Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Park Chan-wook
Pemain: Song Kang-ho, Kim Ok-bin, Shin Ha-kyun, Kim Hae-sook, Eriq Ebouaney, Hwang-woo Seul-hye, Mercedes Cabral, Song Young-Chang, Oh Dal-su
Tahun Rilis: 2009
Judul Internasional: “Thirst”
Trend Vampir
TEMA vampir kembali booming akibat “Twilight” yang menyuguhkan betapa rumitnya kisah romansa antara manusia dan vampir. Sayangnya, ketimbang menyuguhkan intensitas konflik yang lebih rumit, “Twilight” malah terlena dengan kisah-kisah romansa “OMG ~ So sweet” ala remaja. Begitu pula “New Moon”, sequel-nya.
Lalu dari Korea Selatan, munculah judul “Thirst” dari sutradara terkenal dengan karya “The Vengence Trilogy”. Layaknya “Twilight”, “Thirst” juga membawa tema vampir. Hanya saja, tema vampir yang dibawa, untungnya, tergali jauh lebih dalam dan jauh lebih intens. Ketimbang dibawa ke arah remaja (seperti “Twilight”), “Thirst” lebih menyuguhkan kisah vampir yang lebih hitam, lebih kelam, dan lebih seksi.
Vampir sendiri pada dasarnya bisa dibilang merupakan simbologis dari seks. Itulah mungkin salah satu yang ingin digambarkan di film ini. Selain itu, film ini juga menunjukkan dilema identitas, suatu tema yang sudah muncul dalam prosa-prosa bahkan sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Belum lagi penambahan nuansa black comedy yang dibawa film ini pun bisa dibilang sebuah kesegaran untuk ukuran cerita vampir.
Parade Kehidupan Kelam
Dari penyuguhan tokoh-tokohnya pun, “Thirst” bisa menampilkan aura yang cukup unik disimak. Sebut saja Sang-hyeon, tokoh utama kita, pendeta yang mempertanyakan kembali nilai imannya (somehow juga sisi kemanusiaannya) ketika mendapai sisi hitamnya sebagai vampir. Tae-ju, wanita yang dicintai Sang-hyeon, wanita dengan kehidupan suram yang ahirnya berubah sosok menjadi monster keji. Nyonya Ra, mertua Tae-ju yang sangat maniplatif terhadap menantunya. Dan terakhir, Kang-woo, suami Tae-ju yang idiot (dalam artian sebenarnya) dan (somehow) manja. Bayangkan lima tokoh ajaib itu saling bergulat dalam satu horror (bercampur black comedy) tentang vampir.
Sang-hyeon yang terselamatkan dari Emmanuel Virus (EV) yang mematikan, ternyata harus mempertanyakan kembali imannya ketika mendapati dirinya harus bertahan hidup dengan menghisap darah manusia. Belum lagi, Sang-hyeon merasakan semacam simpati (yang akhirnya berubah menjadi cinta) ketika menyaksikan kehidupan gila Tae-ju, istri temannya. Ketika tanpa sengaja Sang-hyeon membunuh Tae-ju, untuk menhidupakknya lagi, dia pun akhirnya menularkan penyakitnya itu kepada Tae-ju. Dilemanya makin bertambah ketika dia melihat Tae-ju berubah menjadi sosok monster keji yang haus darah. Saya rasa semua plot utama itu sudah bisa dikatakan cukup menarik untuk tema vampir (setidaknya jauh lebih menarik ketimbang “Twilight”. Belum lagi ditambah penampilan pemain-pemain utamanya yang sangat membantu menikmati sirkus hitam ini.
Adegan seks yang intens juga rasanya tidak bisa dilewatkan dalam resensi, selain menampilkan full-frontal nudity tokoh wanita, film ini juga berani menampilkan tubuh tokoh prianya. Tapi untungnya, bagian itu tergambarkan dengan sinematografi yang aneh (aneh dalam artian bagus) sehingga tidak menggangu bahkan malah menarik untuk disimak. Begitu pula dengan adegan-adegan pembunuhannya.
Secara keseluruhan, bisa dikatakan film ini mampu menyuguhkan semacam suasana horror, drama, komedi, tragedi, bahkan semacam potret keanehan (atau kegilaan, atau juga absrudivitas) yang semaunya bercampur jadi satu dan diramu dengan cukup baik oleh sang sutradara. Sekalipun, sebenarnya, ada beberapa bagian yang terasa too much. Overall, this is a more worthwatchin movie than the teen-flick “Twilight”.
Sutradara: Park Chan-wook
Pemain: Song Kang-ho, Kim Ok-bin, Shin Ha-kyun, Kim Hae-sook, Eriq Ebouaney, Hwang-woo Seul-hye, Mercedes Cabral, Song Young-Chang, Oh Dal-su
Tahun Rilis: 2009
Judul Internasional: “Thirst”
Trend Vampir
TEMA vampir kembali booming akibat “Twilight” yang menyuguhkan betapa rumitnya kisah romansa antara manusia dan vampir. Sayangnya, ketimbang menyuguhkan intensitas konflik yang lebih rumit, “Twilight” malah terlena dengan kisah-kisah romansa “OMG ~ So sweet” ala remaja. Begitu pula “New Moon”, sequel-nya.
Lalu dari Korea Selatan, munculah judul “Thirst” dari sutradara terkenal dengan karya “The Vengence Trilogy”. Layaknya “Twilight”, “Thirst” juga membawa tema vampir. Hanya saja, tema vampir yang dibawa, untungnya, tergali jauh lebih dalam dan jauh lebih intens. Ketimbang dibawa ke arah remaja (seperti “Twilight”), “Thirst” lebih menyuguhkan kisah vampir yang lebih hitam, lebih kelam, dan lebih seksi.
Vampir sendiri pada dasarnya bisa dibilang merupakan simbologis dari seks. Itulah mungkin salah satu yang ingin digambarkan di film ini. Selain itu, film ini juga menunjukkan dilema identitas, suatu tema yang sudah muncul dalam prosa-prosa bahkan sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Belum lagi penambahan nuansa black comedy yang dibawa film ini pun bisa dibilang sebuah kesegaran untuk ukuran cerita vampir.
Parade Kehidupan Kelam
Dari penyuguhan tokoh-tokohnya pun, “Thirst” bisa menampilkan aura yang cukup unik disimak. Sebut saja Sang-hyeon, tokoh utama kita, pendeta yang mempertanyakan kembali nilai imannya (somehow juga sisi kemanusiaannya) ketika mendapai sisi hitamnya sebagai vampir. Tae-ju, wanita yang dicintai Sang-hyeon, wanita dengan kehidupan suram yang ahirnya berubah sosok menjadi monster keji. Nyonya Ra, mertua Tae-ju yang sangat maniplatif terhadap menantunya. Dan terakhir, Kang-woo, suami Tae-ju yang idiot (dalam artian sebenarnya) dan (somehow) manja. Bayangkan lima tokoh ajaib itu saling bergulat dalam satu horror (bercampur black comedy) tentang vampir.
Sang-hyeon yang terselamatkan dari Emmanuel Virus (EV) yang mematikan, ternyata harus mempertanyakan kembali imannya ketika mendapati dirinya harus bertahan hidup dengan menghisap darah manusia. Belum lagi, Sang-hyeon merasakan semacam simpati (yang akhirnya berubah menjadi cinta) ketika menyaksikan kehidupan gila Tae-ju, istri temannya. Ketika tanpa sengaja Sang-hyeon membunuh Tae-ju, untuk menhidupakknya lagi, dia pun akhirnya menularkan penyakitnya itu kepada Tae-ju. Dilemanya makin bertambah ketika dia melihat Tae-ju berubah menjadi sosok monster keji yang haus darah. Saya rasa semua plot utama itu sudah bisa dikatakan cukup menarik untuk tema vampir (setidaknya jauh lebih menarik ketimbang “Twilight”. Belum lagi ditambah penampilan pemain-pemain utamanya yang sangat membantu menikmati sirkus hitam ini.
Adegan seks yang intens juga rasanya tidak bisa dilewatkan dalam resensi, selain menampilkan full-frontal nudity tokoh wanita, film ini juga berani menampilkan tubuh tokoh prianya. Tapi untungnya, bagian itu tergambarkan dengan sinematografi yang aneh (aneh dalam artian bagus) sehingga tidak menggangu bahkan malah menarik untuk disimak. Begitu pula dengan adegan-adegan pembunuhannya.
Secara keseluruhan, bisa dikatakan film ini mampu menyuguhkan semacam suasana horror, drama, komedi, tragedi, bahkan semacam potret keanehan (atau kegilaan, atau juga absrudivitas) yang semaunya bercampur jadi satu dan diramu dengan cukup baik oleh sang sutradara. Sekalipun, sebenarnya, ada beberapa bagian yang terasa too much. Overall, this is a more worthwatchin movie than the teen-flick “Twilight”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar