Pemain: Ivan Vyskočil, Jan Klusák, Jiří Němec, Pavel Bošek, Karel Mareš, Evald Schorm, Jana Prachařová, Zdena Škvorecká, Miloň Novotný, Helena Pejsková, Dana Němcová, Antonín Pražák, Josef Škvorecký, Adolf Siroký, Václav Vodak
Tahun Rilis: 1966
Judul Internasional: The Party and the Guests atau A Report on the Party and the Guests
Seperti kebanyakan film-film klasik Chekoslovakia pada umumnya, The Party and the Guests lagi-lagi memberikan perasaan aneh pada saya di sepanjang menonton. Perasaan aneh dalam artian yang menakjubkan, tentunya. Kebanyakan film-film klasik Chekoslovakia yang saya tonton bukanlah film-film surreal atau avant-garde dalam artian Luis Buñuel atau Sergei Parajanov. Kenyataannya, film-film tersebut malah cenderung naratif, terlepas dari apakah cerita yang disuguhkan terbilang gampang atau tidak untuk diikuti. Hanya saja film-film tersebut seakan-akan membawa saya menuju dimensi yang lain yang benar-benar berbeda. Bukan dalam artian film-film fantasi seperti pada Alice in Wonderland, tapi dalam wadah sesuatu yang lebih eksperimental. Karena itu lah saya selalu tertarik dengan film-film klasik Chekoslovakia, yang sekerang sudah terpecah menjadi Republik Cheko dan Slovakia.
Sebuah fakta yang sangat disayangkan bahwa The Party and the Guests di-ban selamanya oleh pihak Chekoslovakia (masih berlaku hingga Republik Cheko sekarang). Dan Jan Němec, sutradara film ini, juga dilarang memproduksi film dari rumah produksi yang menghasilkan film ini. Alasannya karena film ini dianggap menyerang langsung otoritas komunis di negaranya saat itu.
Ya, film ini berbau-bau politik, memang. Tapi jauh dari film-film politik jangkauan Hollywood (sebut saja State of Play, The Ghost Writer, All the President's Men, film-film politik berbasis rezim Richard Nixon, dan lain-lain). The Party and the Guests menggunakan suasana jamuan pesta untuk mengalegorikan otoritas dan kepemimpinan dalam suatu sistem. Banyak yang menganggap film ini secara tidak langsung mengalegorikan kepemimpinan represif pihak otoriter Chekoslovakia terhadap penduduknya di masa itu. Bisa dibilang film ini sejalur dengan cara Identitas mengalegorikan kondisi bangsa Indonesia dengan situasi di rumah sakit, tapi dengan cara yang jauh lebih aneh, asing, lebih berkelas serta lebih menawan. Dari sumber yang saya baca, sebenarnya tidak terlalu jelas siapakah tokoh politik, situasi politik, atau organisasi politik tertentu yang menjadi sasaran film ini. Jan Němec tidak secara eksplisit menjelaskan hal tersebut. Satu hal yang pasti, The Party and the Guests nyatanya bisa diterapkan secara universal.
Dari segi naratif, The Party and the Games bisa dibilang karya yang lebih lantang daripada Diamonds of the Night, karya lain Jan Němec yang pernah saya tonton. Algoeri tidak selalu harus tampil rumit dan sulit dicerna. Di film ini, hanya dengan suatu bentuk alegori yang sangat sederhana, saya malah mendapatkan sebuah tontonan yang sangat istimewa. Ada yang pernah membaca cerpen Smokol karangan Nukila Akmal? Di beberapa bagian, film ini agak mengingatkan dengan cerpen terbaik pilihan Kompas tahun 2008 itu. Film ini juga sangat mengingatkan dengan novel-novel karangan Kafka.
