Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Benni Setiawan
Pemain: Reza Rahadian, Laura Basuki, Arumi Bachsin, Ira Wibowo, Robby Tumewu, Henidar Amroe, Rasyid Karim, Zainal Abidin Domba, Jay Wijayanto
Tahun Rilis: 2010
Diadaptasi dari novel “Balada Rosid dan Delia” dan “Da Peci Code” karya Ben Sohib.
“3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta” mengangkat tema yang serupa dengan “cin(T)a,” dengan konflik yang lebih rumit, tapi dengan tone yang lebih ringan. “3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta” menyuguhkan tokoh pencinta puisi, layaknya Rangga dalam “Ada Apa Dengan Cinta?” Ada masalah rumit dalam film ini. Masalah Agama. Dan masalah cinta.
Yang satu ini lebih memberikan “drama” ketimbang “cin(T)a” yang pada dasarnya cuma berupa dialog dua tokohnya saja. Rosid (Reza Rahardian) pemuda berambut kribo bulat besar anak seorang tukan kain keturunan arab (Rasyid Karim). Sang bapak bisa dibilang sangat keras terhadap Rasyid, bukan cuma keras menentang rambut kribo besarnya saja, tapi juga keras untuk urusan jodoh. Karena itu Rosid yang notabene berasal dari keluarga muslim taat rasanya hampir tidak mungkin bisa pacaran terang-terangan dengan Delia (Laura Basuki) yang ke mana-mana selalu membawa kalung salib di leher. Untungnya ibu Rosid (Henidar Amroe) tipikal ibu yang memanjakan anaknya.
Sama seperti ketika Rosid diberi minuman air jampi-jampi agar mau memotong rambut kribonya, napaknya Rosid bahkan rela menjampi-jampi Rosid agar putus dengan Delia – tindakan yang sebenarnynya dilarang oleh Islam. Rosid pun diperkenalkan dengan Nabila (Arumi Bacshin), gadis muslim cantik jelita yang hendak dijodohkan bapaknya. Sama halnya dengan Delia, Nabila juga penggemar berat puisi-puisi Rosid. Komedi di awal film benar-benar terasa segar dan natural, berbeda sekali dengan komedi memaksa yang umumnya disuguhkan film-film Indonesia.
Mulanya, film ini lebih bernada komedi seputar hubungan Rosid dengan bapaknya dan hubungan Rosid dengan Delia. Lama-kelamaan tone komedinya meluluh dan film pun dibawa ke nada yang lebih serius. Ada kritik sampingan tentang pemikiran sempit orang-orang fanatik yang cenderung membenci/menolak individu-idividu yang tidak sejalan atau tidak sepemahaman dengannya. Untungnya kritik tersebut dieksekusi dengan adegan segar dan cukup blend dengan suasanannya hingga tidak terlalu memberi kesan preachy.
Tidak perlu ditanya lagi soal Reza Rahardian, peran semacam ini bukanlah sesuatu yang sulit buatnya. Henidar Amroe dan Rasyid Karim juga memberikan penampilan yang menyenangkan. Sekalipun tampil dengan suasana ringan dan menyenangkan, film ini ternyata tidak melupakan isinya.
Ada adegan ketika Rosid bertanya kepada bapak temannya (yang sepertinya cukup paham soal Islam). Ada yang membolehkan laki-laki muslim menikah dengan non-muslim, ada juga yang tidak, jawabnya. Tapi beliau sendiri (di film) tidak tahu yang mana pastinya. Sudahkah Rosid merasa dekat dengan Tuhan, tanyanya lagi? Jawaban ini cukup cerdas dan tidak terlalu menggurui. Rosid dan Delia juga dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus memikirkan berkali-kali lagi tentang hubungan mereka. Bukan cuma untuk urusan cinta dengan kebahagaian mereka berdua semata, tapi juga pengaruhnya dengan orang sekitar. Bukan cuma urusan agam semata, tapi juga urusan-urusan lainnya yang juga berkaitan. Pada akhirnya, film ini memberikan ending yang tidak memihak: tidak membenarkan hubungan beda agama, tidak pula menyalahkan. Tapi film ini mengajak memikirkan kembali.
Sutradara: Benni Setiawan
Pemain: Reza Rahadian, Laura Basuki, Arumi Bachsin, Ira Wibowo, Robby Tumewu, Henidar Amroe, Rasyid Karim, Zainal Abidin Domba, Jay Wijayanto
Tahun Rilis: 2010
Diadaptasi dari novel “Balada Rosid dan Delia” dan “Da Peci Code” karya Ben Sohib.
“3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta” mengangkat tema yang serupa dengan “cin(T)a,” dengan konflik yang lebih rumit, tapi dengan tone yang lebih ringan. “3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta” menyuguhkan tokoh pencinta puisi, layaknya Rangga dalam “Ada Apa Dengan Cinta?” Ada masalah rumit dalam film ini. Masalah Agama. Dan masalah cinta.
Yang satu ini lebih memberikan “drama” ketimbang “cin(T)a” yang pada dasarnya cuma berupa dialog dua tokohnya saja. Rosid (Reza Rahardian) pemuda berambut kribo bulat besar anak seorang tukan kain keturunan arab (Rasyid Karim). Sang bapak bisa dibilang sangat keras terhadap Rasyid, bukan cuma keras menentang rambut kribo besarnya saja, tapi juga keras untuk urusan jodoh. Karena itu Rosid yang notabene berasal dari keluarga muslim taat rasanya hampir tidak mungkin bisa pacaran terang-terangan dengan Delia (Laura Basuki) yang ke mana-mana selalu membawa kalung salib di leher. Untungnya ibu Rosid (Henidar Amroe) tipikal ibu yang memanjakan anaknya.
Sama seperti ketika Rosid diberi minuman air jampi-jampi agar mau memotong rambut kribonya, napaknya Rosid bahkan rela menjampi-jampi Rosid agar putus dengan Delia – tindakan yang sebenarnynya dilarang oleh Islam. Rosid pun diperkenalkan dengan Nabila (Arumi Bacshin), gadis muslim cantik jelita yang hendak dijodohkan bapaknya. Sama halnya dengan Delia, Nabila juga penggemar berat puisi-puisi Rosid. Komedi di awal film benar-benar terasa segar dan natural, berbeda sekali dengan komedi memaksa yang umumnya disuguhkan film-film Indonesia.
Mulanya, film ini lebih bernada komedi seputar hubungan Rosid dengan bapaknya dan hubungan Rosid dengan Delia. Lama-kelamaan tone komedinya meluluh dan film pun dibawa ke nada yang lebih serius. Ada kritik sampingan tentang pemikiran sempit orang-orang fanatik yang cenderung membenci/menolak individu-idividu yang tidak sejalan atau tidak sepemahaman dengannya. Untungnya kritik tersebut dieksekusi dengan adegan segar dan cukup blend dengan suasanannya hingga tidak terlalu memberi kesan preachy.
Tidak perlu ditanya lagi soal Reza Rahardian, peran semacam ini bukanlah sesuatu yang sulit buatnya. Henidar Amroe dan Rasyid Karim juga memberikan penampilan yang menyenangkan. Sekalipun tampil dengan suasana ringan dan menyenangkan, film ini ternyata tidak melupakan isinya.
Ada adegan ketika Rosid bertanya kepada bapak temannya (yang sepertinya cukup paham soal Islam). Ada yang membolehkan laki-laki muslim menikah dengan non-muslim, ada juga yang tidak, jawabnya. Tapi beliau sendiri (di film) tidak tahu yang mana pastinya. Sudahkah Rosid merasa dekat dengan Tuhan, tanyanya lagi? Jawaban ini cukup cerdas dan tidak terlalu menggurui. Rosid dan Delia juga dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus memikirkan berkali-kali lagi tentang hubungan mereka. Bukan cuma untuk urusan cinta dengan kebahagaian mereka berdua semata, tapi juga pengaruhnya dengan orang sekitar. Bukan cuma urusan agam semata, tapi juga urusan-urusan lainnya yang juga berkaitan. Pada akhirnya, film ini memberikan ending yang tidak memihak: tidak membenarkan hubungan beda agama, tidak pula menyalahkan. Tapi film ini mengajak memikirkan kembali.
filmnya keren abis...g bosen buat nonton walaupun udah beberapa kali
BalasHapusfilm yang memperlihatkan toleransi dalam beragama
BalasHapus