Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Alf Sjöberg
Pemain: Anita Björk, Ulf Palme, Märta Dorff
Tahun Rilis: 1951
Judul Internasional: “Miss Julie”
Film ini diadaptasi dari drama panggung “Fröken Julie” karya August Strindberg.
“MISS Julie” adalah salah satu dari judul klasik dengan tema yang kontroversif. Film Swedia ini, tidak lain, membahas tema yang masih terbilang sensasional pada jamannya: seks (dan hal-hal yang berkaitan). Hal yang menarik dari menyimak “Miss Julie” adalah menyaksikan persepsi klasik seputar seks dalam balutan sebuah drama yang tersuguh dalam layar hitam putih. Nyatanya, film klasik yang membahas seksualitas ini sama tidak menyajikan adegan birahi, tapi lebih pada adegan-adegan seduksi (dan pengaruhnya) antar karakter yang terkait.
Berlatar tahun 1874 di sebuah kediaman mewah seorang seorang Count (gelar kebangsawanan) di Swedia, Miss Julie (Anita Björk), sang putri pemilik kediaman tersebut, mencoba mencari kesenangan bersama pelayan. Hal ini, tentunya, sangat melanggar nilai-nilai pada masa di mana strata dan status sosial merupakan hal yang penting dalam jalinan masyarakat. Orang sekelas Miss Julie, dirasa tidak pantas berkerumun dengan pelayan. Tapi Miss Julie yang keras kepala tetap saja memutuskan untuk berbaur di sebuah pesta para pelayan di dapur. Beliau berdansa dengan para pelayan. Miss Julie tertarik dengan seorang pelayan laki-laki, Jean (Ulf Palme), yang jauh lebih sopan, bertata-krama, dan berpendidikan bila dibandingkan dengan pelayan-pelayan lainnya.
Ada permainan kekuasaan yang menarik di film ini. Tepatnya, ada tiga tahapan permainan kekuasaan. Pertama, Miss Julie sadar beliau punya kuasa atas kedudukaannya sebagai anak bangsawan. Miss Julie sadar sesadar-sadarnya akan kekuasaan tersebut. Dan Miss Julie paham betul cara menggunakan kekuasaan yang dia sadari tersebut. Terlebih lagi, Miss Julie dididik oleh ibunya dengan dogma bahwa sebagai wanita dia tidak boleh tunduk pada pria mana pun – tapi Miss Julie akhirnya jatuh juga pada Jean.
Kekuasaan kedua ada pada Jean. Jean, entah sadar atau tidak, mempunyai kekuasaan sebagai laki-laki (secara seksual) terhadap Miss Julie. Jean adalah tipe pria yang sangat menentang aturan-aturan seputar strata dan status sosial yang mengekangnya. Di awal film, rayuan yang dilemparkan Miss Julie nyatanya sama sekali tidak mempan pada Jean. Dan hal ini makin membuat Miss Julie merasa tertantang. Di sini lah asal muasal kuasa Jean terhadap Miss Julie.
Dan kekuasan terakhir dipegang oleh ayah Miss Julie. Kekuasaan sang ayah merupakan kekuasaan yang paling mutlak, dan kelak merupakan kekausaan yang paling menghalangi hubungan Jean dan Miss Julie. Beliau mempunyai kekuasaan terhadap Jean dan Miss Julie sekaligus karena beliau adalah seorang bangsawan, seorang majikan, sekaligus seorang ayah.
Mulanya, film bergulir sebagai pertarungan antara Miss Julie dan Jean di malam pesta tersebut. Tindakan Jean yang sepertinya sama sekali tidak termakan rayuan Miss Julie, membuat Miss Julie semakin tertantang dan tertantang lagi. Hingga semakin malam, semakin intensif kedekatan antara Miss Julie dan Jean, dan pertarungan “kekuasaan” tersebut pun berubah seketika menjadi cinta (atau sekedar nafsu seksual semata). Mulai dari titik ini, Miss Julie dan Jean tidak lagi bertarung melawan kuasa satu sama lain, tapi mereka sudah pada tahap bertarung memeroleh kuasa atas hubungan mereka atas kuasa ayah Miss Julie. Sudah jelas mereka tidak mungkin terang-terangan mengakui hubungan mereka di depan ayah Miss Julie. Di sini lah kuasa sang ayah berpengaruh.
Singkat saja, adegan-demi-adegan film mengalir lancar, efektif, dan efisien tanpa ada detail yang terasa menganggu dan tanpa ada dramatisasi yang berlebihan. Kedua pemeran utama, Anita Björk dan Ulf Palme, melakukan tugas mereka sesuai dengan porsi masing-masing. Pas. Anita Björk memberikan dilematisasi yang sangat pintar terhadap tokoh Miss Julie. Belum lagi gesture yang dilakukan Anita Björk, raut wajahnya (yang di sepanjang film lebih sering murung) ditambah tatapan matanya yang tajam, makin membuat tokohnya terasa meyakinkan di layar. “Miss Julie,” secara keseluruhan, adalah film dengan kajain psikologis sekaligus kajian situasional yang sangat menantang. “Miss Julie,” dengan cara yang sederhana tapi pintar, menyajikan tahapan-tahapan yang terjalin teratur sebuah permainan politik dalam seks (dan cinta?).
Sutradara: Alf Sjöberg
Pemain: Anita Björk, Ulf Palme, Märta Dorff
Tahun Rilis: 1951
Judul Internasional: “Miss Julie”
Film ini diadaptasi dari drama panggung “Fröken Julie” karya August Strindberg.
“MISS Julie” adalah salah satu dari judul klasik dengan tema yang kontroversif. Film Swedia ini, tidak lain, membahas tema yang masih terbilang sensasional pada jamannya: seks (dan hal-hal yang berkaitan). Hal yang menarik dari menyimak “Miss Julie” adalah menyaksikan persepsi klasik seputar seks dalam balutan sebuah drama yang tersuguh dalam layar hitam putih. Nyatanya, film klasik yang membahas seksualitas ini sama tidak menyajikan adegan birahi, tapi lebih pada adegan-adegan seduksi (dan pengaruhnya) antar karakter yang terkait.
Berlatar tahun 1874 di sebuah kediaman mewah seorang seorang Count (gelar kebangsawanan) di Swedia, Miss Julie (Anita Björk), sang putri pemilik kediaman tersebut, mencoba mencari kesenangan bersama pelayan. Hal ini, tentunya, sangat melanggar nilai-nilai pada masa di mana strata dan status sosial merupakan hal yang penting dalam jalinan masyarakat. Orang sekelas Miss Julie, dirasa tidak pantas berkerumun dengan pelayan. Tapi Miss Julie yang keras kepala tetap saja memutuskan untuk berbaur di sebuah pesta para pelayan di dapur. Beliau berdansa dengan para pelayan. Miss Julie tertarik dengan seorang pelayan laki-laki, Jean (Ulf Palme), yang jauh lebih sopan, bertata-krama, dan berpendidikan bila dibandingkan dengan pelayan-pelayan lainnya.
Miss Julie, nyatanya, bukanlah sosok yang baik atau ramah. Miss Julie adalah sosok yang bossy. Semua perintahnya harus dituruti. Miss Julie adalah diktator bagi dirinya sendiri. Miss Julie tega memukulkan tongkat pada Diana, anjingnya yang tidak patuh. Miss Julie juga tega memerlakukan mantan tunangannya dengan perlakuan serupa – pertunangannya pun putus. Miss Julie adalah sosok menempatkan dirinya pada sisi kuasa, dan Miss Julie sadar dia punya kuasa.
Ada permainan kekuasaan yang menarik di film ini. Tepatnya, ada tiga tahapan permainan kekuasaan. Pertama, Miss Julie sadar beliau punya kuasa atas kedudukaannya sebagai anak bangsawan. Miss Julie sadar sesadar-sadarnya akan kekuasaan tersebut. Dan Miss Julie paham betul cara menggunakan kekuasaan yang dia sadari tersebut. Terlebih lagi, Miss Julie dididik oleh ibunya dengan dogma bahwa sebagai wanita dia tidak boleh tunduk pada pria mana pun – tapi Miss Julie akhirnya jatuh juga pada Jean.
Kekuasaan kedua ada pada Jean. Jean, entah sadar atau tidak, mempunyai kekuasaan sebagai laki-laki (secara seksual) terhadap Miss Julie. Jean adalah tipe pria yang sangat menentang aturan-aturan seputar strata dan status sosial yang mengekangnya. Di awal film, rayuan yang dilemparkan Miss Julie nyatanya sama sekali tidak mempan pada Jean. Dan hal ini makin membuat Miss Julie merasa tertantang. Di sini lah asal muasal kuasa Jean terhadap Miss Julie.
Dan kekuasan terakhir dipegang oleh ayah Miss Julie. Kekuasaan sang ayah merupakan kekuasaan yang paling mutlak, dan kelak merupakan kekausaan yang paling menghalangi hubungan Jean dan Miss Julie. Beliau mempunyai kekuasaan terhadap Jean dan Miss Julie sekaligus karena beliau adalah seorang bangsawan, seorang majikan, sekaligus seorang ayah.
Mulanya, film bergulir sebagai pertarungan antara Miss Julie dan Jean di malam pesta tersebut. Tindakan Jean yang sepertinya sama sekali tidak termakan rayuan Miss Julie, membuat Miss Julie semakin tertantang dan tertantang lagi. Hingga semakin malam, semakin intensif kedekatan antara Miss Julie dan Jean, dan pertarungan “kekuasaan” tersebut pun berubah seketika menjadi cinta (atau sekedar nafsu seksual semata). Mulai dari titik ini, Miss Julie dan Jean tidak lagi bertarung melawan kuasa satu sama lain, tapi mereka sudah pada tahap bertarung memeroleh kuasa atas hubungan mereka atas kuasa ayah Miss Julie. Sudah jelas mereka tidak mungkin terang-terangan mengakui hubungan mereka di depan ayah Miss Julie. Di sini lah kuasa sang ayah berpengaruh.
Singkat saja, adegan-demi-adegan film mengalir lancar, efektif, dan efisien tanpa ada detail yang terasa menganggu dan tanpa ada dramatisasi yang berlebihan. Kedua pemeran utama, Anita Björk dan Ulf Palme, melakukan tugas mereka sesuai dengan porsi masing-masing. Pas. Anita Björk memberikan dilematisasi yang sangat pintar terhadap tokoh Miss Julie. Belum lagi gesture yang dilakukan Anita Björk, raut wajahnya (yang di sepanjang film lebih sering murung) ditambah tatapan matanya yang tajam, makin membuat tokohnya terasa meyakinkan di layar. “Miss Julie,” secara keseluruhan, adalah film dengan kajain psikologis sekaligus kajian situasional yang sangat menantang. “Miss Julie,” dengan cara yang sederhana tapi pintar, menyajikan tahapan-tahapan yang terjalin teratur sebuah permainan politik dalam seks (dan cinta?).
useful information
BalasHapusTHANK YOU FOR recommendation :-)
collection of drugs to overcome the disease myoma
=======================================================
obat miom
obat miom
obat miom
obat miom
obat miom
========================================================