Oleh: Rio Johan (Rijon)Sutradara: Stephen Frears
Pemain: Gemma Arterton, Roger Allam, Bill Camp, Dominic Cooper, Luke Evans, Tamsin Greig, Jessica Barden, Charlotte Christie, John Bett, Josie Taylor, Pippa Haywood, Susan Wooldridge, Alex Kelly, Lola Frears, Bosworth Acres-Debenham
Tahun Rilis: 2010
Diadaptasi dari komik Tamara Drewe karya Hans Posy Simmonds.
Pemain: Gemma Arterton, Roger Allam, Bill Camp, Dominic Cooper, Luke Evans, Tamsin Greig, Jessica Barden, Charlotte Christie, John Bett, Josie Taylor, Pippa Haywood, Susan Wooldridge, Alex Kelly, Lola Frears, Bosworth Acres-Debenham
Tahun Rilis: 2010
Diadaptasi dari komik Tamara Drewe karya Hans Posy Simmonds.
Tidak semua orang merasa hidup di pedesaan yang menenangkan itu menyenangkan. Ada juga yang merasa ketenangan di desa justru membosankan. Itulah suasana sebuah Desa Dorset di Inggris yang disajikan Stephen Frears (High Fidelty, Dangerous Liaisons, The Queen, dll). Jalan-jalannya begitu sepi, nyaris tanpa mobil, nyaris tak pejalan kaki di trotoarnya. Jarak antar rumah pun diperlihatkan berajauhan. Senyap. Sunyi. Jarang ada kejadian yang berarti.
Namun bagi mereka yang mencari ketenangan, pedesaan justru salah satu tempat yang tepat. Seperti yang dilakukan para penulis-penulis di “Writer's Retreat,” di mana mereka bisa bebas berimajinasi – kabur sejauh-jauhnya dari realita menuju imajinasi liar masing-masing. Perkumpulan para penulis ini terjadi di peternakan milik Beth (Tamsin Greig) dan suaminya Nicholas (Roger Allam), seorang penulis kisah-kisah kriminal bestseller. Sementara Nicholas menghabiskan waktunya menulis di dalam rumah, Beth mengelola peternakan dengan bantuan seorang pemuda berotot setempat, Andy Cobb (Luke Evans). Jangan salah paham dulu, Beth istri yang baik kok.
Tapi situasinya berbeda dengan Nick, sekalipun ia seorang penulis, yang merupakan penghuni tetap peternakan itu. Nick sudah terlalu bosan kabur bersama imajinasi liarnya ketika menulis. Saking bosannya, di saat gairah liarnya makin mendidih, dia justru kabur membawa imajinasi liarnya tersebut ke dalam dunia nyata. Hasilnya, munculah seorang gadis selingkuhan yang datang jauh-jauh dari kota untuk menemuinya. Untungnya Nick memang seorang mata keranjang yang pandai berkilah.
Ternyata bukan hanya Nick seorang yang menganggap ketenangan dan kesunyian di desa itu membosankan. Ada dua abege labil, Jody (Jessica Barden) dan Casey (Charlotte Christie), yang menggilai seorang vokalis band bernama Ben (Dominic Cooper). Hampir setiap hari keduanya hanya menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di semacam pondok di pinggir jalan sambil berbagi imajinasi libido seputar idola mereka.
Di tengah ketenangan dan kenyamanan (atau kebosanan) tersebutu datanglah Tamara Drewe (Gemma Arterton), seorang gadis semok yang datang dengan dua tujuan pasti: [1] Melakukan tugasnya sebagai wartawan untuk mewawancarai vokalis band rock n' roll, Ben, yang kebetulan hendak melakukan konser di dekat itu; [2] Mengurusi rumah almarhumah ibunya di Dorset yang sekarang diwariskan padanya. Kalau ada tujuan-tujuan tambahan, misalnya memamerkan hidung mungil hasil operasi plastik atau menjenguk kembali kekasih hati masa lalu, biarlah Anda tonton sendiri di film ini.
Kemunculan pertama Tamara, sejak sekian lama di kota, langsung disambut dengan wajah-wajah shock tetangga setempat. Ada yang membicarakan hidungnya. Ada yang membicarakan celana super mini sebatas pantat yang dia pakai. Ada juga yang terpincut-pincut melihat kesemokan bodinya. Terlebih ketika mereka mendapat kabar bahwa Tamara sedang menjalin hubungan, dan tinggal serumah (di rumah ibunya Tamara), dengan Ben, vokalis band yang diwawancarinya.
Bagi Nick, yang di masa lalu sering mengejek Tamara yang masih buruk rupa, kehadiran gadis semok itu ibarat ketiban durian. Matanya jelalatan kerap kali Tamara mondar-mandir di depan peternakan. Bagi Andy, cinta monyet Tamara waktu remaja dulu, kedatangan Tamara justru membuat dia meriang-meriang panas-dingin. Bagaimana tidak, tiap hari dia harus mendengarkan lenguhan-lenguhan Tamara dan Ben dari kamar atas sembari memperbaiki rumah tersebut. Sementara bagi Jody dan Casey, kedatangan Tamara bersama sang idola justru sebuah kiamat besar. Jody dan Casey yang kalap pun tidak mau kalah, mereka diam-diam masuk ke rumah Tamara dengan berbagai macam rencana jahil.
Saya tidak akan menjabarkan konflik-konflik apa saja yang akan menimpa karakter-karakter tersebut, cerita yang ada di dalam film ini termasuk berbelit. Untungnya Stephen Frears berhasil menghibur saya dengan humor-humor britishnya. Kelemahan Tamara Drewe di banding film-film Frears sebelumnya saya rasa ada di penokohannya. Sekalipun film ini merupakan komedi tentang karakter, dan karakter yang disajikan termasuk variatif, mereka terlalu opera sabun. Memang baik dari segi penokohan atau dari segi muatannya, film ini tidak sedalam film-film Frears lainnya, tapi setidaknya film ini bisa mengocok perut tanpa perlu menanggalkan logika. Dan saya suka bagaimana kemunculan seorang Tamara Drewe bisa mengacak-acak kebosanan di desa itu.
Namun bagi mereka yang mencari ketenangan, pedesaan justru salah satu tempat yang tepat. Seperti yang dilakukan para penulis-penulis di “Writer's Retreat,” di mana mereka bisa bebas berimajinasi – kabur sejauh-jauhnya dari realita menuju imajinasi liar masing-masing. Perkumpulan para penulis ini terjadi di peternakan milik Beth (Tamsin Greig) dan suaminya Nicholas (Roger Allam), seorang penulis kisah-kisah kriminal bestseller. Sementara Nicholas menghabiskan waktunya menulis di dalam rumah, Beth mengelola peternakan dengan bantuan seorang pemuda berotot setempat, Andy Cobb (Luke Evans). Jangan salah paham dulu, Beth istri yang baik kok.
Tapi situasinya berbeda dengan Nick, sekalipun ia seorang penulis, yang merupakan penghuni tetap peternakan itu. Nick sudah terlalu bosan kabur bersama imajinasi liarnya ketika menulis. Saking bosannya, di saat gairah liarnya makin mendidih, dia justru kabur membawa imajinasi liarnya tersebut ke dalam dunia nyata. Hasilnya, munculah seorang gadis selingkuhan yang datang jauh-jauh dari kota untuk menemuinya. Untungnya Nick memang seorang mata keranjang yang pandai berkilah.
Ternyata bukan hanya Nick seorang yang menganggap ketenangan dan kesunyian di desa itu membosankan. Ada dua abege labil, Jody (Jessica Barden) dan Casey (Charlotte Christie), yang menggilai seorang vokalis band bernama Ben (Dominic Cooper). Hampir setiap hari keduanya hanya menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di semacam pondok di pinggir jalan sambil berbagi imajinasi libido seputar idola mereka.
Di tengah ketenangan dan kenyamanan (atau kebosanan) tersebutu datanglah Tamara Drewe (Gemma Arterton), seorang gadis semok yang datang dengan dua tujuan pasti: [1] Melakukan tugasnya sebagai wartawan untuk mewawancarai vokalis band rock n' roll, Ben, yang kebetulan hendak melakukan konser di dekat itu; [2] Mengurusi rumah almarhumah ibunya di Dorset yang sekarang diwariskan padanya. Kalau ada tujuan-tujuan tambahan, misalnya memamerkan hidung mungil hasil operasi plastik atau menjenguk kembali kekasih hati masa lalu, biarlah Anda tonton sendiri di film ini.
Kemunculan pertama Tamara, sejak sekian lama di kota, langsung disambut dengan wajah-wajah shock tetangga setempat. Ada yang membicarakan hidungnya. Ada yang membicarakan celana super mini sebatas pantat yang dia pakai. Ada juga yang terpincut-pincut melihat kesemokan bodinya. Terlebih ketika mereka mendapat kabar bahwa Tamara sedang menjalin hubungan, dan tinggal serumah (di rumah ibunya Tamara), dengan Ben, vokalis band yang diwawancarinya.
Bagi Nick, yang di masa lalu sering mengejek Tamara yang masih buruk rupa, kehadiran gadis semok itu ibarat ketiban durian. Matanya jelalatan kerap kali Tamara mondar-mandir di depan peternakan. Bagi Andy, cinta monyet Tamara waktu remaja dulu, kedatangan Tamara justru membuat dia meriang-meriang panas-dingin. Bagaimana tidak, tiap hari dia harus mendengarkan lenguhan-lenguhan Tamara dan Ben dari kamar atas sembari memperbaiki rumah tersebut. Sementara bagi Jody dan Casey, kedatangan Tamara bersama sang idola justru sebuah kiamat besar. Jody dan Casey yang kalap pun tidak mau kalah, mereka diam-diam masuk ke rumah Tamara dengan berbagai macam rencana jahil.
Saya tidak akan menjabarkan konflik-konflik apa saja yang akan menimpa karakter-karakter tersebut, cerita yang ada di dalam film ini termasuk berbelit. Untungnya Stephen Frears berhasil menghibur saya dengan humor-humor britishnya. Kelemahan Tamara Drewe di banding film-film Frears sebelumnya saya rasa ada di penokohannya. Sekalipun film ini merupakan komedi tentang karakter, dan karakter yang disajikan termasuk variatif, mereka terlalu opera sabun. Memang baik dari segi penokohan atau dari segi muatannya, film ini tidak sedalam film-film Frears lainnya, tapi setidaknya film ini bisa mengocok perut tanpa perlu menanggalkan logika. Dan saya suka bagaimana kemunculan seorang Tamara Drewe bisa mengacak-acak kebosanan di desa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar