Baarìa – La porta del vento
Pemain: Francesco Scianna, Margareth Madè, Monica Bellucci, Raoul Bova, Ángela Molina, Enrico Lo Verso, Luigi Lo Cascio, Laura Chiatti, Beppe Fiorello, Nicole Grimaudo, Leo Gullotta, Gisella Marengo, Gabriele Lavia, Giovanni Gambino, Davide Viviani, Mariangela Di Cristina, Giuseppe Garufì, Gaetano Sciortino, Giuseppe Russo, Maurizio San Fratello, Valentina Rubino, Desirée Rubino, Anna Faranna
Tahun Rilis: 2009
Sekali lagi Siscilia dipakai Giuseppe Tornatore sebagai setting, setelah sebelumnya dipampangkan habis-habisan dalam Nuovo Cinema Paradiso, Malèna, dan L'Uomo delle stelle, seperti tidak habis-habis saja cerita Tornatore tentang kampung halamannnya itu. Kalau Cinema Paradiso menceritakan tentang kehidupan seorang Salvatore di tiga usia berbeda: kanak-kanak, remaja, dan dewasa, Baarìa malah lebih luas lagi, menceritakan tentang kehidupan Peppino Terranova dalam tiga generasi: generasi bapak Peppino (ketika Peppino muda), generasa Peppino, dan generasi anak Peppino. Baarìa tampil seakan-akan seperti riwayat hidup full dari seorang Peppino Terranova.
Baarìa masuk jajaran salah satu nominator Best Foreign Language Golden Globe 2010 bersama Un prophète, La Nana, Los abrazos rotos, dan Das weiße Band (pemenang). Mulai dari durasi epik, nuansa, tema, hingga latar Sicilia, Baarìa punya banyak kemiripan dengan masterpiece Giuseppe Tornatore, Cinema Paradiso. Sayangnya, Baarìa tidak se-masterpiece Cinema Paradiso. Walaupun begitu, Baarìa tetap berhasil mempertontonkan sebuah perjalanan cinta, kematian, kerusuhan sosial, permasalahan rumah tangga, permasalahan politik, sampai permasalahan seputar menanggapi perubahan zaman. Semua pemain memberikan penampilan yang sangat solid. Ditambah shot-shot yang memanjakan dan simbolisme-simbolisme yang menarik untuk dipecahkan, Baarìa termasuk tontonan yang menyenangkan. Well, menyenangkan menyaksikan sebuah perubahan zaman melalui kaca mata Peppino. Pada akhirnya, Tornatore menyuguhkan ending (bukan spoiler) yang seolah-olah berupa pertemuan masa lalu dan masa kini (atau pertemuan dua generasi manusia).
Tahun Rilis: 2009
Diangkat dari novel trilogi Vampire Blood karya Darren Shan.
Setelah The Twilight Sagas masih perlukah sebuah film teen-filck-vampir lagi? Sayangnya ada orang yang merasa masih! Tidak usah heran lagi kalau trilogi vampir dari Darren Shan diangkat jadi another vampire-teen-flick. Chris Massoglia dipasang sebagai pemeran utama. Berita baiknya, doi bukanlah Robert Pattinson. Dan berita buruknya, doi tidak lebih baik dari Robert Pattinson.
Tahun Rilis: 2006
Baarìa masuk jajaran salah satu nominator Best Foreign Language Golden Globe 2010 bersama Un prophète, La Nana, Los abrazos rotos, dan Das weiße Band (pemenang). Mulai dari durasi epik, nuansa, tema, hingga latar Sicilia, Baarìa punya banyak kemiripan dengan masterpiece Giuseppe Tornatore, Cinema Paradiso. Sayangnya, Baarìa tidak se-masterpiece Cinema Paradiso. Walaupun begitu, Baarìa tetap berhasil mempertontonkan sebuah perjalanan cinta, kematian, kerusuhan sosial, permasalahan rumah tangga, permasalahan politik, sampai permasalahan seputar menanggapi perubahan zaman. Semua pemain memberikan penampilan yang sangat solid. Ditambah shot-shot yang memanjakan dan simbolisme-simbolisme yang menarik untuk dipecahkan, Baarìa termasuk tontonan yang menyenangkan. Well, menyenangkan menyaksikan sebuah perubahan zaman melalui kaca mata Peppino. Pada akhirnya, Tornatore menyuguhkan ending (bukan spoiler) yang seolah-olah berupa pertemuan masa lalu dan masa kini (atau pertemuan dua generasi manusia).
Sutradara: Paul Weitz
Pemain: John C. Reilly, Ken Watanabe, Josh Hutcherson, Chris Massoglia, Ray Stevenson, Patrick Fugit, Orlando Jones, Willem Dafoe, Salma Hayek
Pemain: John C. Reilly, Ken Watanabe, Josh Hutcherson, Chris Massoglia, Ray Stevenson, Patrick Fugit, Orlando Jones, Willem Dafoe, Salma Hayek
Tahun Rilis: 2009
Diangkat dari novel trilogi Vampire Blood karya Darren Shan.
Setelah The Twilight Sagas masih perlukah sebuah film teen-filck-vampir lagi? Sayangnya ada orang yang merasa masih! Tidak usah heran lagi kalau trilogi vampir dari Darren Shan diangkat jadi another vampire-teen-flick. Chris Massoglia dipasang sebagai pemeran utama. Berita baiknya, doi bukanlah Robert Pattinson. Dan berita buruknya, doi tidak lebih baik dari Robert Pattinson.
Berita baiknya lagi, Cirque du Freak: The Vampire's Assistant lebih ke arah fantasi ketimbang romansa-romansa gombal ABG labil. Dan berita buruknya, fantasi yang disajikan Cirque du Freak: The Vampire's Assistant is a total bore. Susah malah mencari sisi bagus film ini. Karena ini resensi singkat, saya cuma bakal bilang this movie suck in every part of it.
Pemain: Max Minghella, Sophia Myles, John Malkovich, Jim Broadbent, Matt Keeslar, Ethan Suplee, Joel Moore, Nick Swardson, Adam Scott, Anjelica Huston
Tahun Rilis: 2006
Orang yang bodoh Matematika bisa jadi pintar Matematika asalkan belajar dengan giat, tapi beda halnya dengan bakat seni. Seniman jauh lebih kompleks lagi. Seniman tidak dibuat. Seniman tidak dipelajari. Tapi seniman dilahirkan. Kita tidak bisa memaksa seseorang dengan suara buruk nan cempreng untuk tiba-tiba bisa menyanyi merdu. Begitu pula halnya dengan melukis. Berkisah tentang obsesi-obsesi Jerome (Max Minghella) ketika belajar di sebuah sekolah seni, dan pada akhirnya Jerome sendiri bakal belajar arti dasar dari seni itu sendiri, lalu menerapkannya bukan hanya pada karya-karyanya tapi juga pada kenyataan yang harus dihadapinnya.
Bagi yang tidak tahu, Terry Zwigoff sebelumnya pernah menelurkan sebuah film dokumenter yang sangat memukau, Crumb, tentang Robert Crumb. Art School Confidential tercatat sebagai film terakhirnya sejauh ini. Max Minghella, anak dari almarhum Anthony Minghella (The English Patient, The Talented Mr. Rippley, dan Cold Mountain) yang sebelumnya membintangi Bee Season, memberikan penampilan yang cukup memukau sebagai tokoh utama. Saya suka bagaimana John Malkovich membawakan tokohnya, dan saya juga suka dosen seni bijak yang diperankan oleh Angelica Huston. Cerita Art School Confidential juga mencangkup sebuah pembunuhan berantai. Sebuah pilihan bijak plot tentang pembunuhan berantai ini tetap berposisi sebagai bumbu, bukan suguhan utama. Dan pada akhirnya plot tentang pembunuhan berantai ini tetap bisa difungsikan dengan baik. Tapi pada dasarnya, subplot tetang pembunuh berantai ini adalah mubazirisme. Saya sendiri lebih menikmati menyaksikan bagaimana usaha Jerome mengejar obsesi-obsesinya di sekolah seni, ketimbang sekedar pembunuhan berantai. This is not a gore thriller for God sake, this is Art School Confidential.
Bagi yang tidak tahu, Terry Zwigoff sebelumnya pernah menelurkan sebuah film dokumenter yang sangat memukau, Crumb, tentang Robert Crumb. Art School Confidential tercatat sebagai film terakhirnya sejauh ini. Max Minghella, anak dari almarhum Anthony Minghella (The English Patient, The Talented Mr. Rippley, dan Cold Mountain) yang sebelumnya membintangi Bee Season, memberikan penampilan yang cukup memukau sebagai tokoh utama. Saya suka bagaimana John Malkovich membawakan tokohnya, dan saya juga suka dosen seni bijak yang diperankan oleh Angelica Huston. Cerita Art School Confidential juga mencangkup sebuah pembunuhan berantai. Sebuah pilihan bijak plot tentang pembunuhan berantai ini tetap berposisi sebagai bumbu, bukan suguhan utama. Dan pada akhirnya plot tentang pembunuhan berantai ini tetap bisa difungsikan dengan baik. Tapi pada dasarnya, subplot tetang pembunuh berantai ini adalah mubazirisme. Saya sendiri lebih menikmati menyaksikan bagaimana usaha Jerome mengejar obsesi-obsesinya di sekolah seni, ketimbang sekedar pembunuhan berantai. This is not a gore thriller for God sake, this is Art School Confidential.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar