Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Wes Anderson
Tahun Rilis: 2009
Film ini diangkat dari novel “Fantastic Mr. Fox” karangan Roald Dahl.
“FANTASTIC Mr. Fox” adalah film animasi berbentuk stop-motion. Bagi yang masih asing dengan istilah stop-motion, silahkan simak penjabaran singkat saya di sini atau langsung saja baca di Wikipedia. “Fantastic Mr. Fox” membawakan sebuah fabel kepada penontonnya. Tokoh-tokoh binatang di sini dibuat hidup, berbicara, bahkan bertingkah semacam manusia. Fabel is fabel.
Fabel yang satu ini bercerita tentang Mr. Fox (Pak Rubah) yang menikahi Mrs. Fox (Bu Rubah). Sebelum menikah, keduanya adalah partner in crime. Lantas ketika tertangkap perangkap saat mencuri ayam, Mrs. Fox mengaku sedang mengandung dan Mr. Fox membuat janji untuk tidak mencuri lagi. Putra mereka bernama Ash. Mr. Fox dan keluarga pindah ke sebuah pohon (kediaman mereka) yang lebih nyaman. Di wilahay tersebut hidup tiga orang pengusaha tani dan ternak yang konon sangat ganas. Bahkan anak-anak sekitar membuat lagu tentang mereka:
Dasar memang hakikat (dan insting) rubah adalah mencuri, Mr. Fox dan Kylie (partnernya sekrang) diam-diam mencuri gudang tiga petani bengis itu. Tentu saja Boggis, Bunce, dan Bean tidak akan tinggal diam gudang mereka kecolongan. Dan pastinya, bukan Mr. Fox namanya kalau tidak penuh dengan akal bulus.
“Fantastic Mr. Fox” dikemas murni dalam bentuk fabel. Binatang-binatang di sini bisa berbicara, makan, tidur, berpakaian, berpikir, bahkan dari segi penampilan fisik pun tampil layaknya fabel. Subplot tentang persaingan Ash dan Kristofferson, sepupu Ash yang merupakan sosok rubah remaja sempurna dari segala sisi, turut menambah kemenarikan film ini. Seperti “Coraline,” stop-motion yang dikemas dengan baik biasanya selalu memanjakan mata dengan sisi artistiknya. Kemenarikan artistik stop-motion jelas memberikan pengalaman visual yang berbeda (dan tidak bisa ditemukan) di animasi-animasi CGI atau 3D. Kalau “Coraline” memberikan nuansa dark, gotik, dan gloomy, “Fantastic Mr. Fox” memberikan warna-warna cerah yang memang umum dalam film-film animasi. Keistimewaan “Fantastic Mr. Fox” terletak pada setting artistiknya. Seting artistiknya yang berdimensi flat justru mengembalikan stop-motion klasik (cari vidio stop-motion klasik, and you'll know that). Seakan-akan penonton dipertontonkan backgrond ilustrasi yang dikeluarkan dari bukunya. Perwujudan para binatang pun sangat memanjakan. Bahkan detil bulu-bulunya sangat nyata, bahkan jauh lebih nyata dari bulu-bulu binatang yang dihadirkan oleh animasi-animasi CGI atuu 3D sejauh ini.
Sutradara: Wes Anderson
Tahun Rilis: 2009
Film ini diangkat dari novel “Fantastic Mr. Fox” karangan Roald Dahl.
“FANTASTIC Mr. Fox” adalah film animasi berbentuk stop-motion. Bagi yang masih asing dengan istilah stop-motion, silahkan simak penjabaran singkat saya di sini atau langsung saja baca di Wikipedia. “Fantastic Mr. Fox” membawakan sebuah fabel kepada penontonnya. Tokoh-tokoh binatang di sini dibuat hidup, berbicara, bahkan bertingkah semacam manusia. Fabel is fabel.
Fabel yang satu ini bercerita tentang Mr. Fox (Pak Rubah) yang menikahi Mrs. Fox (Bu Rubah). Sebelum menikah, keduanya adalah partner in crime. Lantas ketika tertangkap perangkap saat mencuri ayam, Mrs. Fox mengaku sedang mengandung dan Mr. Fox membuat janji untuk tidak mencuri lagi. Putra mereka bernama Ash. Mr. Fox dan keluarga pindah ke sebuah pohon (kediaman mereka) yang lebih nyaman. Di wilahay tersebut hidup tiga orang pengusaha tani dan ternak yang konon sangat ganas. Bahkan anak-anak sekitar membuat lagu tentang mereka:
Boggis and Bunce and Bean,
One fat, one short, one lean.
These horrible crooks, so different in looks.
Were nonetheless equally mean.
One fat, one short, one lean.
These horrible crooks, so different in looks.
Were nonetheless equally mean.
Dasar memang hakikat (dan insting) rubah adalah mencuri, Mr. Fox dan Kylie (partnernya sekrang) diam-diam mencuri gudang tiga petani bengis itu. Tentu saja Boggis, Bunce, dan Bean tidak akan tinggal diam gudang mereka kecolongan. Dan pastinya, bukan Mr. Fox namanya kalau tidak penuh dengan akal bulus.
“Fantastic Mr. Fox” dikemas murni dalam bentuk fabel. Binatang-binatang di sini bisa berbicara, makan, tidur, berpakaian, berpikir, bahkan dari segi penampilan fisik pun tampil layaknya fabel. Subplot tentang persaingan Ash dan Kristofferson, sepupu Ash yang merupakan sosok rubah remaja sempurna dari segala sisi, turut menambah kemenarikan film ini. Seperti “Coraline,” stop-motion yang dikemas dengan baik biasanya selalu memanjakan mata dengan sisi artistiknya. Kemenarikan artistik stop-motion jelas memberikan pengalaman visual yang berbeda (dan tidak bisa ditemukan) di animasi-animasi CGI atau 3D. Kalau “Coraline” memberikan nuansa dark, gotik, dan gloomy, “Fantastic Mr. Fox” memberikan warna-warna cerah yang memang umum dalam film-film animasi. Keistimewaan “Fantastic Mr. Fox” terletak pada setting artistiknya. Seting artistiknya yang berdimensi flat justru mengembalikan stop-motion klasik (cari vidio stop-motion klasik, and you'll know that). Seakan-akan penonton dipertontonkan backgrond ilustrasi yang dikeluarkan dari bukunya. Perwujudan para binatang pun sangat memanjakan. Bahkan detil bulu-bulunya sangat nyata, bahkan jauh lebih nyata dari bulu-bulu binatang yang dihadirkan oleh animasi-animasi CGI atuu 3D sejauh ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar