Diadaptasi dari film pendek 9 karya Shane Acker.










Rabu, 20 Oktober 2010
9
Diadaptasi dari film pendek 9 karya Shane Acker.
Rabu, 25 Agustus 2010
How to Train Your Dragon

Tahun Rilis: 2010
Ada semacam perasaan menyenangkan ketika menonton How to Train Your Dragon. Ada suasana petualangan yang menyenangkan sekaligus mendebarkan dari film animasi komputer yang satu ini. Bukan cuma karena visualisasi animasinya yang menggugah, tapi juga karena chemistry antara Hiccup dan Toothless yang menawan.
Jumat, 16 Juli 2010
Ratatouille
Selasa, 13 Juli 2010
Up
MENGALAHKAN empat pesaingnya (“Coraline,” “Fantastic Mr. Fox,” “The Princess and the Frog,” dan “The Secret of Kells”), “Up” menyabet gelar Best Animated Feature di ajang Oscar 2009 kemarin.
Kekuatan utama “Up” ada pada animasi karakter-karakternya. Tokoh-tokoh di film ini lucu. Tapi tidak sekedar imut-imutan ala film-film kartun standar. Tokoh-tokoh “Up” lucu layaknya manusia. Tokoh-tokoh “Up” sangat belieavable. Mereka hidup. Mereka punya emosi. Mereka tertawa. Punya amarah. Punya rasa sedih. Sekalipun tampil sebagai tokoh CGI, mereka juga punya masalah layaknya manusia.

Ternyata tokoh lanjut usia pun bisa mampang di film animasi. Carl, kakek tua pendiam tokoh utama film ini membuktikan. “Up” bercerita tentang ambisi kanak-kanak Carl dan mendiang istrinya, Ellie. Ketika masih kanak-kanak, Carl dan Elli pernah membuat janji untuk bertualang ke Paradise Falls (nama air terjun). Janji tersebut mereka terus mereka pendam hingga menikah. Sayangnya tuntutan-tuntutan rumah tangga yang mendesak membuat mereka berdua tidak pernah mampu mewujudkan. Adegan pernikahan Elli dan Carl hingga masa tua mereka ini disajikan dengan potongan-potongan dipercepat kehidupan mereka. It's a lovely scene. Elli meninggal karena sakit, kini tinggal Carl yang akan mewujudkan mimpi mereka (ketimbang rumahnya digusur dan Carl dititipkan di panti jompo).
Carl menggunakan ribuan balon helium untuk menerbangkan rumahnya. Mungkin yang dilakukan Carl ini hampir tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Well, I don't know. Ada yang pernah mencoba menerbangkan rumah dengan ribuan balon helium? Mungkin bisa. Mungkin tidak. Terlepas dari itu, fantasi yang dihadirkan di film ini benar-benar unik – unik tanpa perlu heboh berlebihan.

Dalam perjalanannya Carl ditemanik teman-tak-terduga (dan juga tak-diinginkan): Russell bocah penjelajah (semcam pramuka) yang sedang dalam misi mendapatkan lencana “membantu orang tua” (lencana terakhirnya untuk jadi penjelajah senior), seekor burung langka yang dinamai Kevin, dan anjing bernama Dug yang bisa berbicara melalui (semacam) resivier di kalungnya (yang sebenarnya sedang mengincar Kevin). Carl juga berhadapan dengan Charles F. Muntz, penjelajah idolanya ketika kecil dulu, yang sedang memburu Kevin bersama gerombolan pasukan anjing robotiknya.
Disney's Pixar jelas menunjukkan pendewasaannya di film-filmnya yang terakhir ini. “WALL-E,” “Up,” dan yang paling terakhir “Toy Story 3.” Animasi-animasi tersebut jelas lebih hidup untuk ukuran animasi. Bukan cuma lebih hidup dari sisi visualisasinya, tapi masalah yang disajikan juga lebih kompleks ketimbang film-film animasi pada umumnya. Lihat saja dilema yang dirasa oleh Carl, atau masalah keluarga Russell. Dan sisi terbaik “Up” adalah bagaimana film ini bisa tetap menyajikan masalah yang lebih kompleks tanpa kehilangan nuansa magical-nya.

Minggu, 20 Juni 2010
Toy Story 3

Tahun Rilis: 2010
Film ini merupakan sequel dari “Toy Story 2” (1999).
Ini adalah film ketiga dari franchise “Toy Story,” yang kurang lebihnya bercerita tentang petualangan para mainan yang hidup ketika para manusia tidak melihat mereka. Bayangkan kalau mainan kita tiba-tiba bergerak, berbicara, hidup, di malam hari ketika tidur.
Film ketiga ini tetap menyoroti Woody, sebuah mainan koboi-koboian, dan teman-temannya. Mereka semua merupakan mainan milik seorang bocah bernama Andy. Sayangnya, sekarang Andy sudah 17 tahun dan sedang bersiap-siap untuk kuliah. Para mainan tersebut dihdapakan pada ketidakpastian, tentu Andy yang sudah dewasa tidak mungkin memainkan mereka lagi. Ketika berkemas, Andy memutuskan untuk membawa Woody, sementara yang lainnya dimasukkan ke sebuah kantung plastik berlabel “sampah.” Sebenarnya Andy berniat menyimpan sisa mainnya (selain Woody) di loteng. Sayangnya, ketika ibunya mendapatkan kantung berlabel “sampah” tersebut, mereka malah terbuang.

Woody yang menyaksikan jelas semua kejadian ini berusaha menjelaskan pada teman-temannya. Sayangnya, para mainan yang sudah sangat terluka dan kecewa tersebut sama sekali tidak mau mendengar. Mereka bahkan memutuskan untuk pergi ke Pusat Penitipan Anak Sunnyside, berharap dapat kembali dimainkan di tempat tersebut. Woody pun, secara tidak sengaja, ikut bersama mereka. Di Sunnyside, mulanya, mereka disambut dengan hangat oleh mainan-mainan lain. Tempat tersebut dipimpin oleh sebuah boneka beruang besar yang dinamai Lotso (Lots-o-Huggin' Bear). Melihat rona bahagia teman-temannya di Sunnyside, Woody memutuskan untuk berpisah dan kembali ke Andy. Sayangnya, ternyata Woody tidak langsung bisa tiba ke rumah Andy ketika Bonnie, anak pengurus Sunnyside, menemukannya lalu membawanya pulang sebagai mainannya.
Sementara itu, teman-teman Woody mendapatkan kejutan yang tidak menyenangkan dari anak-anak balita yang memainkan mereka di ruangan tempat mereka ditempatkan. Balita-balita tersebut memainkan mereka dengan sangat kasar. Dibanting. Ditendang. Diduduki. Maklum, balita, belum tahu cara memainkan mainan dengan benar.
Pada “Toy Story” dan “Toy Story 2” penonton dikenalkan pada kisah tentang kedekatan hubungan antara seorang bocah dan mainan-mainannya. Dalam produksi Pixar kali ini, “Toy Story 3,” penonton diperkenalkan pada anti klimaksnya. Di sini kita dihadapkan pada Andy, yang sedang dalam masa pendewasaan, yang harus meninggalkan masa kecilnya (termasuk mainan-mainannya). Tapi, yang lebih inti dari film ini, bagaimanakah seharusnya Andy meninggalkan masa kecilnya? Dibuang begitu saja? Atau dengan sesuatu yang lebih bermakna? Di “Toy Story 3” ini, penonton malah dihadapkan pada kisah yang bertolak belakang dari dua film pendahulunya: si bocah (yang sudah dewasa) dan mainan-mainannya saling berpisah satu sama lain. Hanya saja, bagimanakah seharusnya mereka berpisah?

