Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Ody C. Harahap
Pemain: Luna Maya, Tyas Mirasih, Imey-Liem, Fathir Muchtar, Reza Pahlevi, Yatti Surachman, Cici Tegal, Verina Widodo, Adi Kurdi
Tahun Rilis: 2010
KALAU dibandingkan dengan film Indonesia yang saya resensi sebelum film ini, “Roman Picisan”, film ini jauh lebih fun to watch. Jujur saja, butuh keberanian bagi saya buat duduk di bioskop lantas menyimak film baru Luna Maya ini setelah beliau sebelumnya meng-copy Malena-nya Monica Bellucci di film “Malena”. Apa boleh buat, karcis sudah terlanjur dibeli, dan jadilah resensi ini.
“RATU KOSTmopolitan” disutradari oleh Ody C. Harahap yang sebelumnya cukup berhasil secara komersial dengan film “Kawin Kontrak” (tapi saya tidak suka dengan filmnya). Setidaknya, komedi-komedi yang disajikan sutradara ini pure bersenjatakan komedi (entah berhasil atau tidak), dan tidak berembel-embel aktris Jepang no.1.
Film ini bercerita tentang tiga Power Puffgirls: Gina, Tari, dan Zizi, tiga mahasiswa bening-bening tapi nge-kost masih ngutang. Suatu hari muncul segerombolan preman-preman yang (entahlah) mirip tentara militer (tapi ketuanya ogah becek-becekan), yang merupakan utusan pengusaha yang akan segera menggusur kompleks tersebut. Maka dimulailah perjuangan ketiga heroine itu.
At least, komedi yang satu ini punya good inention: kesemena-menaan pengusaha, korupsi, hingga masalah keseragaman budaya. Hanya saja, menurut saya, beberapa konteksnya malah tersaji berlebihan alias terlalu berat dipikul oleh film ini. Misalnya saja, keseragaman budaya yang disajikan, rasanya terlalu over-the-top sehingga hasilnya malah merusak mood utama filmnya. Ujung-ujungnya, penggambaran tokoh-tokoh utama yang multi-kultural itu malah tidak menghasilkan sesuatu yang berarti.
Karakterisasi tokoh-tokohnya pun bisa dibilang tidak berhasil. Saya tidak punya masalah dengan Luna Maya, Tyas Mirasih, Imey-Liem, atau Yatti Surachman. Masalah yang lebih besar datang pada karakterisasi tokoh laki-laki di film ini: terutama Ridho (si ketua perusuh). Penokohan Ridho somehow too freaking weird. Saya sadar betul karakter super-ajib dan aneh Ridho itu diintensikan untuk komedinya, hanya saja jatuhnya malah melewati batas tidak masuk akal yang tidak bisa ditolerir lagi.
Dari segi komedinya, humor film ini pun tidak bisa dibilang tidak berhasil. Memang, ada beberapa komedi yang mampu membikin penonton tersenyum bahkan tertawa, tapi kebanyakan adegan lucu yang disajikan malah terasa berat untuk dipikul. Sisi baiknya, bagi saya, setidaknya alur film ini masih lebih tersusun ketimbang komedi-komedi sampah bikinan KK Dheeraj yang tidak pernah jelas ke mana arah tujuannya.
Sutradara: Ody C. Harahap
Pemain: Luna Maya, Tyas Mirasih, Imey-Liem, Fathir Muchtar, Reza Pahlevi, Yatti Surachman, Cici Tegal, Verina Widodo, Adi Kurdi
Tahun Rilis: 2010
KALAU dibandingkan dengan film Indonesia yang saya resensi sebelum film ini, “Roman Picisan”, film ini jauh lebih fun to watch. Jujur saja, butuh keberanian bagi saya buat duduk di bioskop lantas menyimak film baru Luna Maya ini setelah beliau sebelumnya meng-copy Malena-nya Monica Bellucci di film “Malena”. Apa boleh buat, karcis sudah terlanjur dibeli, dan jadilah resensi ini.
“RATU KOSTmopolitan” disutradari oleh Ody C. Harahap yang sebelumnya cukup berhasil secara komersial dengan film “Kawin Kontrak” (tapi saya tidak suka dengan filmnya). Setidaknya, komedi-komedi yang disajikan sutradara ini pure bersenjatakan komedi (entah berhasil atau tidak), dan tidak berembel-embel aktris Jepang no.1.
Film ini bercerita tentang tiga Power Puffgirls: Gina, Tari, dan Zizi, tiga mahasiswa bening-bening tapi nge-kost masih ngutang. Suatu hari muncul segerombolan preman-preman yang (entahlah) mirip tentara militer (tapi ketuanya ogah becek-becekan), yang merupakan utusan pengusaha yang akan segera menggusur kompleks tersebut. Maka dimulailah perjuangan ketiga heroine itu.
At least, komedi yang satu ini punya good inention: kesemena-menaan pengusaha, korupsi, hingga masalah keseragaman budaya. Hanya saja, menurut saya, beberapa konteksnya malah tersaji berlebihan alias terlalu berat dipikul oleh film ini. Misalnya saja, keseragaman budaya yang disajikan, rasanya terlalu over-the-top sehingga hasilnya malah merusak mood utama filmnya. Ujung-ujungnya, penggambaran tokoh-tokoh utama yang multi-kultural itu malah tidak menghasilkan sesuatu yang berarti.
Karakterisasi tokoh-tokohnya pun bisa dibilang tidak berhasil. Saya tidak punya masalah dengan Luna Maya, Tyas Mirasih, Imey-Liem, atau Yatti Surachman. Masalah yang lebih besar datang pada karakterisasi tokoh laki-laki di film ini: terutama Ridho (si ketua perusuh). Penokohan Ridho somehow too freaking weird. Saya sadar betul karakter super-ajib dan aneh Ridho itu diintensikan untuk komedinya, hanya saja jatuhnya malah melewati batas tidak masuk akal yang tidak bisa ditolerir lagi.
Dari segi komedinya, humor film ini pun tidak bisa dibilang tidak berhasil. Memang, ada beberapa komedi yang mampu membikin penonton tersenyum bahkan tertawa, tapi kebanyakan adegan lucu yang disajikan malah terasa berat untuk dipikul. Sisi baiknya, bagi saya, setidaknya alur film ini masih lebih tersusun ketimbang komedi-komedi sampah bikinan KK Dheeraj yang tidak pernah jelas ke mana arah tujuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar