlu diamankan ke pelosok sana. Adalah Joza (György Cserhalmi), seorang pria dusun yang sebelumnya terselamatkan nyawanya karena donor darah dari Eliška, yang bersedia menampung gadis metropolit itu. Maka, Eliška diberi identitas baru: Hana Hanulka.<a name='more'></a><br /><br />Tapi dusun adalah dusun, dan sinetron (juga FTV) sudah seringkali mengajarkan bahwa gadis metropolit tak pernah sesuai dengan dusun. Tiada orang dusun yang suka dengan persundalan. Dan kumpul kebo tiada lain adalah contoh persundalan. Resmi sudah: Eliška, atau Hana Hanulka, harus menjadikan Joza suaminya apabila ia hendak berlindung di perdusunan itu. Atau ia angkat kaki saja dari sana. Dan kemananya terancam. Pun pula keamanan orang-orang yang membantu persembunyiannya.<br /><br />Maka tiada pilahan lain bagi Eliška selain menikahi Joza, si pria dusun bermuka dungu berbadan besar berhati mulia tapi jelas sekali bukan tipe pria pujaannya. Tersebab tuntutan warga pernikahan itu patutnya dilakukan secara adat pula. Singkatnya, <span style="font-style: italic;">Želary</span> disulap menjadi usaha Eliška, si gadis kota, untuk membiasakan diri dengan kehidupan perdusunan di dusun Želary itu.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-A-NEO1uzXLw/Tg_dfXCivgI/AAAAAAAACcs/859FQ_Q1xSw/s1600/zelary-original.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-A-NEO1uzXLw/Tg_dfXCivgI/AAAAAAAACcs/859FQ_Q1xSw/s1600/zelary-original.jpg" /><br /></div><br />Banyak yang terjadi di dusun itu selain (berusaha) merajut cinta. (Ingat <span style="font-style: italic;">Cold Mountain? </span>Di mana Nicole Kidman dan Renée Zellweger menjadi dua perempuan yang nasibnya diombang-ambing perang? Atas nama feminitas, kebersahajaan, dan keberkuatan perempuan, <span style="font-style: italic;"></span>mereka yang tersisa hidup bahu-membahu sambil turut pula menyaksi berbagai peristiwa moral dan ketakadilan di perdusunan. 11-12 dengan <span style="font-style: italic;">Želary</span>.) Eliška turut menjadi saksi berbagai peristiwa di dusun Želary: penjajahan kaum Adam atas kelamin kaum Hawa, anak-anak yang disiksa-babi-buta oleh keluarga, sampai ancaman pembantaian dari Pasukan Merah tersebab prasangka fasis yang tak beralasan. Kebanyakan peristiwa itu jelaslah mengandung pilihan-pilihan yang bertentangan dengan logika modern-metropolit yang sudah terlanjur diamini oleh Eliška si gadis kota. Sambil, tentunya, (berusaha) merajut cinta dengan lelaki dusun yang sudah jadi suaminya.<br /><br />Tersebab kedekatannya yang cukup luar biasa, tentu perbandingan dengan <span style="font-style: italic;">Cold Mountain</span> sukar diluputkan. <span style="font-style: italic;">Želary</span> bisa dibilang beberapa langkah lebih maju ketimbang pesaingnya itu, baik dari segi kedekatan ruralnya, keasingan budayanya (pedalaman Amerika sudah sering dipertontonkan, perdusunan Ceko?), juga dari segi kerumitan kroniknya. Tantangan <span style="font-style: italic;">Želary</span> pastilah menampilkan transisi Eliška dari gadis kota menjadi bagian dari perdusunan yang bakal dirasa natural. Tentu pulalah menyajikan transisi hubungan Eliška dan Joze dari aneh menjadi intim yang bakal dirasa alamiyah. Bagian yang tak meyakinkannya, metoda narasi peloncatan musim (spring, summer, etc) yang digunakan malah membuat transisi itu terasa tiba-tiba. Tiba-tiba saja Eliška yang dandanannya metropolit langsung berubah jadi gadis dusun, hanya dengan acuan loncatan musim yang dipampang di layar. Bagian meyakinkannya tentulah datang dari penampilan pemeran utamannya. Tersebab penampilan detil-memukau Anna Geislerová sudah cukuplah dijadikan kompensasi. Ketika transisi itu benar-benar terjadi, Miss Geislerová, sudah cukup meyakinkan kalau intimasi itu sudah benar-benar terjadi.<br /><br />Laiknya film-film bernafas serupa umumnya, bahasan seputar krisis moral dan kemanusian masih jadi urusan yang dominan. Tentunya saya tak akan berbicara panjang lebar seputar hal ini, penonton mana saja pastilah bisa memetik sesuai versi kepekaan sendiri-sendiri. Setidaknya, <span style="font-style: italic;">Želary</span> cukup mampu tampil emosional tanpa perlu sentimental.<br /><span><br /></span><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-uLSbCumGA8Y/TWvGJW9zNXI/AAAAAAAACMs/-4gJX4bAOu8/s1600/B.bmp" src="http://2.bp.blogspot.com/-uLSbCumGA8Y/TWvGJW9zNXI/AAAAAAAACMs/-4gJX4bAOu8/s1600/B.bmp" /></div></div></div></div></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-31305835460684388432011-07-01T23:43:00.000-07:002011-07-02T02:49:16.308-07:00De Tweeling<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><span style="text-decoration: underline;"><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-Obbr7DEEA-w/Tg7CPhuI7rI/AAAAAAAACcM/d0k_ShsXpu8/s1600/220px-Film_poster_Twin_Sisters.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 220px; height: 314px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-Obbr7DEEA-w/Tg7CPhuI7rI/AAAAAAAACcM/d0k_ShsXpu8/s320/220px-Film_poster_Twin_Sisters.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5624646556638047922" border="0" /></a></div><br /><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Ben Sombogaart<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Ellen Vogel, Gudrun Okras, Thekla Reuten, Nadja Uhl, Julia Koopmans, Sina Richardt, Betty Schuurman, Jaap Spijkers, Roman Knizka, Margarita Broich, Ingo Naujoks, Barbara Auer, Jeroen Spitzenberger, Hans Somers, Hans Trentelman<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2002<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Twin Sisters</span><br /><br />Diangkat dari novel <span style="font-style: italic;">The Twins</span> karya Tessa de Loo.<br /><br />Pada era postmodern di mana moralitas adalah sebuah relativitas, perang tak lagi dipandang sebagai kubu hitam dan kubu putih, korban dan kriminal, atau kawan dan lawan. Maka moral perang adalah hal yang relatif, cenderung sulit dihakimkan. Ketika sebuah karya sudah berani menghakimi moral perang niscaya, setidaknya bagi saya, turun derajatnya. (Kata-kata “turun derajat” ini pun sungguh tak posmo). Tersebab kerelativitasan itulah agaknya sulit menentukan kepostmodernan moral dalam sebuah karya bernafas perang.<a name='more'></a><br /><br />Mungkin pemikiran semacam itulah yang melatarbelakangi <span style="font-style: italic;">Twin Sisters</span>: “kesamarataan moral antara korban dan kriminal, penjajah dan terjajah, atau kawan dan lawan.” Tentulah poin semacam itu akan sulit diterima bagi masyarakat modern pada umumnya. Apalagi latar yang membelakangi cerita ini adalah kesewenang-wenangan Nazi. Sebanyak apa simpatisan Nazi? Berapa perbandingannya dengan kaum pembenci? Tak heran bila film ini dikecam di Israel sana.<br /><br />Tentu bukanlah Nazi yang diharap dihujani simpati di film ini (tak seperti Kate Winslet di <span style="font-style: italic;">The Reader</span>), melainkan seorang gadis Jerman jelata tanpa daya. Mundur ke belakang, jauh sebelum Hitler naik ke atas panggung perang, gadis ini mempunyai seorang saudari kembar. Anna dan Lotte (yang panggilan sayangnya “Lottchen”). Ketika kanak pun keduanya sudah digambarkan bernasib saling bertolak: Anna sehat jasmaniah, sedang Lotte pesakitan. Keduanya cuma punya satu bapak yang kemudian meninggal begitu cepat ketika usia keduanya masih begitu jagung. Maka yatim piatulah mereka, dan muncullah dua pasang paman-bibi yang berebutan mengadopsi mereka. Keputusan akhirnya: Anna diadopsi pasangan petani kumuh di Jerman, sedangkan Lotte yang pesakitan dibawa nun jauh ke negeri Belanda.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-ZvfpwRTGO7M/Tg7FEZGFBTI/AAAAAAAACcc/yGq30sDv79c/s1600/0de_tweeling3.JPG" src="http://3.bp.blogspot.com/-ZvfpwRTGO7M/Tg7FEZGFBTI/AAAAAAAACcc/yGq30sDv79c/s1600/0de_tweeling3.JPG" /><br /></div><br />Tersebab kedua pasang paman-bibi ini selalu cekcok dan tak pernah cocok, tiada kontak yang terjadi sepanjang masa pertumbuhan mereka. Hidup Anna dan Lotte pun berbeda 180 derajat. Sementara Lotte dibangunkan paviliun mewah oleh paman-bibinya, dirawat penuh kasih penuh cinta, Anna diperbabu dan diperbudak tanpa diperizinkan mengecap bangku sekolahan. Surat-surat yang selalu ditulis Lotte untuk Anna tak kuasa terkirimkan.<br /><br />Begitulah sejadinya sampai mereka meranum gadis remaja. Lotte (Thekla Reuten) yang pendidikannya terjamin cerah, bersuara indah, dan hendak melanjutkan studi Jerman di universitas, tertambat hatinya pada pesona seorang pemuda Ibrani bernama David (Jeroen Spitzenberger). Dua sejoli ini pun dilanda gelora cinta semabul-mabuknya di tengah kapal, di tengah danau. Sementara Anna (<span style="font-family:Georgia;">Nadja Uhl)</span>, yang sudah berhasil lepas dari kekangan paman-bibi-petani, mengadu nasibnya sebagai seorang pelayan pendamba pendidikan. (Naik derajat: dari diperbabu paman-bibi, menjadi pelayan yang digaji.) Pontang-panting Anna menjadi pembantu, sampai akhirnya ia betah melayan di kediaman megah seorang Countess cantik nan nyentrik yang hobi menjamu tentara-tentara Jerman pemabukan. Di ambang rezim Hitler, keduanya kembali dipertemukan setelah sebelumnya bersurat-suratan. Pertemuan mereka begitu singkat, namun cukup menimbulkan prasangka kuat di kepala Lotte terhadap Anna. Tiada lain sebab penampakan-penampakan begundal-begundal Nazi yang begitu menyumpahi Ibrani di kediaman Countess yang dipuja-puji Anna. Terlemparlah prasangka “anti-Semite” terhadap Anna dari bibir saudari kembarnya, yang sudah lebih dari cukup untuk mengasingkan kembali pertalian mereka.<br /><br />Takdir sepetinya kembali menertawakan nasib kedua saudari ini ketika dewi Fortuna berpaling dari Lotte ke Anna. Jerman menjajah Belanda. David merupakan salah satu dari sekian Ibrani Belanda yang ditahan di kamp pemukiman di Jerman (yang kelak akan dibumihanguskan lengkap dengan manusia-manusia penghuninya). Kepenangkapan David ini tak lain karena keteledoran Lotte yang terlupa akan tas tangannya di sebuah kafe. Akibatnya, Lotte serta paman-bibinya, merasa bertanggung untuk mati-matian menyembunyikan sisa keluarga David. Minim makanan. Rentan keamanan.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-cBc10KFhFoA/Tg7FEYO62jI/AAAAAAAACcU/tnJkE59aboY/s1600/0de_tweeling2.JPG" src="http://4.bp.blogspot.com/-cBc10KFhFoA/Tg7FEYO62jI/AAAAAAAACcU/tnJkE59aboY/s1600/0de_tweeling2.JPG" /><br /></div><br />Sementara di Jerman sana, Anna sedang dimabuk asmara. Ia jatuh hati pada seorang perwira Nazi bernama Martin (Roman Knizka), yang sebetulnya lebih memilih menebar pesona di kampung Vienna ketimbang turun ke medan perang. Anna dinikahi Martin, si pria pujaannya. Keduanya bercumbu. Bermesraan. Bercinta. Medamba buah hati. Sampai tugas memanggil Martin. Dan pada akhirnya muncullah kabar tragis itu. Inilah puncak, juga melalui ketragisan roman masing-masing, Anna dan Lotte diperbandingkan: Kekasih yang satu dibakar di tangan Nazi, sedang kekasih yang lain ditembak oleh sekutu. Perang telah menorehkan luka cinta yang sama di dada keduanya. Lantas apa salah Anna sampai-sampai ketika ia hendak menemui Lotte (lalu mendapati foto pernikahan Anna dengan seorang perwira Nazi), saudarinya itu menudingnya “jalang Nazi” dan menyatakan “putus pertalian”? Inilah bagian naifnya. Relatif bagaimana memandangnya. Dari sudut yang lebih besar, kisah cinta ini cukup sesuai, sebab baik dari pihak Belanda (terjajah, korban) ataupun Jerman (penjajah, kriminal) pastilah punya beban moral dan krisis masing-masing yang tak dapat begitu saja diperbandingkan satu sama lain. Namun, di sisi yang lebih khusus, sungguh naif merepresentasikan Anna sebagai keseluruhan Jerman, apalagi Nazi. Sebab ia digambarkan netral. Tak tentu Nazi. Tapi tersalahkan. Sebab ketika film ini sudah menampilkan Anna sebagai representasi keseluruhan Jerman, juga Nazi, maka film ini secara tak langsung sudah menghakimi. Lalu timpang sudah perbandingnya dengan Lotte yang lebih sumir posisinya.<br /><br />Ya, <span style="font-style: italic;">tersalahkan</span>. Bukan <span style="font-style: italic;">salah</span> atau <span style="font-style: italic;">bersalah</span>. Begitu sering motif <span style="font-style: italic;">tersalahkan</span> digunakan di film ini. Seperti ketika David tertangkap tersebab kelalaian Lotte. Lalu Anna yang <span style="font-style: italic;">terprasangkakan </span>penganut “anti-Semite,” dan kemudian dipersalahkan sebagai “jalang Nazi.” (Juga adegan-adegan bermotif <span style="font-style: italic;">tersalahkan</span> lainnya.) Beberapa adegan <span style="font-style: italic;">tersalahkan</span> ini sayangnya cenderung membuat klise percintaan yang dipersajikan. Sungguh, kedua aktris yang memerankan saudari kembar itu patut disebut penyelamat. Sebab keduanya mampu menggulati kadar emosi masing-masing bahkan pada adegan rentang mendayu-dayu sekalipun. Untuk sebuah melodrama, saya cuma bisa menyatakan <span style="font-style: italic;">Twin Sisters</span> sangat menawan dari kulit luar.<br /><br /><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-uLSbCumGA8Y/TWvGJW9zNXI/AAAAAAAACMs/-4gJX4bAOu8/s1600/B.bmp" src="http://2.bp.blogspot.com/-uLSbCumGA8Y/TWvGJW9zNXI/AAAAAAAACMs/-4gJX4bAOu8/s1600/B.bmp" /></div></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-20116397410143160832011-05-01T22:13:00.000-07:002011-05-01T23:15:30.915-07:00עץ לימון (Etz Limon)<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><span style="text-decoration: underline;"><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/--CfyGyMjSUY/Tb5AJchQSlI/AAAAAAAACbw/7IHx0OEXX2k/s1600/poster.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="http://2.bp.blogspot.com/--CfyGyMjSUY/Tb5AJchQSlI/AAAAAAAACbw/7IHx0OEXX2k/s320/poster.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5601985517514148434" border="0" /></a></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Eran Riklis<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Hiam Abbass, Ali Suliman, Rona Lipaz-Michael, Doron Tavory, Tarik Kopty, Amos Lavi, Amnon Wolf, Liron Baranes, Smadar Jaaron, Danny Leshman, Ayelet Robinson, Amos Tamam, Loai Nofi, Hili Yalon, Makram Khoury<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2008<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Lemon Tree<br /></span><span style="font-weight: bold;">Judul Arab:</span><span style="font-style: italic;"> </span>شجرة ليمون<br /><br />Konyol memang. Salma Zidane (Hiam Abbass), seorang janda yang tinggal di West Bank (semacam area perbatasan Israel-Palestina), mati-matian berjuang mempertahankan kebun lemonnya yang bakal digusur. Padahal pihak penggusur, pemerintah Israel, sudah menjanjikan kompensasi (entah besar atau kecil, tidak disebutkan) sebagai pengganti kebun lemonnya. Alasan penggusurannya pun bisa dibilang konyol-tak-konyol: seorang Menteri Pertahanan Israel (Doron Tavory) baru saja pindah di sebuah rumah di seberang kebun lemon milik Salma (di wilayah Israel). Kebun Lemon salma yang sebegitu lebatnya dicurigai menganggu keamanan Pak Menteri, misalnya, bisa-bisa saja seseorang bersembunyi di balik rindangnya pepohonan lemon itu untuk menembakkan peluru. Padahal berbagai sistem keamanan mutakhir sudah dipasangi: mulai dari kamera pengintai sampai kawat berduri. Kurang apa lagi coba? Kenapa juga Pak Menteri mau tinggal di dekat tanah Palestina (kalau tidak mau keamanaannya terancam)?<a name='more'></a><br /><br />Tapi, bak sihir atau hipnotis, untung Hiam Abbass mampu menghidupi perannya yang satu ini. Aktris keturunan Palestina yang kini menetap di Perancis itu tidak membuat tidak membuat Selma Zidane terlihat mengemis-ngemis simpati, pun tidak membuat si janda itu terlihat lemah dan lunglai, sekalipun yang dilawan adalah sebuah opresor yang merasa punya kekuatan untuk membantai. Yang dilakukan Hiam Abbass hanya menampilkan Salma Zidane sebagai seorang jandai yang berdiri sebagai manusia, manusia yang punya nilai-nilai kemanusiaan, cuma manusia yang merasa hak (dan segala kepentingannya) diusik oleh orang yang punya kuasa.<br /><br />Sudah lima puluh tahun Selma Zidane tinggal dan menghidupi kebun lemon di tanah warisan moyangnya itu, dan selama itu juga tidak ada peluru atau bom yang meluncur dari kebunnya, begitu bantah si wanita janda. Kalau-kalau ada peluru yang tiba-tiba meluncur dari kebun lemonnya, menuju kediaman Pak Menteri, yang mana yang salah: kerindangan kebun lemon Bu Salma atau posisi kediaman Pak Menteri?<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-OGgUorM7pxA/Tb5Efkl71DI/AAAAAAAACb4/LQVIblPfNic/s1600/lemon-tree-etz-limon-3.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-OGgUorM7pxA/Tb5Efkl71DI/AAAAAAAACb4/LQVIblPfNic/s1600/lemon-tree-etz-limon-3.jpg" /><br /></div><br />Ah, tapi hukum dan politik memang selalu bicara lain. Walaupun Bu Salma, dan Ziad Daud (Ali Sulaiman) pengacara muda baik hati yang rela membantunya, sudah mati-matian memperjuangkan kasus perdata ini, kebun lemon itu tetap saja dipagari, dan Bu Salma tidak diizinkan menginjakkan kaki di tanahnya sendiri. Bahkan cuma sekedar untuk menyirami kebun lemonnya. Hasilnya, kebun lemon itu jadi kering kerontang. Tapi Bu Salma tidak mau menyerahkan harta warisan berharganya itu begitu saja. Dengan kemantapan dan keberanian yang membuncah-buncah, Bu Salma dan pengacaranya, mengajukan kasus ini ke tingkat Mahkamah Agung (<span style="font-style: italic;">Supreme Court</span>). Tentu saja hal ini menarik hendusan-hedusan hidung nyamuk-nyamuk media massa, bukan cuma lokal dan interlokal, tapi juga internasional. Bendera-bendera berbagai negara pun ditancapkan di kebun lemon Bu Salma, iming-iming mendukung Bu Salma atas nama kemanusiaan. Sementara Pak Menteri, ketika ditanyai, cuma bisa menjawab: “Kenapa sih harus disibukkan oleh sekedar kebun lemon?” Penting <span style="font-style: italic;">gak sih?</span> Ah, politik dan hukum, kadang konyol memang.<br /><br />Gampang mengatakan kalau sebaiknya Bu Salma menerima putusan pengadilan, kebun lemonnya di gusur, dan ia mendapatkan kompensasi, lalu terbang ke Amerika seperti yang disarankan anaknya. Lagipula kebun lemonnya memang tidak seproduktif masa silam. Dan ia cuma tinggal sendirian di rumah kayu di samping kebun lemon itu. Hanya seorang pekerja tua, yang sudah seperti keluarga, yang setidaknya jadi pengobat hari-hari sepi Bu Salma. Bu Salma memang kesepian. Anak-anaknya sudah punya keluarga sendiri-sendiri. Kini ia cuma mau menanti masa tua (walau sebenarnya belum terlalu tua) di kebun lemon itu. Kebun lemon yang penuh memori-memori hangat masa silam.<br /><br />Namun, di lubuk yang paling dasar, Bu Salma memang kesepian. Maka kedatangan si pengacara muda ibarat siraman bagi dahaga kesepiannya itu. Di mata Ziad Daud pun, Bu Salam tetap cantik dan menawan. Tak luput oleh usia. Dan melihat keberanian Bu Salma membangkitkan hasrat tersendiri yang sudah lama diselali. Tapi Bu Salma cukup tahu diri. Walau di saat-saat tertentu, di puncak ia merasa sepi, kecupan kecil pun terjadi.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-yrUdzODmMZY/Tb5IrqPifYI/AAAAAAAACcA/gbRsmyuzxFw/s1600/18926220.jpg-r_760_x-f_jpg-q_x-20080404_122407.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-yrUdzODmMZY/Tb5IrqPifYI/AAAAAAAACcA/gbRsmyuzxFw/s1600/18926220.jpg-r_760_x-f_jpg-q_x-20080404_122407.jpg" /><br /></div><br />Tapi bukan cinta, atau asmara, yang ingin dicerkaskan dari hubungan Bu Salma dan Ziad Daud, melainkan kesepian. Kesepian yang sama yang juga dirasakan Mira (Rona Lipaz-Michael), istri Pak Menteri Pertahanan Israel yang selalu ditinggal pergi kesana-kemari. Kerap kali ia ditanyai temannya, tentang kebahagiannya, ia tidak menjawab kalau ia tidak bahagia. Mira mengerti risikonya sebagai istri menteri. Karena, kerap kali pula suaminya berkata, entah pertanyaan atau pernyataan, “Susah kan jadi Bu Menteri?”<br /><br />Kehadiran sosok Mira ini merupakan penyeimbang penggambaran kaum opresor yang kebanyakan sesuka hati sendiri. Melihat perjuangan, kesusahan, kesendirian, dan ketegaran Bu Salma, membuat Mira menyadari sesuatu: ketidakbahagiannya. Mereka sama-sama sendiri. Mereka sama-sama wanita. Dan karena hal tersebut juga Mira memberi simpati pada Bu Salma yang tinggal di seberang rumahnya, yang tidak diberikan oleh suaminya. Ia juga akan melakukan hal yang sama kalau berada di posisi Bu Salma, tegasnya pada suaminya. Ketika Mira mengucap maaf, Bu Salma memberikan wajah mengerti. Seolah-olah keduanya saling mengerti sebagai wanita.<br /><br />Tentu, bahkan jelas sekali, <span style="font-style: italic;">Lemon Tree</span> bisa dilihat sebagai metafora konflik dua kubu yang sudah tidak perlu saya sebut lagi itu, di mana kediaman Pak Menteri mewakili pihak yang lebih punya kekuatan sehingga merasa lebih punya kuasa (singkatnya: opresor) sementara kebun lemon Bu Salma mewakili pihak yang lebih lemah tapi tetap memberikan perlawanan ketika diberi tekanan. Pihak-pihak seperti Pak Menteri ini terkadang, untuk banyak kasus malah sering, bertindak sewenang-wenang sesuai kuasa yang dirasanya. Pak Menteri, dengan remehnya, menyetujui penggusuran kebun lemon Bu Salma atas namanya. Namun, ketika keluarganya membutuhkan lemon, Pak Menteri sesuaka-hati pula mencuri dari kebun lemon yang bakal digusurnya. Seolah-olah tidak peduli. Seolah-olah tidak punya dosa sama sekali.<br /><br /><span>Pak Menteri tidak mengerti sama sekali betapa nominal berapapun tidak bakal mampu membeli nilai-nilai sentimentil kebun lemon itu bagi Bu Salma. Betapi pohon-pohon lemon itu hidup dan lebih dari sekadar pohon bagi janda itu. Betapa ada nilai-nilai kemanusiaan di balik kebun-kebun lemon itu. Seperti halnya <span style="font-style: italic;">Paradise Now</span>, yang mencoba menyatakan kalau terorisme adalah produk kemanusian, bukan politik atau hukum, penggusuran kebun lemon Bu Salma juga akibat dari krisis kemanusiaan. Hal ini lah yang tidak bakal dimengerti oleh mereka-mereka yang merasa terpelajar yang duduk di ruang sidang atau kursi politik: konyol memang mempertahankan kebun lemon ketimbang keamanan Pak Menteri.<br /><br /></span><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" /></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-88939079316254204002011-04-26T05:58:00.000-07:002011-04-27T08:44:10.077-07:00Introducing: Hiam Abbass<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-XcyL67AFF2w/TbbC8hNOkyI/AAAAAAAACbA/pYia81G1qCU/s1600/Hiam%2BAbbas.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 210px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-XcyL67AFF2w/TbbC8hNOkyI/AAAAAAAACbA/pYia81G1qCU/s320/Hiam%2BAbbas.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5599877531643581218" border="0" /></a>
<br /><div style="text-align: justify;">Saya kira Golsifteh Farahani lah aktris Timur Tengah masa kini yang paling memikat, setidaknya bagi kepala saya. Tanpa mengesampingkan talenta Dian-Sastro-nya sinema Iran masa kini itu, yang bahkan sampai sekarang hipnotis-hipnotis di setiap penampilannya masih membekas di kepala saya, ternyata masih ada Hiam Abbass (atau bisa juga dibaca Hiyam Abbass).<a name='more'></a>
<br />
<br />Mungkin, apalagi untuk standar penonton negeri ini, nama Hiam Abbass memang masih terbilang sangat-amat asing. Pun Golsifteh Farahani. Tidak akan sebanding dengan Kajol, Aishwarya Rai, atau Kareena Kapoor yang sudah tidak perlu ditanya lagi seberapa sering film-film <span style="font-style: italic;">dubbing</span>nya nongol di stasiun televisi swasta. Tapi bukan berarti talenta dan prestasi Hiam Abbass tidak bisa dibandingkan dengan Aishwarya Rai si mantan Miss World (saya pribadi lebih berpendapat kalau bakat Hiam Abbass jauh lebih menarik ketimbang Kajol, Aishwarya Rai, ataupun Kareena Kapoor digabung sekaligus<!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:usefelayout/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:SimSun; panose-1:2 1 6 0 3 1 1 1 1 1; mso-font-alt:宋体; mso-font-charset:134; mso-generic-font-family:auto; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:1 135135232 16 0 262144 0;} @font-face {font-family:"\@SimSun"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:134; mso-generic-font-family:auto; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:1 135135232 16 0 262144 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:SimSun;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <o:shapedefaults ext="edit" spidmax="1026"> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <o:shapelayout ext="edit"> <o:idmap ext="edit" data="1"> </o:shapelayout></xml><![endif]-->—suka atau tidak ini cuma pendapat pribadi).
<br />
<br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-b9qaDfxeLUY/TbbLjivhYfI/AAAAAAAACbI/HmMwpBvZq8k/s1600/Satin-Rouge-thumb-560xauto-25340.gif" src="http://4.bp.blogspot.com/-b9qaDfxeLUY/TbbLjivhYfI/AAAAAAAACbI/HmMwpBvZq8k/s1600/Satin-Rouge-thumb-560xauto-25340.gif" />
<br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:78%;">Hiam Abbass dalam film <span style="font-style: italic;">Satin Rouge</span> (2002)</span>
<br /></div>
<br />Menyatakan Hiam Abbass (lahir di Nazareth, Israel, 30 November 1960) sebagai aktris Timur Tengah bisa dibilang tepat bisa juga tidak tepat. Tepat karena wanita ini jelas-jelas berdarah Palestina, dan tidak tepat karena Hiam Abbass sudah tinggal di Perancis bersama suaminya sejak akhir 80-an. Sejak saat itu juga, sebenarnya, karir Hiam Abbass sudah dimulai melalui serial-serial televisi Perancis. Namun, nama Hiam Abbass baru tertoreh di iklim sinema internasional melalui penampilannya sebagai janda yang dihadapkan pada petualangan mencari jati diri di tengah-tengah fenomena hasrat dan seksualnya di film <span style="font-style: italic;">Satin Rouge</span> (2002), sebuah film produksi Tunisia besutan <span class="new">Raja Amari. Film tersebut memenangkan pengarhgaan di satu-dua festival internasional, seperti <span style="font-style: italic;">Torino International Festival of Young Cinema</span>, <span style="font-style: italic;">Seattle International Film Festival</span>, dan <span style="font-style: italic;">Montréal World Film Festival</span>. Penampilan Hiam Abbass pun mendapat pujian, salah satunya dari Stephen Holden (kritikus film <span style="font-style: italic;">The New York Times</span>) yang memuji penampilan Hiam Abbass sebagai penampilan yang </span>“<span class="new">confident.</span>”
<br />
<br />Semenjak itu karir Hiam Abbass mulai diperhitungkan, baik dalam industri perfilman Perancis maupun Timur Tengah. Hiam Abbass tampil sebagai salah satu lawan main Gérard Depardieu dalam film <span style="font-style: italic;">A Loving Father / Aime ton père</span> (2002). Dua tahun kemudian, Hiam Abbass tampil sebagai pemeran utama sebuah film produksi multinegara (Perancis, Belgia, Mesir, Denmark, dan Morako) yang berjudul <span style="font-style: italic;">Bab el shams</span> (2004). Di tahun yang sama, Hiam Abbass tampil sebagai salah satu tokoh utama dalam film Israel (ko-produksi dengan Jerman dan Perancis) yang berjudul <span style="font-style: italic;">The Syrian Bride</span>. Melalui penampilannya sebagai wanita yang kehidupan pernikahannya tidak bahagia yang hendak dihadapkan pada pernikahan adiknya itu Hiam Abbass mendapatkan nominasi <span style="font-style: italic;">Best Actress</span> <span style="font-style: italic;">European Film Award 2005</span>. Tahun selanjutnya, Hiam Abbass membintangin <span style="font-style: italic;">Paradise Now</span> (2005), film asal Palestina yang membawa pulang Piala Golden Globe untuk kategori <span style="font-style: italic;">Best Foreign Language Film</span> dan menduduki salah satu slot nominasi <span style="font-style: italic;">Best Foreign Language Film Academy Awards</span> 2006.
<br />
<br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-w6BFh2GP8Ec/TbbSNkSXfqI/AAAAAAAACbQ/NXQiyc3oQno/s1600/Free_Zone-6.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-w6BFh2GP8Ec/TbbSNkSXfqI/AAAAAAAACbQ/NXQiyc3oQno/s1600/Free_Zone-6.jpg" />
<br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:78%;">Hiam Abbass, Natalie Portman, dan Hanna Laslo dalam <span style="font-style: italic;">Free Zone</span> (2005)</span>
<br /></div>
<br />Mungkin <span style="font-style: italic;">Free Zone</span> (2005), sebuah <span style="font-style: italic;">road movie</span> besutan Amos Gitai (seorang sutradara Israel), ialah judul selanjutnya yang menarik dari karir Hiam Abbass. Film tersebut bercerita tentang perjalanan menegangkan tiga orang wanita: satu wanita Israel, satu wanita Palestina yang tinggal di daerah <span>Free Zone</span> di perbatasan Jordania-Irak-Saudi Arabia, dan satu wanita Amerika yang terjebak di antara keduanya. Film tersebut berkompetisi dalam Festival Film Cannes 2005, di mana Hanna Laslo berhasil menyabet pengarhaan Aktris Terbaik. Seusai penyelenggaran, Emir Kusturica (<span style="font-style: italic;">filmmaker</span> Serbia yang bertugas sebagai kepala Juri Festival Cannes 2005) menyatakan hendak mempertimbangkan menganugerahi ketiga aktris <span style="font-style: italic;">Free Zone</span> sekaligus (seperti yang dilakukan pada <span style="font-style: italic;">Volver</span>).
<br />
<br />Masih di tahun yang sama, Hiam Abbass mendapat peran (sangat) kecil di film <span style="font-style: italic;">Munich</span> (2005) besutan Steven Spielberg. Di film itu, selain sebagai figuran, Hiam Abbass juga bertindak sebagai pengarah dialek (logat). Setahun selanjutnya Hiam Abbass menyumbangkan suaranya dalam <span style="font-style: italic;">Azur et Asmar </span>(2006), sebuah film animasi <span style="font-style: italic;">feature length</span> dari Belgia. Di tahun yang sama juga, Hiam Abbass mendapatkan peran kecil di sebuah film produksi <span style="font-style: italic;">New Line Cinema</span> (USA), <span style="font-style: italic;">The Nativity Story</span>, berdampingan dengan dua nominator Oscar: Keisha Castle-Hughes dan Shohreh Aghdashloo (seorang aktris Amerika asal Iran). Di tahun 2007, Hiam Abbass didampingkan dengan pemenang Oscar Juliette Binoche di film <span style="font-style: italic;">Disengagment </span>(2007) yang lagi-lagi dibesut oleh Amos Gitai. Di tahun 2007 juga Hiam Abbass unjuk gigi lagi di Hollywood melalui <span style="font-style: italic;">The Visitor</span> (2007), sebuah film karya Thomas McCarthy.
<br />
<br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-ULe8H-zcK8c/TbbSNiHoiSI/AAAAAAAACbY/Nu319hrKyGg/s1600/Lemon%2BTree.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-ULe8H-zcK8c/TbbSNiHoiSI/AAAAAAAACbY/Nu319hrKyGg/s1600/Lemon%2BTree.jpg" />
<br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:78%;">Hiam Abbas dalam <span style="font-style: italic;">Lemon Tree</span> (2008)</span>
<br /></div>
<br />Film selanjutnya, yang bisa dibilang sebagai salah satu penampilan bersinar dari Hiam Abbass ialah <span style="font-style: italic;">Lemon Tree</span> (2008), sebuah film Israel yang berkisah tentang perjuangan seorang wanita Palestina untuk mempertahankan kebun Lemonnya dari gusuran Mentri Pertahanan Israel yang baru saja pindah menjadi tetangganya. Penampilan cemerlangnya di film tersebut membuahkan penghargaan <span style="font-style: italic;">Best Performance by an Actress</span> di <span style="font-style: italic;">2008</span> <span style="font-style: italic;">Asia Pacific Screen Awards</span>. Di tahun yang sama, Hiam Abbass menjadi lawan main Hafsia Herzi, yang berhasil mengguncan Festival Film Venice melalui debutnya di <span style="font-style: italic;">La graine et le mulet</span> (2007), dalam film <span style="font-style: italic;">Dawn of the World</span> (2008). Di film itu Hiam Abbass berperan sebagai ibu dari seorang tentara Irak.
<br />
<br />Di tahun 2009, lagi-lagi Hiam Abbass mencoba unjuk gigi di depan penonton Amerika melalui sebuah film <span style="font-style: italic;">indie</span>, <span style="font-style: italic;">Amreeka</span> (2009)<span style="font-style: italic;">,</span> tentang kehidupan keluarga Palestina pasca tragedi 9/11 (yang menurut saya pribadi, sekalipun masih jauh dari film yang sangat bagus, jauh lebih menarik ketimbang <span style="font-style: italic;">My Name is Khan</span> (2010) nya Kajol). Mungkin kerja terbaru Hiam Abbass yang paling mencolok adalah <span style="font-style: italic;">Miral</span> (2010), sebuah film arahan <span>Julian Schnabel</span> yang sebelumnya berhasil menoreh nama melalui <span style="font-style: italic;">The Diving Bell and the Butterfly</span> (2007). Di film itu, Hiam Abbass menjadi lawan main sederet nama yang sudah tidak asing lagi seperti Vanessa Redgrave (di <span style="font-style: italic;">opening</span> film), Willem Dafoe, dan Frieda Pinto (yang menurut saya terlalu India untuk memerankan seorang gadis Palestina). Hiam Abbass memerankan Hind al-Husseini (tokoh yang benar-benar ada), seorang pekerja kemanusiaan Palestina yang mengasuh (memberi makan, tempat tinggal, dan kemudian pendidikan) 55 anak yatim piatu korban pembantaian Deir Yassin di Palestina.
<br />
<br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-_Wky2X1hLGs/Tbgows3uNzI/AAAAAAAACbg/-xMRIKXgmRE/s1600/miral18.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-_Wky2X1hLGs/Tbgows3uNzI/AAAAAAAACbg/-xMRIKXgmRE/s1600/miral18.jpg" />
<br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:78%;">Frieda Pinto dan Hiam Abbass dalam <span style="font-style: italic;">Miral</span> (2010)</span>
<br /></div>
<br />Yang menarik dari Hiam Abbass, bagi saya, ialah kemampuannya untuk bisa menjadi apa saja, dan tetap terlihat sebagai manusia biasa saja (baca: manusiawi). Wanita ini bisa menyulap dirinya menjadi pemilik kebun lemon yang biasa-biasa saja, menjadi penari perut, menjadi ibu (bahkan tidak cuma sekali dua kali), bahkan ketika menjadi seorang wanita yang nyaris tidak bisa dipercaya adanya tindakan mulianya, Hiam Abbass tetap terlihat manusiawi. Yang saya tangkap, kunci dari setiap kenikmatan penampilan Hiam Abbass adalah kebesaran batin, keluhuran, dan martabat kemanusiaannya yang selalu terasa. Dengan begitu, bahkan dalam melodrama sabun sekalipun, penampilan Hiam Abbass tetap memiliki pesona <span style="font-style: italic;">inner</span> yang mengejutkan. Dalam film seperti <span style="font-style: italic;">Free Zone</span> dan <span style="font-style: italic;">Miral</span>, Hiam Abbass juga terbukti mampu mengontrol dan mengkadar emosi dan penampilannya sehingga tidak terkesan merajai dan mendominasi. Bahkan Hiam Abbass tetap memberikan penampilan yang rendah hati ketika memegang senjata api.
<br />
<br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-kJ70NLplqew/Tbgowwj39II/AAAAAAAACbo/kj6hIAXKuBU/s1600/original.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-kJ70NLplqew/Tbgowwj39II/AAAAAAAACbo/kj6hIAXKuBU/s1600/original.jpg" /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:78%;">Hiam Abbass dalam <span style="font-style: italic;">Everyday is a Holiday</span> (2009)</span>
<br /></div>
<br />
<br /><span style="font-weight: bold;">Filmografi:
<br /></span>1989 <span style="font-style: italic;">La nuit miraculeuse</span> (TV movie)
<br />1993 <span style="font-style: italic;">Antoine Rives, juge du terrorisme </span>(TV series)
<br />1994 <span style="font-style: italic;">3000 scénarios contre un virus</span> (TV series)
<br />1996 <span style="font-style: italic;">When the Cat's Away</span>
<br />1996 <span style="font-style: italic;">Haïfa </span>
<br />1998 <b> </b><span style="font-style: italic;">Raddem</span> (short)
<br />1998 <span style="font-style: italic;">Histoire naturelle</span> (film pendek)
<br />1998 <span style="font-style: italic;">Living in Paradise</span>
<br />1998 <span style="font-style: italic;">Venise est une femme</span> (TV movie)
<br />2000 <span style="font-style: italic;">Mix-cité</span> (TV movie)
<br />2001 <span style="font-style: italic;">Ali, Rabiaa et les autres</span>
<br />2001 <span style="font-style: italic;">Ligne 208</span>
<br />2001 <span style="font-style: italic;">Le mariage en papier</span> (short)
<br />2001 <span style="font-style: italic;">Le pain</span> (short) ³
<br />2001 <span style="font-style: italic;">L'ange de goudron</span>
<br />2002 <span style="font-style: italic;">We Need a Vacation</span>
<br />2002 <span style="font-style: italic;">Red Satin</span> ¹
<br />2002 <span style="font-style: italic;">A Loving Father</span>
<br />2003 <span style="font-style: italic;">Pierre et Farid</span> (TV movie)
<br />2004 <span style="font-style: italic;">La Danse éternelle</span> ²
<br />2004 <span style="font-style: italic;">Bab el shams</span>
<br /> 2004 <span style="font-style: italic;">The Syrian Bride</span> ¹
<br /> 2004 <span style="font-style: italic;">Nadia et Sarra</span> ¹
<br /> 2005 <span style="font-style: italic;">Paradise Now</span> ¹
<br /> 2005 <span style="font-style: italic;">Sur les traces de Mélanie</span> (film pendek)
<br /> 2005 <span style="font-style: italic;">Free Zone</span> ¹
<br /><span style="font-style: italic;"> </span>2005 <span style="font-style: italic;">The Demon Stirs</span>
<br /><span style="font-style: italic;"> </span>2005 <span style="font-style: italic;">Munich</span> <meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:usefelayout/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:SimSun; panose-1:2 1 6 0 3 1 1 1 1 1; mso-font-alt:"Arial Unicode MS"; mso-font-charset:134; mso-generic-font-family:auto; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:1 135135232 16 0 262144 0;} @font-face {font-family:Georgia; panose-1:2 4 5 2 5 4 5 2 3 3; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} @font-face {font-family:"\@SimSun"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:134; mso-generic-font-family:auto; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:1 135135232 16 0 262144 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:SimSun;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]-->¹
<br /><span style="font-style: italic;"> </span>2006 <span style="font-style: italic;">Azur et Asmar</span> ¹
<br /><span style="font-style: italic;"> </span>2006 <span style="font-style: italic;">The Nativity Story</span> ¹
<br /><span style="font-style: italic;"> </span>2007 <span style="font-style: italic;">Conversations with My Gardener</span>
<br /><span style="font-style: italic;"> </span>2006 <span style="font-style: italic;">Petites révélations</span>
<br />2007 <span style="font-style: italic;">Disengagement</span> ¹
<br /> 2007 <span style="font-style: italic;">The Visitor</span> ¹
<br /> 2008 <span style="font-style: italic;">Blanche</span> (short)
<br /> 2008 <span style="font-style: italic;">Béthune sur Nil</span> (TV movie)
<br /> 2008 <span style="font-style: italic;">The Feelings Factory</span>
<br /> 2008 <span style="font-style: italic;">Un roman policier</span>
<br /> 2008 <span style="font-style: italic;">Lemon Tree</span> ¹
<br />2008 <span style="font-style: italic;">Dawn of the World</span> ¹
<br />2008 <span style="font-style: italic;">Fatoush</span> (short)
<br />2008 <span style="font-style: italic;">Kandisha</span>
<br />2008 <span style="font-style: italic;">Pomegranates and Myrrh</span>
<br />2009 <span style="font-style: italic;">Amreeka</span> ¹
<br />2009 <span style="font-style: italic;">Espion(s)</span>
<br /> 2009 <span style="font-style: italic;">Human Zoo</span> ¹
<br /><span style="font-style: italic;"> </span>2009 <span style="font-style: italic;">The Limits of Control</span>
<br /> 2009<span style="font-style: italic;"> Persécution</span>
<br /> 2009 <span style="font-style: italic;">Everyday Is a Holiday</span> ¹
<br /> 2010 <span style="font-style: italic;">Habibti</span> (short)
<br /> 2010 <span style="font-style: italic;">Suite parlée</span>
<br /> 2010 <span style="font-style: italic;">Clichés</span> (short)
<br /> 2010 <span style="font-style: italic;">Histoires de vies</span> (TV series)
<br /> 2010 <span style="font-style: italic;">Miral</span> ¹
<br /> 2010 <span style="font-style: italic;">Le temps de la ball</span>e (short)
<br /> 2010 <span style="font-style: italic;">I Am Slave</span>
<br />2010-2011 <span style="font-style: italic;">The Promise</span> (TV mini-series)
<br />2011 <span style="font-style: italic;">Peace After Marriage</span> (upcoming)
<br />2011 <span style="font-style: italic;">Romance in the Dark</span> (upcoming)
<br />2011 <span style="font-style: italic;">Do Not Forget Me Istanbul</span> (upcoming)
<br />2011 <span style="font-style: italic;">Le sac de farine</span> (upcoming)
<br />2011<span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"> </span>Les jeux des nuages et de la pluie</span> (upcoming)
<br />2012 Inheritance (upcoming) ²
<br />
<br />¹ film-film yang dibintangi Hiam Abbass yang sudah saya tonton.
<br />² disutradarai oleh Hiam Abbass
<br />³ disutradarai dan dibintangi Hiam Abbass
<br /></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-45407768446993261132011-03-30T07:26:00.001-07:002011-07-22T20:55:53.395-07:00Orlando<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://1.bp.blogspot.com/-Nkhmkf1qvxQ/TimYoSIgy6I/AAAAAAAACf8/zjZoxQfJg3Y/s1600/Kinema.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 186px; height: 320px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-Nkhmkf1qvxQ/TimYoSIgy6I/AAAAAAAACf8/zjZoxQfJg3Y/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5632200626833247138" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Sally Potter<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Tilda Swinton, Quentin Crisp, Billy Zane, Jimmy Somerville, John Wood, John Bott, Elaine Banham, Anna Farnworth, Sara Mair-Thomas, Anna Healy, Dudley Sutton, Simon Russell Beale, Matthew Sim, Charlotte Valandrey, Toby Stephens, Oleg Pogodin, Heathcote Williams, Thom Hoffman, Sarah Crowden, Lol Coxhill<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1992<br /><br />Diangkat dari novel <span style="font-style: italic;">Orlando: A Biography</span> karya Virginia Woolf.<br /><br />Mungkin Orlando (Tilda Swinton) termasuk salah satu manusia sempena, itu pun jikalau benar-benar nyata adanya. Ia bersyafaat untuk menggarami masa berbagai jaman. Pun turut merasa hidup dengan dua kelamin berbeda; jejantan dan perempuan. Jelas sekali, salah satu novel termasyhur Virginia Woolf ini merupakan studi masa, kelamin, dan keberadaan insani.<a name='more'></a><br /><br /><span style="font-style: italic;">Orlando</span> bukan tentang plot, ataupun konflik, melainkan lebih berupa studi insani: Apa bedanya dilahirkan sebagai perempuan atau kebalikan? Lelaki tak akan tahu pasti, pun sebaliknya. Tak heran film semacam ini diusung dari karya tangan Virginia Woolf, yang memang tersohor akan argumen-argumen sastrawinya yang memecah persoalan gender dan strata. (Yup, Virginia Woolf salah satu penulis yang paling menginspirasi saya.)<br /><br />Orlando, diperankan oleh Tilda Swinton ketika bertunas jantan maupun berpucuk perempuan, dijabarkan berpostur tubuh bak androgini. Tilda Swinton, sekalipun sejatinya tak androgini, memang betullah berpostur bak androgini. Sisi menariknya, Tilda Swinton mampu menghayati feminitas saat berwujud lelaki, pun dapat meresapi maskulinitas saat berbidang perempuan. Dimulai dari ujung era Elizabeth I (diperankan cross-gender oleh Quentin Crisp), Orlando menjalani satu jaman ke jaman lain dengan dua identitas berbeda; lelaki di setengah film awal dan perempuan di setengah film akhir.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-O9g-hV8E_YI/TimXypeef7I/AAAAAAAACf0/k3Gis-uo-70/s1600/Kinema.jpg" src="http://4.bp.blogspot.com/-O9g-hV8E_YI/TimXypeef7I/AAAAAAAACf0/k3Gis-uo-70/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Sekali, Ratu Elizabeth memberi petuah: Bahwasanya Orlando boleh memiliki rumah mewahnya selama-lamanya, asalkan ia mampu mempertahankan kemudaannya. Begitulah selanjutnya: Orlando kekal. Dengan masa yang berbeda, Orlando menghadapi permasalahan yang berbeda. Dengan kelamin yang berbeda, kesulitan yang dihadap pun turut berbeda pula. Tatkala berwujud lelaki, Orlando disibukkan pada ikhwal dominasi dan kegagahan: Mencampakkan tunangan demi cinta, merasakan karma, sampai perihal perang dan perihnya pengkhianatan. Yang mana yang lebih menyakitkan: Pengkhianatan perempuan atau lelaki? Manakala berraut perempuan, Orlando malah mendapat tekanan yang berbeda: Mulai dari persoalan hak sampai persoalan seks. Mana yang lebih naim: Menjadi lelaki atau perempuan?<br /><br />Terebab khuluk dan perangainya yang sering tak wajar, sejatinya tiada novel Virginia Woolf yang mudah untuk diadaptasi ke layar lebar. (Saya tak terlalu suka dengan adaptasi <span style="font-style: italic;">stream of consciousness</span> pada novel <span style="font-style: italic;">Mrs. Dalloway</span>.) Untungnya, sejauh ini, <span style="font-style: italic;">Orlando</span> lah yang paling memuaskan. Sally Potter memotong beberapa detil jaman, pun tak terlalu repot mendeskripsikan ketakwajaran. Pilihan untuk menitkberatkan pada nanah pokoknya adalah pilihan tepat untuk melepaskan film ini dari kebosanan. (Bukan berarti saya menyatakan bosan pada novel Virginia Woolf, saya suka, tapi saya tak yakin andaikata diadaptasi menjadi film dengan cara polos dan legat.)<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" /></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-46533018119078306152011-03-28T01:35:00.000-07:002011-07-17T11:54:41.004-07:00The Madness of King George<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a href="http://4.bp.blogspot.com/-DWUdci01hp4/TiKALWESxSI/AAAAAAAACfU/hv0Hn-EtvE4/s1600/Kinema.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 220px; height: 320px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-DWUdci01hp4/TiKALWESxSI/AAAAAAAACfU/hv0Hn-EtvE4/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5630203416557045026" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Nicholas Hytner<br /><span style="font-weight: bold;">Pemain:</span> Nigel Hawthorne, Helen Mirren, Ian Holm, Rupert Graves, Amanda Donohoe, Rupert Everett, Julian Rhind-Tutt, Julian Wadham, Jim Carter, Geoffrey Palmer, Charlotte Curley, Anthony Calf, Matthew Lloyd Davies, Adrian Scarborough, Paul Corrigan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1994<br /><br />Kalau <span style="font-style: italic;">The King's Speech</span> bercerita tentang calon raja pesakitan yang segan naik tahta, pendahulunya ini berkisah tentang raja tua pesakitan yang enggan turun tahta. Manakalah di <span style="font-style: italic;">King's Speech</span> simpati penonton timbul akibat tingkah bodoh sang calon raja yang sudah lebih dulu memandang rendah potensi dirinya, di film ini si raja dianggap bodoh malah karena menghancurkan segala yang ia punya.<a name='more'></a><br /><br />Di awal saja film sudah dihadapkan pada kehancuran kekuasan Raja George III (Nigel Hawthorne) atas Amerika yang semula di bawah tekuk lututnya. Belum lagi putranya, Prince of Wales (Rupert Everett) makin lama makin tak sabaran ingin bertahta di kursi raja. Hubungan bapak-anak semakin meregang. Suatu pagi si Raja keluar dari istana hanya dengan mengenakan piyama (tak layak pandang), dibuntuti Ratu (Helen Mirren) serta pengikut-pengikutnya yang kesemuanya kebingungan. Tanpa permisi si Raja mencumbu <span style="font-style: italic;">lady-in-waiting</span> kepercayaan Ratu demi melampiaskan polah seksualnya. Di sebuah konser yang menjemukan, si Raja mendadak muak hanya karena seorang bansawan hamil sekedar pingin duduk. Di konser lainnya, si Raja bergulat dengan anaknya sendiri. Di tengah ingar-bingar itu, si Ratu nan setia cuma bisa bersumringah demi menjaga citra. Di sebuah momen-momen intens, sehabis diludahi suaminya, dengan muka penuh kasih tapi pasti, si Ratu bertanya pada suaminya: “Apakah kamu merasa tak sehat?”<br /><br /><div style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-Fika_veIjLg/TiKALTF0opI/AAAAAAAACfM/Xul3DQQeYDI/s1600/Kinema.jpg"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-Fika_veIjLg/TiKALTF0opI/AAAAAAAACfM/Xul3DQQeYDI/s1600/Kinema.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-Fika_veIjLg/TiKALTF0opI/AAAAAAAACfM/Xul3DQQeYDI/s1600/Kinema.jpg" /></a><br /></div><br />Tak terpikir aktor-aktris Inggris lain yang mampu membawakan adegan itu secemerlang Nigel Hawthorne dan Helen Mirren. Vanessa Redgrave? Mungkin. Mungkin juga tak secerkas itu. Deretan bintang televisi Inggris yang memenuhi peran-peran pembantu juga turut berkontribusi pada nikmatnya kejenakaan film ini.<br /><br />Seorang dokter khusus kejiwaan didatangkan (Ian Holm). Metoda yang ia gunakan cukup masokis; membuat seisi istana tercengah-cengah sambil kucar-kacir sendiri. Di sisi lain, kelompok pendukung Prince of Wales malah memanfaatkan situasi untuk berusaha menyetir parlemen untuk bersegera mengunmumkan pemindahaan tahta yang sedang kosong. Berhubung teknologi psikiatri masa itu belum mampu mencapai penyakit si Raja (yang menurut ilmu medis modern diduga sebagai acute intermittent porphyria), maka kembali pada si Raja urusan kesehatannya.<br /><br />Berbeda dengan humor <span style="font-style: italic;">The King's Speech</span> yang cenderung anggun-malu-malu, humor pada <span style="font-style: italic;">The Madness of King George</span> lebih banal dan tak tahu malu. Lucunya, Nicholas Hytner malah menabraknya dengan tata-gaya elegan. Tentu jenaka melihat tingkah-polah si Raja yang semakin menggila, sementara seisi istana yang masih waras berusaha seelegan mungkin menutupi. Nicholas Hytner juga tak serta merta hilang rasa pada bagian melankolinya, tanpa perlu bersentimentil. Pun ia tak kehilangan urgensi.<br /><br />Sebetulnya <span style="font-style: italic;">The King's Speech</span> dan <span style="font-style: italic;">The Madness of King George</span> mempunya kesamaan: Pancuran kenikmataan dari pencak-silat akting para pemainnya. Kala tokoh Colin Firth menyembuhkan ketidakmampunya dengan keberanian dan kepercayaan diri, George III malah mengalahkan kegilaannya menggunakan keeksentrikan. Keeksentrikan berbeda tipis dengan kegilaan, bukan?<br /><br /><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" /></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-66702969203336442482011-03-27T13:23:00.000-07:002011-03-29T08:58:41.810-07:00時をかける少女, Toki o Kakeru Shōjo<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><span style="text-decoration: underline;"><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-991DHoTEr5c/TY-exslPf-I/AAAAAAAACaY/IHzWs_dW7Xk/s1600/Kinema.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-991DHoTEr5c/TY-exslPf-I/AAAAAAAACaY/IHzWs_dW7Xk/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Mamoru Hosoda<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2006<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">The Girl Who Leapt Through Time</span><span><br /><br /></span>Film ini dibuat berdasarkan novel <span style="font-style: italic;">Toki o Kakeru Shōjo</span> karya Yusataka Tsutsui.<br /><br />Film ini bukan benar-benar adaptasi dari novel keluaran tahun 1967 yang sudah pernah diadaptasidua kali itu (empat kalau adaptasi televisi dihitung juga). Mungkin <span style="font-style: italic;">The Girl Who Leapt Through Time</span> ini bisa dibilang <span style="font-style: italic;">sequel</span> dari novel itu. Apalagi tokoh utama novel tahun 1967 itu muncul di film ini sebagai tante dari si protagonis.<a name='more'></a><br /><br />Saya belum pernah membaca novel klasik itu. Melihat wujud fisiknya dengan mata kepala sendiri pun belum. Tapi berdasarkan sumber-sumber sintkat di internet bisa dibilang kalau intisari cerita yang ditawarkan anime ini kurang lebih sama denga novel klasik itu. Film ini bercerita tentang persahabatan si tomboy Makoto dengan dua pejantan di sekolahnya, si Chiaki yang selengekan dan si Kousuke yang <span style="font-style: italic;">cool</span>.<span style="font-style: italic;"></span> Film ini berkutat seputar carut-marut persahabatan mereka. Carut marut? Tidak ada carut marut kok dari persahabatan mereka, sebenarnya. Semuanya berjalan lancar-lancar saja. Persahabatan ketiganya terjalin indah terutama di lapangan <span style="font-style: italic;">baseball</span>. Sampai satu hal terjadi: tanpa sengaja Makoto mendapatkan kekuatan untuk melompati waktu ke masa lalu.<br /><br />Makoto pun keranjingan menggunakan kemampuan barunya, sampai-sampai tidak sadar kalau-kalau prilakunya itu bisa saja merugikan orang lain. <span>Nah, masalah sebenarnya baru muncul ketika salah satu dari sobatnya Makoto itu menyatakan cinta. Dua lelaki bersahabat dengan satu perempuan, bisa jadi hal runyam kalau sudah menyangkut urusan cinta, kan? Makoto yang <span style="font-style: italic;">shock</span> langsung saja menggunakan kemampuannya untuk mencegah pernyataan cinta tersebut. Sayangnya semuanya selalu ada risikonya. Semakin parah risikonya, semakin Makoto ingin memperbaiki kembali kebodohannya.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-LQui290gpqs/TY-fkrfahMI/AAAAAAAACag/4bV-bCDMX2E/s1600/Kinema.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-LQui290gpqs/TY-fkrfahMI/AAAAAAAACag/4bV-bCDMX2E/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><span><br />Yang paling menarik dari <span style="font-style: italic;">feature film</span> buah karya animator yang sebelumnya membesut <span style="font-style: italic;">Digimon: The Movie</span> ini adalah emosinya. Sekalipun Makoto, dan tokoh-tokoh lainnya, sekedar kartun hasil corat-coret pensil semata, sekalipun mereka bukan manusia nyata, dampak emosional yang dihasilkan malah terasa sangat kuat. <span style="font-style: italic;">The Girl Who Leapt Through Time</span> tahu betul bagaimana membuat penontonnya berempati dan bereaksi.<br /><br />Untuk urusan membuat penontonnya bereaksi, <span style="font-style: italic;">mood</span> film ini tidak semata-mata sekedar sentimentil dan emosional saja. Ada kalanya penonton disuguhkan humor-humor ringat. Ada pula bagian-bagian yang dibuat untuk menghangatkan hati. Penokohan-penokohan, bahkan tokoh kecil sekalipun, pada yang diberikan rasanya tepat digunakan pada tiap momennya. Dan film ini selalu berhasil menempatkan <span style="font-style: italic;">mood</span> yang tepat pada momen yang tepat. Lompatan waktu yang dilakukan Makoto mungkin tidak sefantastis <span style="font-style: italic;">Back to the Future</span> atau<span style="font-style: italic;"> Terminator</span>, walaupun begitu animasi ini tetap punya cara-cara yang tepat untuk membuat penontonnya tergerak.<br /><br /></span><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" /></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-21057826690971136622011-03-27T02:00:00.000-07:002011-03-28T22:30:59.098-07:00Моя любовь, Moya lyubov<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-zDCl3OZ0sF0/TY79QVIZICI/AAAAAAAACaA/IG_1gUNCVKc/s1600/Kinema.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 209px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-zDCl3OZ0sF0/TY79QVIZICI/AAAAAAAACaA/IG_1gUNCVKc/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5588682644605444130" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Aleksandr Petrov<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2006<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">My Love</span><br /><br />Film ini diangkat dari novel <span style="font-style: italic;">A Love Story</span> karya Ivan Shmelyov.<br /><br />Melalui <span style="font-style: italic;">My Love</span>, animasi teranyar Aleksandr Petrov sampai detik ini, Aleksandr Petrov mencoba menyuguhkan sebuah opera percinta-cintaan. Animasi yang diangkat dari novel klasik Rusia ini juga bisa dipandang sebagai sebuah <span style="font-style: italic;">coming-of-age</span> seputar petualangan seorang bocah mencari cinta sejatinya.<a name='more'></a><br /><br />Bocah itu bernama Antosha. Umurnya kira-kira enam belas tahunan. Antosha, yang sedang di ujung tanduk masa-masa keremajaan, terobsesi pada sesosok wanita idaman dalam impian. Dalam khalayan. Ilusi idealisnya. Wanita yang selalu diharap bakal jadi kekasih pertamanya. Bakal memberi kecupan pertamanya. Suatu hari Antosha berjumpa dengan sosok yang nyaris menyerupai dewi impiannya itu. Wanita tersebut bernama Serafima, seorang wanita misterius kelas atas. Di sisi lain, Antosha juga merasakan ketertarikan pada Pasha, seorang pelayan dungu yang tidak bisa baca-tulis. Pasha menulis surat cinta buat Serafima. Di saat yang bersamaan Pasha juga tidak bisa menahan cintanya pada Pasha.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-Ow-fy0QjBqg/TY-V1MiVTjI/AAAAAAAACaI/OU5LJdjEZIk/s1600/Kinema.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-Ow-fy0QjBqg/TY-V1MiVTjI/AAAAAAAACaI/OU5LJdjEZIk/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Gejolak Antosha pada Serafima mewakili idealisme-idealisme para pemuda dalam membayangkan wanita idamannya. Sementara cinta Antosha pada Pasha mewakili perasaan tulus yang tidak kenal batasan kasta ataupun usia. Nyatanya tidak ada yang benar-benar idealis. Tidak ada yang bakal benar-benar serupa dengan apa yang difantasikan Antosha. Ketika sebuah kecacatan muncul, Antosha pun belajar bahwa cinta bisa juga berupa harga yang harus dikorbankan.<br /><br />Agak mengherankan memang seorang Aleksandr Petrov mengangkat sebuah kisah sentimentil. Jelas sangat berbeda dengan karya-karya sebelumnya yang cenderung penuh nilai-nilai filosofis tingkat tinggi. Walau begitu, bukan Aleksandr Petrov kalau tidak mampu menghipnotis dengan lukisan-lukisan menawan di sepanjang durasi. Lengkap dengan pesona impresionistik yang sudah jadi ciri khasnya, tapi kali ini dipadukan dengan nada melodramatis.<br /><br />Nyatanya ada juga yang mengkritik karya terbaru Petrov ini. Sebagian besar mengkritik bahwa Petrov hanya mengandalkan teknis yang menghipnotis pada kisah melodramatis ini. Saya rasa tidak ada yang salah dengan itu. Dan bagi saya tidak sepenuhnya benar juga kalau <span style="font-style: italic;">My Love</span> dikatakan sebagai sebuah pagelaran kepiawaian teknik animasi. Sejauh yang saya tangkap, Petrov sangat berhasil menggambarkan gairah generasi muda di dalam filmnya. Petrov berhasil menangkap fase di mana hormon dan roman bergejolak-gejolak di ruangan yang sama.<br /><br /><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-o-frsfqjRoA/TWvFBpbN7BI/AAAAAAAACMU/zytjhugi5Ug/s1600/A.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-o-frsfqjRoA/TWvFBpbN7BI/AAAAAAAACMU/zytjhugi5Ug/s1600/A.bmp" /></div></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-67012401851785202032011-03-27T00:04:00.000-07:002011-03-27T01:35:55.176-07:00Старик и море, Starik i more<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-P_iLJG0nPSg/TY7i7MJSNmI/AAAAAAAACZw/wiOYNaO28h8/s1600/Kinema.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 230px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-P_iLJG0nPSg/TY7i7MJSNmI/AAAAAAAACZw/wiOYNaO28h8/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5588653694113691234" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Aleksandr Petrov<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1999<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">The Old Man and the Sea</span><br /><br />Film ini diangkat dari novel <span style="font-style: italic;">The Old Man and the Sea</span> karya Ernest Hemingway<br /><br />Santiago itu nelayan tua miskin yang merasa sudah mulai pudar kepiawaiannya sebagai nelayan. Tidak seperti waktu muda dulu ketika ia tahan banting panco non-stop dari Minggu pagi ke Senin pagi. Dasar Santiago walau tua tetap saja tidak berkurang kebanggan dirinya. Walau sudah berhari-hari miskin ikan, Santiago saja tetap melaut.<a name='more'></a><br /><br />Hidup Santiago di gubuk tua ditemani seorang bocah laki-laki (kalau di novel namanya Manolin) yang selalu setia menanti kepulangannya. Manolin mengaggumi Santiago baik sebagai nelayan maupun sebagai pria tua yang sudah puas makan garam. Manolin ini merupakan simbolisme dari keyakinan dan semangat hidup Santiago. Ketika Santiago terdampar sendirian di lautan, ia berharap Manolin berada di dekatnya.<br /><br />Sayangnya Santiago memang sendirian terdampar di tengah lautan lepas. Umpannya digigit ikan. Enta beruntung atau sial, ikan itu berukuran sangat besar sampai-sampai mampu menarik Santiago bermil-mil jauhnya. Berhari-hari lah Santiago bertarung melawan si ikan besar.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-_ZlrEzEZ1XU/TY7kHRcR8fI/AAAAAAAACZ4/BuUJ_C206_w/s1600/Kinema.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-_ZlrEzEZ1XU/TY7kHRcR8fI/AAAAAAAACZ4/BuUJ_C206_w/s1600/Kinema.jpg" /><br /></div><br />Kisah sederhana tentang pertarungan Santiago, nelayan tua pesisir Kuba,<span style="font-style: italic;"></span> melawan seekor ikan Marlin raksasa di tengah lautan lepas luas ini rasanya sudah cukup dikenal meluas (entah ya kalau di Indonesia). Santiago digambarkan sebagai pria alam. Pria yang sepertinya tahu betul situasi-situasi alam. Mungkin juga karena memang Santiago sudah banyak makan garam di lautan. Santiago bangga pada dirinya sendiri, tapi tidak serta-merta angkuh apalagi congkak. Kebanggaan yang ditunjukkannya berada pada level bijak. Ketika ia berhasil mengalahkan si ikan raksasa, Santiago tidak serta-merta keranjingan. Santiago justru merasa bersalah, dan menaruh hormat pada musuh yang dia lawan berhari-hari itu. Santiago semakin terpukul ketika ia harus mengorbankan si ikan raksasa. Ia menyesal.<br /><br />Tanpa pikir panjang lagi Aleksandr Petrov memang salah satu dari segelintir animator modern favorit saya. Beliau juga salah satu dari dua animator Rusia yang bakal saya ingat namanya (sesuah apapun itu), berbarengan dengan Yuriy Norshteyn. Sejauh ini memang belum ada satupun karya-karyanya yang mengecewakan, malah kesemuanya sangat-sangat fantastis, magis, dan menghipnotis. Kepiawaian gaya animasi lukisnya, cat minyak di lembaran kaca (sebuah teknik yang sudah jadi ciri khas Rusia), memang sudah tidak perlu diragukan lagi.<br /><br />Berhasil menyulap empat kisah dari pengarang ternama Rusia ke dalam wujud animasi, giliran karya tersohornya Ernerst Hemingway yang dilahap. Pesona-pesona coretan Aleksandr Petrov memang tidak pernah pupus, termasuk di film ini. Konon lebih dari 29000 lembar lukisan dilukis oleh Petrov dan anaknya untuk film yang berdurasi kurang lebih 20 menit ini. Lukisan-lukisan tersebut tampil sangat realistis, di sisi yang lain lembaran kaca yang digunakan memberikan efek <span style="font-style: italic;">dream-like</span> yang sangat menghipnotis. Sekalipun Anda tidak peduli dengan film tentang memancing, saya yakin Anda tetap bisa mengaggumi keindahan <span style="font-style: italic;">The Old Man and the Sea</span>.<br /><br /><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-44274782955642281252011-03-26T04:51:00.000-07:002011-03-26T10:25:10.782-07:00원더풀 데이즈, Wondeopul Deijeu<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/-roDRzBv47zM/TY3Udwa5PcI/AAAAAAAACZY/C7MB5WP7_tM/s1600/Kinema.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 226px; height: 320px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-roDRzBv47zM/TY3Udwa5PcI/AAAAAAAACZY/C7MB5WP7_tM/s320/Kinema.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5588356320315653570" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Kim Moon-saeng & <span class="new">Park Sun-min</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2003<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Wonderful Days</span> / <span style="font-style: italic;">Sky Blue</span><span><br /><br />Giliran Korea Selatan unjuk gigi di bidang <span style="font-style: italic;">feature</span> animasi. Ini jelas bukan animasi pertama dari Korea Selatan. Masih ada <span style="font-style: italic;">Heungbu and Nolbu</span> (1969) sebuah <span style="font-style: italic;">clay animation</span> (<span style="font-style: italic;">stop-mation</span> dari boneka tanah liat) bikinan Gang Tae-ung. Tapi <span style="font-style: italic;">Wonderful Days</span> lah <span style="font-style: italic;">feature</span> film animasi modern Korea Selatan yang pertama kali saya tonton. Dan sepertinya Korea Selatan masih belum benar-benar berani unjuk gigi melalui film ini.<a name='more'></a><br /><br /><span style="font-style: italic;">Wonderful Days</span> masih terlihat terbata-bata. Dan belum benar-benar unjuk gigi. Bukan dari segi animasinya, tapi dari segi cerianya. Film animasi juga butuh cerita, bukan? Kalau mau asal-asalan bikin istilah, saya coba-coba bikin istilah buat <span style="font-style: italic;">Wonderful Days</span>: </span>“Kalau mau membuat karya yang buruk, buatlah karya yang buruk dengan baik.” Rasanya istilah itu sudah cukup tepat untuk film ini.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-E7x_LqD2z98/TY3VGCKvwDI/AAAAAAAACZo/iPe02pLJOhk/s1600/wonderfuldays08.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-E7x_LqD2z98/TY3VGCKvwDI/AAAAAAAACZo/iPe02pLJOhk/s1600/wonderfuldays08.jpg" /><br /></div><br /><span style="font-style: italic;">Wonderful Days</span> berlatar kurang lebih di tahun 2142, di mana polusi dan bencana alam sudah menghancur-leburkan peradaban yang sudah susah-payah dibangun puluhan tahun. Sebuah kota berteknologi tinggi yang mampu mengembangkan diri sendiri dengan memanfaatkan polusi udara (sebagai bahan bakar), disebut ECOBAN, dibangun oleh para kaum elit. Namun, semakin lama udara semakin bersih, dan ECOBAN kehabisan energi. Yang artinya, kepemimpinan para kaum elit di ECOBAN juga terancam. Demi mempertahankan posisi, pengaruh, dan kekuasaan, para kaum elit ECOBAN berencana memolusikan lagi udara. Menghancurkan lingkungan kaum kelas bawah (yang disebut Marrians). Perlawanan pun terjadi.<br /><br />Tidak ada yang istimewa dari kisah yang dijanjikan di atas. Dan tidak lebih dari sekedar utak-atik tema klise yang sudah sering diangkat-angkat ke <span style="font-style: italic;">video game</span> atau film-film atau komik-komik<span style="font-style: italic;"> science fiction</span> bertemakan lingkungan <span style="font-style: italic;">post-apocalypse</span> masa depan. Tidak perlu saya beri contoh rasanya. Bagi yang sudah akrab, pasti bakal langsung hapal dengan tema semacam ini. Saya tidak masalah dengan tema utak-atik. Tema-tema utak-atik bisa saja diinovasikan atau malah diorisinilkan sedemikian rupa, bukan? Hanya saja, apa-apa yang ditampilkan di dalam <span style="font-style: italic;">Wonderful Days</span> sudah terlalu generik.<br /><br /><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-0HZBSSvq9ik/TY3VFlzBLTI/AAAAAAAACZg/i0dtJeFQZk8/s1600/fd2.png" src="http://3.bp.blogspot.com/-0HZBSSvq9ik/TY3VFlzBLTI/AAAAAAAACZg/i0dtJeFQZk8/s1600/fd2.png" /><br /></div><br />Parahnya tidak ada yang terlalu menarik dari kegenerikan <span style="font-style: italic;">Wonderful Days</span>. Bukan hanya cerita yang ditampilkan tidak menarik, tokoh-tokoh sangat-klise yang ada juga sama tidak menariknya. <span style="font-style: italic;"></span>Shua merupakan tipikal pahlawan-pahlawan utama pendiam, dingin, <span style="font-style: italic;">cool</span>, ala-ala pahlawa game RPG (<span style="font-style: italic;">role playing game</span>).<span style="font-style: italic;"></span> Shua sebenarnya bekas kalangan ECOBAN yang sudah dibuang karena suatu masalah. Lalu ada Jay, seorang pasukan ECOBAN yang jatuh cinta pada Shua. Jay dihadapkan pada dilema antara tugas dan cintanya. Dan terakhir, untuk melengkapi cinta segitiga, dimunculkan Cade, komandan ECOBAN yang cintanya pada Jay terpaksa harus bertepuk sebelah tangan. Tidak ada dilema yang benar-benar baru antara ketiga tokoh tersebut. Dan tidak pula dilema ketiganya ditampilkan dengan cara yang menarik. Singkatnya, tidak ada yang menarik dari tokoh-tokoh yang disajikan.<br /><br />Keburkuan-keburukan di atas sangat amat disayangkan, karena Kim Moon-saeng dan <span class="new">Park Sun-min sepertinya berusaha cukup keras untuk animasi ini. Keduanya berhasil memadu-padankan baik animasi sel tradisonal dengan animasi CGI. Gaya animasi tersebut cukup memanjakan mata.</span> Terutama ingar-bingar adegan aksi yang sangat imajinatif. Sangat disayangkan visualisasi menarik tersebut tidak ditopang dengan skenario yang cukup menarik.<br /><span><br /></span><span><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"></span></span></span><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-NueRwvCWyRI/TWuaIz7MSOI/AAAAAAAACL8/0zKrw3WpcFI/s1600/C-.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-NueRwvCWyRI/TWuaIz7MSOI/AAAAAAAACL8/0zKrw3WpcFI/s1600/C-.bmp" /></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-9215711897453939182011-03-25T04:09:00.000-07:002011-03-26T05:07:44.833-07:00秒速5センチメートル: アチェインオブショートストリーズアバウトゼアディスタンス, Byōsoku Go Senchimētoru: a chein obu shōto sutorīzu abauto zea disutansu<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-GzAOi50YvVQ/TYx4UVumNeI/AAAAAAAACZA/Anm6wxfXOB8/s1600/Kinema.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 226px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-GzAOi50YvVQ/TYx4UVumNeI/AAAAAAAACZA/Anm6wxfXOB8/s320/Kinema.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5587973528485246434" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Makoto Shinkai<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2007<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">5 Centimeters Per Second</span> / <span style="font-style: italic;">Centimeters Per Second: a chain of short stories about their distance</span><span><br /><br /><span style="font-style: italic;">5 Centimeters Per Second</span>, atau 5 sentimeter per detik, adalah ukuran kecepatan kelopak bunga sakura jatuh ke tanah. Secara analitik, kecepatan merupakan hasil bagi antara jarak dengan waktu. Dengan kata lain jarak dan waktu merupakan variabel yang paling menentukan angka 5 sentimeter per detik, kecepatan jatuhnya kelopak sakura ke tanah. Jarak dan waktu merupakan komponen penting dalam animasi yang dibagi menjadi tiga babak ini.<a name='more'></a><br /><br />Jarak dan waktu tersebut merupakan esensi utama bagi kisah cinta antara Takaki dan Akari. Keduanya dipertemukan di <span style="font-style: italic;">elementary school</span> (kurang lebih SD). Keduanya langsung dekat akibat kesamaan nasib yang diderita. Keduanya juga harus dipisahkan oleh nasib ketika orang tua Akari diharuskan pindah tugas.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-EoOmLhjkGdk/TYx4__vIoTI/AAAAAAAACZI/mmd6cLmWNnQ/s1600/Kinema.JPG" src="http://2.bp.blogspot.com/-EoOmLhjkGdk/TYx4__vIoTI/AAAAAAAACZI/mmd6cLmWNnQ/s1600/Kinema.JPG" /><br /></div><span><br />Saat SMP (atau kira-kira SMP), jarak antara keduanya masih bisa dipersingkat dengan surat (perlu diperhatikan kisah ini berlangsung di sekitar 1990-an, di masa HP, e-mail, dan perangkat komunikasi kantong lainnya masih belum eksis). Keduanya bertukar cerita melalui surat. Walau tidak satupun yang menyampaikan cinta di dalam surat, bisa dilihat keduanya mempunyai perasaan yang sama. Keduanya pun membuat janji untuk bertemu, walaupun jarak dan waktu yang jadi halangannya.<br /><br />Babak kedua tidak kalah pahit dengan babak pertama. Bukan karena Takaki diharuskan pindah lebih jauh lagi sehingga jaraknya dengan Akari semakin sulit ditempuh. Tapi karena kehadiran Kanae di masa SMA (atau kira-kira SMA) Takaki. Kanae selalu mebayangkan Takaki. Kanae selalu mengintip Takaki berlatih panah. Kanae juga selalu menunggu Takaki pulang sekolah. Sekalipun kedua cukup dekat, Kanae tidak pernah berani mengutarakan perasaannya. Sekalipun Takaki bersikap baik pada Kanae, Takaki tidak benar-benar </span>“dekat”<span> (dalam artian yang sama dengan yang diharapkan Kanae). Sekalipun keduanya duduk berdekatan menyaksikan pemandangan spektakuler dari atas bukit, perasaan Takaki terbang nun jauh di sana. Untuk kasus Kanae, jarak yang memisahkan keduanya merupakan hal yang bias.</span><span><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-4K921KefVNE/TYx5IimW6yI/AAAAAAAACZQ/MMUUvuTa92w/s1600/Kinema.JPG" src="http://3.bp.blogspot.com/-4K921KefVNE/TYx5IimW6yI/AAAAAAAACZQ/MMUUvuTa92w/s1600/Kinema.JPG" /><br /></div><span><br />Babak terakhir merupakan kesimpulan dari kisah antara Takaki dan Akari. Saya tidak akan memberikan garis besar tentang babak ini, karena kemugnkinan akan mengandung <span style="font-style: italic;">spoiler</span>. Yang bisa saya katakan, kesimpulan yang diberikan bukan benar-benar sebuah </span>“kesimpulan yang pasti.” Malah bisa saja kesimpulan yang diberikan di babak akhir ini akan mengecewakan beberapa penonton. Namun, saya rasa, kesimpulan yang diberikan merupakan kesimpulan yang paling banyak dihadapi orang-orang yang pernah dihadapkan pada dilema serupa dengan Takaki atau Akari, atau Kanae sekalipun.<br /><br />Yang membuat <span style="font-style: italic;">5 Centimeters Per Second</span><span> adalah</span> kedinamisan Makoto Shinkai dalam mengelola gambar-gambarnya, sehingga melodrama ini tidak terasa terlalu sentimentil melainkan indah. Makoto Shinkai sepertinya paham betul menyajikan area-area luas terbuka cantik dilengkapi dengan detil-detil yang indah. Bahkan bagi saya sendiri, ketimbang tentang konflik, <span style="font-style: italic;">5 Centimeters Per Second</span> lebih tentang kelirisan visual. Karena memang visual lah yang paling banyak berpengaruh dalam memancing emosi, ketimbang konfliknya. Karakter-karakter di dalamnya lebih berupa bagian interior dalam setiap suguhan nuansa indah bertabur emosi. <span>Lima sentimeter per detik, adalah ukuran kecepatan kelopak bunga sakura jatuh ke tanah. Dan jatuhnya kelopak-kelopak sakura merupakan</span> pemandangan emosional tersendiri bagi yang melihat.<br /><span><br /></span><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"></span></span><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" /></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-16691564169480657812011-03-23T20:26:00.000-07:002011-03-26T11:49:03.748-07:00もののけ姫, Mononoke-hime<span style="font-weight: bold;">TULISAN INI MUNGKIN MENGANDUNG SPOILER!</span><br /><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Oleh: Rio Johan (Rijon)</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/-1B4rb1-fZqQ/TYq7IwnQrZI/AAAAAAAACYo/m63-DPXT8TA/s1600/Princess_Mononoke_Poster_by_kokorostudio.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 227px; height: 320px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-1B4rb1-fZqQ/TYq7IwnQrZI/AAAAAAAACYo/m63-DPXT8TA/s320/Princess_Mononoke_Poster_by_kokorostudio.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5587484046869441938" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Hayao Miyazaki<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1997<br /><span style="font-weight: bold;">Judul Internasional:</span> <span style="font-style: italic;">Princess Mononoke</span><br /><br />“Watch closely, this is how you kill a god,” seru Eboshi, pemimpin Iron Town, sembari mengacungkan laras senapannya dengan penuh kebanggan diri tepat ke arah kepala Deer God (dewa yang menjaga hutan). Terhitung sudah tiga kali Eboshi mendentumkan pelurunya ke arah dewa. Pertama ia melukai Nago, dewa babi hutan yang karena kemurkaannya kemudian berubah menjadi iblis dan melarikan diri ke timur. Sialnya kutukan Nago malah mengenai Ashitaka, seorang pangeran dari Emishi. Karena kutukan itu pula Ashitaka terpaksa meninggalkan sukunya. Mencari asal muasal kutukan tersebut.<a name='more'></a><br /><br />Ashitaka itu orang luar. Sialnya dia harus melibatkan diri dalam urusan pelik alam versus manusia ini. Dalam sebuah wawancara, Hayao Miyazaki menggambarkan Ashitaka sebagai:<br /><br />“Ashitaka is not a cheerful, worry-free boy. He is a melancholy boy who has a fate. I feel that I am that way myself, but until now, I have not made a film with such a character. Ashitaka was cursed for a very absurd reason. Sure, Ashitaka did something he should not have done - killing Tatari Gami. But there was enough reason to do so from the humans' viewpoint. Nevertheless, he received a deadly curse. I think that is similar to the lives of people today. I think this is a very absurd thing that is part of life itself.”<br /><br />Mungkin Ashitaka bisa dibilang salah satu dari sekian banyak pahlawan-pahlawan tipikal klasik: melankolis, naif, tetapi tetap memiliki ketegasan dan seakan-akan selalu tahu langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Memang pahlawan semacam ini lah yang tepat untuk diletakkan di tengah-tengah pertempuran antara manusia melawan alam. <span style="font-style: italic;"><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-p7_BeRmUlJg/TYq_HNDWPeI/AAAAAAAACYw/Bo_Elzla0RM/s1600/princess_mononoke_wallpaper.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-p7_BeRmUlJg/TYq_HNDWPeI/AAAAAAAACYw/Bo_Elzla0RM/s1600/princess_mononoke_wallpaper.jpg" /><br /></div><span style="font-style: italic;"><br /></span>Ketika Ashitaka berjumpa dengan Lady Eboshi, wanita yang bertanggung jawab atas kutukan di tangannya, Ashitaka marah. Tapi, mencoba bijak (dan naif), Ashitaka tetap menahan diri. Lady Eboshi sendiri bukan lah benar-benar sosok buruk yang biasa ditemukan di film-film petualangan. Malah kurang tepat kalau Lady Eboshi disebut sebagai antagonis. Malah <span style="font-style: italic;">Princess Mononoke</span> sendiri bukan tentang protagonis atau antagonis. Hayao Miyazaki sendiri menyebut Lady Eboshi sebagai “revolutionary.”<br /><br />Eboshi sosok yang bijak, tajam, cerdas, dan berani. Wajar saja para orang kusta menggumi Lady Eboshi yang sudah dengan lapang hati menampung dan mengangkat kehidupan mereka. Wanita-wanita bordil mendapat perlindungan sekaligus pekerjaan di kotanya. Lady Eboshi mempunyai kebanggaan dan kepercayaan diri tinggi, sehingga berani menatang para dewa. Lady Eboshi memang punya motif melakukan semua perlakuan-perlakuan yang membangkitkan amarah alam. Tindakannya mungkin salah. Namun beberapa motif bisa dimaklumi, tidak bisa disimpulkan hanya semata-mata karena keserakahan.<br /><br />Ketika Lady Eboshi dan San berduel, dengan naif Ashitaka menjadi penengah. Menyalahkan kebencian masing-masing pihak. Selanjutnya Ashitaka memutuskan untuk menyelamatkan San, keluar dari kota milik Eboshi. San adalah seorang gadis yang diasuh oleh dewa srigala sejak bayi. San membenci manusia. San sendiri manusia. Tapi San menolak kenyataan bahwa dia seorang manusia. Baru menjelang akhir film, San menerima kemanusiaannya.<br /><br />San dan Ashitaka mempunyai dilema identitas yang kurang lebih yang serupa tapi tak sama. Ashitaka, yang bersemayam setan di tangannya, berusaha mati-matian untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaannya. Sementara San berusaha mati-matian menolak identitasnya sebagai manusia. Ketika berjumpa dengan San, Ashitaka merasakan (semacam) cinta. Dan cinta merupakan sesuatu yang bakal mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan Ashitaka. Namun bagi San, cinta Ashitaka malah semakin mengancam identitasnya sebagai seorang putri dewa serigala. San kaget ketika mendengar ucapan “You're beautiful” dari Ashitaka.<br /><br />Ketiga tokoh tersebut mempunyai keyakinan sendiri-sendiri. Motif sendiri-sendiri. Dan cara sendiri-sendiri. Ketiganya bergulat di area yang sama. Dihadapkan pada permasalahan yang sama (dengan sudut pandang masing-masing). <span style="font-style: italic;">Princess Mononoke</span> memang bukan cerita yang benar-benar baru. Malah sebuah cerita tua. Bisa juga dibilang sebuah dongeng. Dongeng yang disulap dengan cara yang luar biasa oleh Hayao Miyazaki. Sekalipun dongeng ini tidak diakhir dengan akhir yang bahagia, <span style="font-style: italic;">ending</span> yang ditunjukkan memberikan harapan pada masing-masing pihak. Sekalipun berkas di tangan Ashitaka tidak benar-benar hilang, sekalipun San tidak benar-benar menerima dirinya sebagai manusia, sekalipun kota yang dibangun Eboshi hancur lebur, selalu ada harapan untuk masa depan yang lebih baik.<br /><br /><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-39421155482129916182011-03-23T19:48:00.000-07:002011-03-25T05:06:47.169-07:00Resensi Singkat #14: Short Animations<div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-fkT0ETkJHVU/TYxK_tvsPFI/AAAAAAAACY4/WzSrATeKwBY/s1600/Kinema.JPG" src="http://1.bp.blogspot.com/-fkT0ETkJHVU/TYxK_tvsPFI/AAAAAAAACY4/WzSrATeKwBY/s1600/Kinema.JPG" /></div><div style="text-align: center;"><a name='more'></a><br /><div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">Geri's Game<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-xIUTqSLoAgc/TYq3JXf29uI/AAAAAAAACYA/e9dspeL0o84/s1600/geri-s-game-original.jpg" src="http://4.bp.blogspot.com/-xIUTqSLoAgc/TYq3JXf29uI/AAAAAAAACYA/e9dspeL0o84/s1600/geri-s-game-original.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Jan Pinkava<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1997<br /><br />Tipikal Pixar, <span style="font-style: italic;">Geri's Game</span> berhasil menggelitik tanpa perlu memaksakan diri. Dengan cerita sederhana, tentang seorang pria tua yang sedang bermain catur di taman melawan musuh terbesarnya <b>–</b> dirinya sendiri. Saya tidak mau ber<span style="font-style: italic;">spoiler</span>, kalau bingung dengan sinopsis super singkat yang saya beri, silahkan puaskan dengan nonton sendiri. Seperti kebanyakan animasi CGI Pixar lainnya, yang memang sudah makanan sehari-hari Pixar, pesona <span style="font-style: italic;">Geri's Game</span> adalah bagaimana animasi ini dibuat dengan sangat memanfaatkan sumber dayanya. Dengan tekonlogi komputer masa itu, sekalipun tidak seberapa apabila dibandingkan dengan Pixar yang sekarang, <span style="font-style: italic;">Geri's Game</span> cukup mampu menangkap setiap momennya. Setiap humornya. Dan setiap jenakanya. Mungkin <span style="font-style: italic;">Geri's Game</span> masih jauh dari pencapaian terbaik Pixar, setidaknya karya kecil ini tidak kehilangan pesona Pixar yang mampu melebarkan senyum para penggemar.<br /><br /></div></div><div style="text-align: right;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" /></div></div></div></div></div><br /><br /></div></div><div face="georgia" style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">Bunny<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-CPD77C7SeIU/TYq3Jk096iI/AAAAAAAACYI/hAvG5alxD9E/s1600/Bunny1998.gif" src="http://4.bp.blogspot.com/-CPD77C7SeIU/TYq3Jk096iI/AAAAAAAACYI/hAvG5alxD9E/s1600/Bunny1998.gif" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Chris Wedge<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>1998<br /><br />Saya nonton <span style="font-style: italic;">Bunny</span> tepat seusai nonton <span style="font-style: italic;">Geri's Game</span>. Dua-duanya animasi yang memanfaatkan habis-habisan teknologi komputer di masanya. Dua-duanya ternyata mampu menyunggingkan senyum di bibir, walaupun masih jauh dari spesial bagi saya. Bedanya, yang ini bukan jebolan Pixar. Animasi yang disutradarai oleh pencipta (kelak) <span style="font-style: italic;">Ice Age</span> dan <span style="font-style: italic;">Robots</span> ini sama simpelnya dengan<span style="font-style: italic;"> Geri's Game<span style="font-style: italic;">,</span></span> bercerita tentang usaha seekor janda kelinci tua bertempur melawan seekor lalat di dapurnya. Apalagi ketika si lalat dengan lancangnya menempelkan diri di foto mendiang suaminya. Murka lah si janda tua. Bukan kisah yang istimewa. Terbilang dangkal malah meningat sebagian besar durasi hanya dihabiskan dengan adegan si janda kelinci mati-matian berusaha membunuh lalat. Untungnya animasi komputer yang ditampilkan tidak melelahkan. Cukup menyenangkan malah.<br /></div></div><div style="text-align: justify;"><br /><div style="text-align: right;"><div style="text-align: justify; font-family: georgia;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" /></div></div></div></div><br /></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">Rejected<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-GHkUy4bGSJI/TYq3KM5RQ7I/AAAAAAAACYY/0k-Yuj27e-I/s1600/rejected.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-GHkUy4bGSJI/TYq3KM5RQ7I/AAAAAAAACYY/0k-Yuj27e-I/s1600/rejected.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Don Hertzfeldt<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2000<br /><br />Siapa bilang film yang istimewa harus mewah? Begitu juga animasi. Animasi yang sangat-sangat sederhana, dengan ide yang sangat-sangat sederhana pula, nyatanya bisa memberikan sensasi yang lebih mewah daripada animasi yang mewah. <span style="font-style: italic;">Rejected</span> contoh nyatanya.<br /><br />Ide yang ditampilkan terbilang inovatif tapi sangat sederhana. Bercerita tentang seorang animator (narator <span style="font-style: italic;">voice over</span> film ini) yang ditugaskan membuat animasi untuk kepentingan komersial dan iklan. Sayangnya jerih payahnya ditolak mentah-mentah. Mula-mula, film ini menampilkan sketsa animasi yang dibuat narator tersebut. Sepanjang bagian ini <span style="font-style: italic;">Rejected</span> lebih mirip sebuah satir. Satir yang “sakit” tapi tetap menggelitik. Berbagai kritik, terutama seputar kultur pop, pun dilayangkan tanpa mengurangi kekocakan. Sampai akhirnya, ketika karyanya itu ditolak, dunia animasinya pun dihancur-leburkan. Dan ide hancur-lebur itu lah yang paling fenomenal dari <span style="font-style: italic;">Rejected</span>. Tidak perlu bertele-tele, rasanya pantas kalau <span style="font-style: italic;">Rejected</span> saya katakan sebagai salah satu dari segelintir animasi modern yang kocak, tajam, gila, dan sangat luar biasa orisinil.<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-D-ZOpnv6A0k/TWvEpobA-3I/AAAAAAAACMM/lzr7yxkvvb0/s1600/A-.bmp" /></div></div><div style="text-align: justify; font-family: georgia;"><br /><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">Ryan<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://2.bp.blogspot.com/-Oint0-SfZ64/TYq3KHZZj7I/AAAAAAAACYg/3Ab6cJXLjbM/s1600/PR_2004_ryan_005_p.jpg" src="http://2.bp.blogspot.com/-Oint0-SfZ64/TYq3KHZZj7I/AAAAAAAACYg/3Ab6cJXLjbM/s1600/PR_2004_ryan_005_p.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Chris Landreth<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2004<br /><br />WOW! Semua yang ditawarkan <span style="font-style: italic;">Ryan</span> sebagai sebuah animasi pendek modern bisa dirangkum dalam tiga huruf itu: “WOW.” Selama durasi kurang lebih empat belas menit, <span style="font-style: italic;">Ryan </span>menawarkan sebuah pemandangan mendalam tentang kehidupan manusia. Dalam kasus ini, subyeknya adalah Ryan Larkin. Seorang animator ternama yang cukup dikenal karena karya-karya spektakulernya di tahun 70-an. Salah satu sejarah dalam peta animasi Kanada. Karyanya yang paling dikenal mungkin <span style="font-style: italic;">Walking</span> dan <span style="font-style: italic;">Street Musique.</span> Sayang sisa kehidupannya disiasiakan sebagai alkoholik dan pecandu obat-obatan. Animasi pendek ini berlangsung di sebuah ruangan di mana seorang pria (pembuat animasi ini) tengah mewawancarai Ryan yang hidupnya sudah hancur-lebur. Tentang karya-karyanya. Tentang orang-orang yang berpengaruh baginya. Dan tentang Ryan Larkin sendiri.<br /><br />Visual dramatis film ini melengkapi tiga huruf “WOW” yang saya serukan di awal. Teknik CGI dan gaya yang digunakan sangat mencolok, sangat menantang kedua bola mata dan saraf-saraf yang terhubung, dan sangat orisinil. <span style="font-style: italic;">Grotesque</span>, di sisi lain juga <span style="font-style: italic;">bitter-</span><span>kelam</span><span style="font-style: italic;">-</span><span>suram</span>-<span style="font-style: italic;">kindda-thing</span>. Entahlah, saya sendiri agak kesulitan menuliskan sespektakuler apa visual yang ditawarkan. Saya cuma bisa bilang, <span style="font-style: italic;">Ryan</span> jelas salah satu animasi modern yang berhasil menampilkan visualisasi yang tidak akan saya lupakan.<br /><br /><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></div></div><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">I Met the Walrus<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-hBpgfORMkw0/TYq3J61tLQI/AAAAAAAACYQ/YEJ0OZU8s7k/s1600/john%2Blennon%2B70.jpg" src="http://1.bp.blogspot.com/-hBpgfORMkw0/TYq3J61tLQI/AAAAAAAACYQ/YEJ0OZU8s7k/s1600/john%2Blennon%2B70.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span><span>J</span>osh Raskin<span style="font-weight: bold;"><br /><br />Tahun Rilis: </span>2007<br /><br />Dibuat berdasarkan wawancara antara John Lennon dan Jerry Levitan di tahun 1969.<br /><br />Di tahun 1969, Jerry Levitan (saat itu berusia 14 tahun), seorang penggemar The Beatles, menguntit John Lennon sampai ke kamar hotelnya di Toronto. Jerry Levitan bersikeras meminta sebuah wawancara dengan idolanya itu. Dan jadilah sumber yang jadi basis film ini. Animasi ini mungkin bisa dibilang “animasi dokumenter.” Karena memang yang dianimasikan sebuah dokumen personal produser film ini. Tapi, ketimbang disebut faktual, rasanya film lebih tepatnya disebut tribut personal buat wawancara tersebut bagi Jerry Levitan. Jadilan <span style="font-style: italic;">I Met the Walrus</span>, sebuah imaji dari pernyataan-pernyataan John Lennon di dalam rekaman yang umurnya sudah kurang lebih 38 tahun saat film ini diluncurkan. Gaya animasi acak bergaya vintage 60-an yang digunakan cukup menantang mata, sebenarnya. Secara keseluruhan, film ini cukup berhasil menyampaikan perasaan personal Jerry Levitan sebagai seorang penggemar. Sebuah kedekatan historis. Sebuah memori. Hanya saja, <span style="font-style: italic;">I Met the Walrus</span> tidak bisa berbicara lebih dari itu sebagai sebuah film.<br /><br /></div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify; font-family: georgia;"><div face="georgia" style="text-align: justify;"><span style="font-family:georgia;"><span style="font-family:georgia;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><div style="text-align: justify; font-family: georgia;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" /></div></div></div></div></div></span></span></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5541804746431166059.post-33780931361001758182011-03-22T19:10:00.001-07:002011-03-23T19:54:39.284-07:00Resensi Singkat #13: Short Animations<div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-0l4OhIS7Qlo/TYnheyIRFhI/AAAAAAAACX4/nZU8zUzrT9Y/s1600/Kinema.JPG" src="http://4.bp.blogspot.com/-0l4OhIS7Qlo/TYnheyIRFhI/AAAAAAAACX4/nZU8zUzrT9Y/s1600/Kinema.JPG" /></div><div style="text-align: center;"><a name='more'></a><br /><div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">Father and Daughter<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-WaWyRgI4At0/TYlX2WRvrwI/AAAAAAAACXY/Gr0-iOALYto/s1600/deWitfd7200.jpg" src="http://4.bp.blogspot.com/-WaWyRgI4At0/TYlX2WRvrwI/AAAAAAAACXY/Gr0-iOALYto/s1600/deWitfd7200.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> <span class="mw-redirect">Michaël Dudok De Wit</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2000<br /><br />Seorang bapak mengucap salam perpisahan dengan putrinya di pesisir. Sejak saat itu, sang gadis kecil secara rutin terus mendatangi tempat kepergian si bapak. Berharap dapat menememukan, setidaknya, siluet si bapak dari horizon nun jauh di sana. Hari berganti hari. Musim berganti musim. Gadis kecil itu meremaja, tumbuh menjadi wanita dewasa, berkeluarga, dan menua. Selama itu juga si gadis rutin mendatangi tempat kepergian si bapak. Setia menunggu kepulangannya.<br /><br />Mungkin <span style="font-style: italic;">Father and Daughter</span> ini lah film tentang kerinduan yang paling membekas di hati saya dari dekade kemarin (2000-2009). Di film ini, kerinduan itu ibarat racun. Karena kerinduan bisa berlarut-larut. Kerinduan juga bisa menimbulkan penantian dan kesedihan yang berkepanjangan. Tapi kerinduan yang ditunjukkan oleh si gadis di film ini terasa sangat tulus. Sangat murni. Sekalipun waktu terus berlalu, kerinduan si gadis tidak pernah pupus. Mengalahkan semua logika. Dan berengseknya perasaan saya berhasi dibuat campur aduk, antara sedih dan tergugah.<br /><br />Saya yakin penggunaan warna-warna sefia, gaya penyajian <span style="font-style: italic;">landscape</span>, pohon tinggi, hingga lelangit dan lelaut punya andil besar dalam keberengsekan film ini. Namun poin yang paling menarik datang dari bagaimana film ini menampilan emosi yang sebegitu cemerlang tanpa peru menampilkan wujud wajah si tokoh. Tokoh film ini hanya digambar dalam bentuk siluet dalam <span style="font-style: italic;">landscape</span> yang begitu luas. Tidak diperlihatkan sama sekali raut emosi tokoh. Urusan emosi justru dilakukan dengan memanfaatkan <span style="font-style: italic;">landscape</span>: wanita tua dengan gigih mengayuh sepeda mendaki bukit, adegan menggendong anak, gadis remaja meluncur beramai-ramai, dan berbagai adegan lain. Kesemuanya itu dikemas dengan indah. Lengkap dengan bayang-bayang yang menggugah.<br /><br /></div></div><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /><br /><br /></div></div><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">The ChubbChubbs!<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-EoLzqNbQAkk/TYlX2kVWhAI/AAAAAAAACXg/48_-ke-0Cbg/s1600/the-chubbchubbs-original.jpg" src="http://4.bp.blogspot.com/-EoLzqNbQAkk/TYlX2kVWhAI/AAAAAAAACXg/48_-ke-0Cbg/s1600/the-chubbchubbs-original.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> <span class="new">Eric Armstrong</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2002<br /><br />Visual yang ditawarkan <span style="font-style: italic;">The Chubbchubbs!</span> menarik, sebenarnya. Kaya. Berwarna. Mewah. Meriah. Dan lebih menggelegar ketimbang rata-rata animasi panjang jebolan CGI. Kekayaan itu digunakan untuk memoles cerita yang sangat amat singkat dan sederhana. Tentang seorang alien yang bekerja sebagai pelayan di sebuah bar alien di sebuah planet alien. Si penjaga bar ini kepingin sekali menjadi penyanyi di bar itu, sayangnya dia sama sekali tidak punya bakat menyanyi. Suara bagus pun tidak. Sampai sebuah kejadian pun terjadi.<br /><br />Sayangnya tidak ada yang spesial di dalam <span style="font-style: italic;">The Chubbchubbs!</span> ketimbang warna-warninya yang sangat amat membuat mata. Cerita yang disuguhkan tidak benar-benar menyentuh. Dan gaya yang ditampilkan tidak lebih dari sekedar <span style="font-style: italic;">eye candy lolipop</span>. Tidak ada yang salah dari segi ceritanya, sebenarnya. Hanya saja tidak ada yang istimewa dari <span style="font-style: italic;">The Chubbchubbs!</span><br /></div></div><div style="text-align: justify;"><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-R75uikEntM4/TWvFTSwAYZI/AAAAAAAACMc/8ZMgPBzkWLg/s1600/C%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-R75uikEntM4/TWvFTSwAYZI/AAAAAAAACMc/8ZMgPBzkWLg/s1600/C%252B.bmp" /></div></div><br /></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">Harvie Krumpet<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-qZESNFhxgmE/TYlX2LSDumI/AAAAAAAACXQ/Bpj2PpjhSzY/s1600/9640490522_Harvie_Krumpet_2003.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-qZESNFhxgmE/TYlX2LSDumI/AAAAAAAACXQ/Bpj2PpjhSzY/s1600/9640490522_Harvie_Krumpet_2003.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara:</span> Adam Elliot<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2003<br /><br />Sejak hari petama menghirup udara dunia, Harvie Krumpet sepertinya memang sudah digariskan untuk selalu bernasib buruk. Sejak lahir saja Harvie sudah divonis mengidap Tourette's syndrome. Belum lagi rentetan kecenderungan aneh-aneh lainnya yang, mulai dari kebiasaan telanjang sampai berjuta macam “fakts” yang selalu menghantui. <span style="font-style: italic;">Fakts</span>. <span style="font-style: italic;">Fakts</span>. <span style="font-style: italic;">Fakts</span>.<br /><br />Yang menarik dari animasi jebolan sutradaranya <span style="font-style: italic;">Mary and Max</span> ialah kemampuan film ini mencampur-adukkan humor dan <span style="font-style: italic;">mood</span> kelam dalam berbagai <span style="font-style: italic;">frame</span>. Saklipun boneka <span style="font-style: italic;">clay mation</span> yang digunakan terbilang lucu-lucu, <span style="font-style: italic;">Harvie Krumpet</span> ternyata lebih kelam dari yang dibayangkan. Cerita kelam yang ditampilkan cukup merefleksikan segelintir bagian dari kehidupan. Narasi yang disampaikan oleh Geoffrey Rush juga sangat berbaur. Dari kehidupan <span style="font-style: italic;">Harvie</span> dapat dipetik pelajaran bahwa hidup ini begitu lucu juga begitu sedih, begitu benar juga begitu salah. Sekalipun terbuat dari tanah liat, <span style="font-style: italic;">Harvie Krumpet</span> lebih humanis ketimbang kebanyakan budak budget Hollywood.<br /><br /><div style="text-align: right;"><img alt="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" src="http://1.bp.blogspot.com/-nhStlHuwPw8/TWvFtSuSwNI/AAAAAAAACMk/29KSHDpWz7U/s1600/B%252B.bmp" /></div></div><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><br /><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">The Little Matchgirl<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-WM2ZcoEadVo/TYlZuvBVVVI/AAAAAAAACXw/JEPMLZGN-mo/s1600/littlematchgirl06.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-WM2ZcoEadVo/TYlZuvBVVVI/AAAAAAAACXw/JEPMLZGN-mo/s1600/littlematchgirl06.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Roger Allers<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahun Rilis: </span>2006<br /><br />Diangkat dari dongeng <span style="font-style: italic;">The Little Match Girl</span> karya Hans Christian Anderson<br /><br />Gambar dalam <span style="font-style: italic;">The Little Match Girl</span> agak mengingatkan pada <span style="font-style: italic;">Mulan</span>, sesama jebolan Disney. Dan si yatim piatu malang gadis penjual korek api di animasi ini lebih mirip Asia ketimbang Rusia, menurut saya. Mulai dari milenium 2000 sudah jarang terdengar gembar-gembor animasi Disney yang menawan (kecuali datang dari Pixar). Saya sendiri mulai pesona-pesona animasi Disney. Kemana pesona Disney yang mampu menggugah hati hanya coretan gambar 2D sederhana? Tanpa harus bertridi-tridian? Hilang ditelan oleh Hannah Montanna? Saya tidak akan bertele-tele. Saya juga tidak akan bilang ini film yang sangat istimewa dari Disney. Saya hanya bakal bilang obat kerinduan pada Disney tidak ada pada <a style="font-style: italic;" href="http://resensi-resensi-film.blogspot.com/2010/07/princess-and-frog.html">The Princess and the Frog</a> atau <span style="font-style: italic;">Tangled</span>, tapi ada pada <span style="font-style: italic;">The Little Match Girl.</span><br /><br /><div style="text-align: right;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" src="http://4.bp.blogspot.com/-0H2FLhaH8G0/TWvOgO_yp_I/AAAAAAAACNc/yP9H1lANsNk/s1600/B-.bmp" /></div><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><h3 class="r"><span style="font-size:180%;"><span class="l">Madame Tutli-Putli<br /></span></span></h3></div><div style="text-align: center;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-HkPZP03Iuwc/TYlZuRQONJI/AAAAAAAACXo/RvykJjdrWow/s1600/aph_5.jpg" src="http://3.bp.blogspot.com/-HkPZP03Iuwc/TYlZuRQONJI/AAAAAAAACXo/RvykJjdrWow/s1600/aph_5.jpg" /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><span style="font-weight: bold;">Sutradara: </span> Chris Lavis & Maciek Szczerbowski<span style="font-weight: bold;"><br /><br />Tahun Rilis: </span>2007<br /><br />Diangkat dari buku <span style="font-style: italic;">The Lost Thing</span> karya Shaun Tan.<br /><br />Wow. Ternyata <span style="font-style: italic;">stop mation</span> pun bisa lebih <span style="font-style: italic;">suspense</span> ketimbang kebanyakan <span style="font-style: italic;">suspense-suspense</span> murahan yang sudah merajalela. <span style="font-style: italic;">Plus</span>, <span style="font-style: italic;">Madame</span> <span style="font-style: italic;">Tutli-Putli</span> menyajikan <span style="font-style: italic;">suspense</span>nya dengan gaya. Tidak heran, karena produksi <span style="font-style: italic;">Madame Tutli-Putli</span> sendiri tidak gampang. Memakan waktu total lima tahun, lengkap dengan riset berupa tinggal di dalam gerbong kereta api selama dua minggu. Tidak heran kalau <span style="font-style: italic;">Madame Tutli-Putli</span> sepertinya tahu sekali sudut-sudut yang memberi getir di dalam gerbong kereta api. Dan <span style="font-style: italic;">Madame Tutli-Putli</span> melakukannya dengan gaya.<br /><br />Gaya? Ya, gaya. Gaya memang kekuatan utama <span style="font-style: italic;">Madame Tutli-Putli.</span> Cerita yang disajikan sebenarnya sederhana-sederhana saja. Madame Tutli-Putli, dengan segudang koper dan perkakasnya, hendak menaiki sebuah kereta malam. Tak diduga, perjalanan tersebut ternyata berubah menjadi misterius dan menegangkan. Mood. Atmosfir. Gaya berceritanya mengingatkan pada novel-novel suspense British. Dari segi teknis tidak usah dipertanyakan lagi. Saya berani bilang <span style="font-style: italic;">Madame Tutli-Putli</span> ialah salah satu <span style="font-style: italic;">stop mation </span>modern terbaik dari segi teknis. Orang awam seperti saya pun bisa melihat kerumitan, kokompleksan, dan kehebatan teknik animasi dalam film ini. Kombinasi ketangkasan kamera dan detil boneka di film ini sangat gila. Gayanya luar biasa.<br /><br /></div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-family:georgia;"><span style="font-family:georgia;"><div style="text-align: right;"><img alt="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" src="http://3.bp.blogspot.com/-QGA-QkdIoTs/TWvGq9uGtoI/AAAAAAAACM0/TsDlRMUCbMg/s1600/A%252B.bmp" /></div></span></span></div></div></div>Rijonhttp://www.blogger.com/profile/09964623314525078355noreply@blogger.com0