Film dibuka dengan adegan tujuh orang (tiga wanita dan empat pria) sedang berpiknik di pedesaan. Mereka baru saja selesai. Di tengah perbincangan mereka melihat sekerumunan orang sedang berpesta dari kejauhan. Ketujuh orang ini pun memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Sayangnya, di tengah jalan mereka malah dihadang oleh segerombolan preman yang dikepalai oleh seorang pemuda bernama Rudolf. Sekalipun si Rudolf ini terlihat bodoh (dan agak terbelakang mental), pria-pria lainnya terlihat sangt patuh padanya. Tidak jelas atas dasar apa Rudolf menahan mereka. Yang terlihat, ketujuh orang itu hanya dipermainkan oleh Rudolf dan gengnya. Ini lah perwujudan pertama otoritas yang hendak ditunjukkan Jan Němec. Sah atau tidak kekuasaan yang dimiliki Rudolf, kesemua orang yang ada di situ sadar akan hal tersebut. Termasuk juga tujuh orang yang tidak tahu apa-apa itu, secara tidak langsung mereka merasa di bawah pengaruh otoritas tersebut.
Penganiyaan tersebut berakhir ketika pemegang kekuasaan yang sesungguhnya datang, dan kekuasaan yang dipegang Rudolf runtuh seketika. Penjamu pesta pun datang. Dan duduk permasalahan pun dijelaskan. Ada semacam alegori lapisan (atau tingkatan) kekuasaan di sini. Dan penahanan yang dilakukan Rudolf pada tujuh orang tersebut merupakan simbolisme dari korupsi dalam tingkatan-tingkatan kekuasaan.
Setelah masalah tersebut, setidaknya, beres. Ketujuh orang itu pun diundang ke dalam jamuan, yang ternyata pesta ulang tahun (yang juga sekaligus sebuah perayaan pernikahan). Uniknya, bangku di pesta tersebut pas sekali dengan jumlah undangan. Sesuatu yang menarik lagi terjadi ketika pesta hendak dimulai, salah seorang undangan (salah satu pria dari tujuh orang tadi) kabur dari pesta. Ini membuat pria penjamu pesta tidak nyaman. Bagian ini jelas sekali alegori dari sebuah kekuasaan dan rakyat yang dikuasainya. Pria penjamu adalah pemilik kekuasaan tertinggi pada situasi tersebut (katakanlah pemimpin), sementara para undangan adalah penduduk (atau rakyat yang dipimpin). Dan ketika ada sebuah bangku kosong, yang artinya ada seorang rakyat yang tidak mematuhi otoritas tersebut, sudah sewajarnya sang pemimpin merasa tidak nyaman.
Suatu sistem otoritas tentu punya perautran/hukum tertentu, begitu pula pesta ini. Setiap bangku sudah diberi nama masing-masing. Ada sebuah adegan ketika seorang wanita menyadari ternyata dia duduk di bangku yang bukan namanya. Wanita tersebut pindah ke bangku yang ditulisinya. Dan undangan lainnya pun ikut-ikutan mencari bangkunya sendiri. Hal tersebut menimbulkan kekacauan. Dan lagi-lagi sang pemimpin naik pitam. Mungkin bakal ada yang bertanya kalau memang bangkunya sudah ditulisi, kenapa tidak sejak awal para undangan diberi tahu? Atau memang para undangan sudah tahu, tetapi lebih memilih melanggar aturan? Apakah pihak otoritas yang tidak becus? Hal tersebut juga sering terjadi pada sistem pemerintahan manapun, kan?
The Party and the Guests karya Jan Němec bukanlah tontonan yang gampang. Penonton tidak disuguhkan perkenalan terlebih dahulu. Malahan, tanpa aba-aba, penonton langsung ditabrakkan pada kejadian-kejadian dan situasi-situasi tertentu. Film ini terbilang sangat unik bila dilihat dari cara penyampaiannya. Alur berlangsung secara kronologis. Dan sama sekali tidak ada setting interior di sini. Penonton disuguhkan landscape hutan (atau kebun) di sebuah pedesaan yang sialnya sangat berpadu-padan suasana antah-berantahnya. Film ini juga tidak memberikan tokoh sentral yang harus diberi simpati. Yang perlu dilakukan penonton hanyalah menelaah situasi. Secara pribadi, saya sendiri sangat menyukai bagaimana film ini mempolitikkan sebuah jamuan makan. Tetap berkelas tanpa perlu terasa preachy.
woro
BalasHapusTHANK YOU FOR rujukan :-)
koleksi obatan kanggo ngatasi myoma penyakit
=======================================================
obat miom
obat miom
obat miom
obat miom
obat miom
========================================================