Oleh: Rio Johan (Rijon)Sutradara: Iqbal Rais
Pemain: Fathir Muchtar, Kinaryosih, Ringgo Agus Rahman, Aji Idol, Jonny Iskandar
Tahun Rilis: 2010
Pemain: Fathir Muchtar, Kinaryosih, Ringgo Agus Rahman, Aji Idol, Jonny Iskandar
Tahun Rilis: 2010
“Gue sebagai Galang, dia orangnya sumbu pendek. Maksudnya sedikit-sedikit marah,” itu lah pernyataan Fathir Muchtar seputar tokoh yang dia perankan di film ini. Tagline film ini “Urusan cinta boleh keok, yang penting lawan bonyok,” kira-kira begitulah tokoh Galang yang diperankan oleh Fathir Muchtar.
Pasca putus dengan tunangannya (yang lebih memilih dinikahi bosnya), Galang pindah ke Jakarta untuk menata kembali kehidupannya–termasuk emosinya yang menggebu-gebu. Sampai di Jakarta, Galang mendapat teman baru, Disko (Adjie Idol), seorang pengamen dekil yang senanitasa membantunya. Jakarta juga mempertemukan Galang dengan Laras (Kinaryosih), tipikal gadis-gadis klasik yang membuat Galang kelepek-kelepek. Sayangnya, sifat tempramental (dan kecerobohan) Galang malah membuat bapaknya Laras naik pitam, dan secara tidak langsung membuat jarak antara Galang dan Laras.
Dilema Galang makin rumit ketika seorang pemuda, Donny (Ringgo Agus Rahman), datang sebagai teman sekamar (di kostan) Galang. Bukan cuma hadir sebagai pengacau di kamar kost, pria selengean ini juga jadi penghalan bagi Galang untuk mendekati Laras. Berbeda dengan Galang yang selalu mendahulukan “otot,” Donny cenderung lucik dalam usaha mendekati Laras.
Dari menit-menit awal film diputar, saya sudah bisa menduga bahwa Senggol Bacok adalah sebuah komedi konyol-konyolan, bukan komedi yang bertopang pada situasi–sebuah komedi yang berada pada area yang sama dengan umumnya komedi-komedi di Indonesia. Yang artinya, deasa ini Indonesia lebih sering memproduksi komedi konyol-konyolan, ketimbang komedi situasiona. Yang artinya, apakah tingkat pemikiran penonton Indonesia cuma sampai sebatas komedi konyol-konyolan semata? Aaah, pasti alasan hiburan ringan dijadikan tameng. Buktinya C.R.A.Z.Y. bisa jadi hiburan ringan yang tidak kosong melompong (berisi pada malah).
Setidaknya, di awal-awal film, humor-humor yang dihadirkan Senggol Bacok tidak sekonyol komedi-komedi konyol lokal pada umumnya. Tapi jangan senang dulu, semakin durasi film berjalan, semakin memuncak pula kekonyolan yang ada (diperparah pula dengan ketidakmasukakaln adegan). Ditambah lagi penampilan para pemainnya yang sama sekali tidak membangu. Fathir Muchtar sama sekali tidak berhasil memancing simpati saya dengan penampilannya. Ringgo bermain begitu-begitu saja. Not surprising. Puncak dari kekonyolan ini ada pada plot tentang bom.
- Kok bisa ya Galang sama sekali nggak merasa sedang membawa kotak bom (dan bukan martabak)? Memang, saya sama sekali belum pernah memegang bom, tapi kalau dipikir-pikir, rasanya bom rakitan jauh lebih berat daripada martabak keju. Kejanggalan ini bisa di-skip, atau diacuhkan saja dengan alasan bahwa Galang memang orang yang ceroboh.
- Bom (yang dikira martabak keju) itu kan diberikan ke bapaknya Laras sebagai hadiah basa-basi. Si bapak tertangkap. Lah, kok bisa tiba-tiba si bapak yang jadi tersangka? Langsung dipenjara? Bukankah ada yang bisa menjadi saksi (ibunya Laras dan Laras tentunya) bahwa bom tersebut bukan milik si bapak, tapi hadiah dari Galang? Lucu deh polisinya.
- Di sebuah adegan kejar-kejaran di statsiun, ketika Disko menabrak seorang teroris yang sedang membawa koper berisi bom. Kok bisa ya bomnya gak kenapa-kenapa? Bukankah bom, pada umumnya, dibuat meledak bila terkena guncangan?
Mantap Sob.. Terus Berkarya,
BalasHapusjangan lupa mampir : )