Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Joe Wright
Pemain: Keira Knightley, James McAvoy, Romola Garai, Saoirse Ronan, Vanessa Redgrave
Tahun Rilis: 2007
Film ini merupakan adaptasi dari novel “Atonement” (2001) karya Ian McEwan.
FILM ini bisa dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama, di mana asal muasal konflik diceritakan. Bagian kedua, tentang perjuangan Robbie di medan perang. Bagian ketiga, tentang Robbie dan Cecila yang akhirnya bersatu kembali. Dan bagian terakhir, berdekade-dekade kemudian, tentang penebusan (atonement) Briony yang sudah lanjut usia.
Garis besarnya, film ini berusaha menunjukkan bagaimana sebuah kebohongan bisa menghancurkan hidup orang lain. Dalam kasus ini, film ini menggambarkan bagaimana kebohongan Briony (Saoirse Ronan) bisa menghancurkan hidup tiga orang: kakanya, Cecilia (Keira Knightley); kekasih kakaknya, Robbie (James McAvoy); dan hidupnya sendiri tentunya.
Bagian pertama dibuka sekitar tahun 1935 di sebuah kediaman keluarga mapan di Inggris. Bagian ini dibuka dengan cukup ceria melalui kaca mata Briony Tallis yang hendak memamerkan naskah drama bikinannya pada sang ibu. Lalu diperkenalkan pula tokoh Cecilia Tallis, kakak Briony. Cecilia ternyata sedang bertengkar dengan kekasihnya, Robbie, anak pembantu rumah tangga keluarga Tallis yang merupakan lulusan Oxford (dibiayai oleh bapak Cecilia). Di suatu kesempatan, masih dalam keadaan bertengkar, terjadilah semacam episode semi-erotik di air mancur antara Cecilia dan Robbie. Ternyata adegan yang menampilan tubuh Cecilia yang tercetak jelas dibalik baju dalamnya yang basah tersebut disaksikan oleh mata lugu Briony dari balik jendela. Briony salah sangka, dia mengira Robbie sudah memperlakukan kakaknya dengan semacam perlakuan seksual yang kasar. Dari adegan ini lah kita bisa tahu kenapa Saoirse Ronan, aktris yang saat itu masih tiga belas tahun, bisa mendapat nominasi Oscar untuk kategori Aktris Pendukung Terbaik. Perhatikan saja bagaimana Briony bisa memainkan mimik mukanya ketika wajahnya di-close-up di adegan itu.
Kesalahpahaman Briony tersebut makin diperparah ketika dia membaca surat Robbie yang penuh dengan kata-kata porno. Dan kesalahpahaman Briony mencapai puncaknya pada sebuah adegan erotis di dinding perpustakaan antara Cecilia dan Robbie. Suatu skandal pun tidak diduga terjadi, sepupu Briony, Lola (Juno Temple), mendadak diketemukan di hutan dalam keadaan pasca-diperkosa. Pria pemerkosanya sudah lari terlebih duluan ketika Briony mendapati Lola di hutan. Lola mengaku bahwa ia tidak tahu siapa pelakunya. Namun, Briony, yang sedang dihantui oleh sebuah kesalahpahaman yang menggebu-gebu, menyatakan bahwa Robbie lah pelakunya.
Bagian kedua bercerita maju-mundur dari kacamata Robbi yang memutuskan turun sebagai prajurit perang. Setelah menderita di sebuah medan yang sengit, Robbi berkumpul bersama pasukan-pasukan lainnya menunggu evakuasi. Baru beberapa bulan yang lalu kedua pasangan itu, Robbie dan Cecilia, saling surat-menyurat, dan saling melempar janji untuk bisa bertemu lagi kemudian.
Di bagian ketiga diceritakan Cecila dan Robbie sudah bersatu kembali. Bagian ini dikembalikan pada sudut pandang Briony remaja (Ramola Garai) yang ternyata memutuskan untuk membaktikan diri sebagai perawat di London. Cecilia menolak segala macam kontak dan komunikasi dari Briony karena beliau menganggap Briony lah penyebab terpenjaranya Robbie. Briony yang sudah delapan belas tahun, sudah cukup dewasa dan tentunya sudah paham akan kesalahannya di masa silam tersebut. Bagian ini bercerita tentang usaha Briony remaja melakukan penebusannya.
Bagian terakhir diceritakan dari kacamata Briony yang sudah lanjut usia (Vanessa Redgrave) yang kini bekerja sebagai penulis. Bagian ini digambarkan semacam interview tentang novel terbarunya. Di bagian ini, Briony membuat semacam pengakuan tentang kebodohan fatalnya di masa silam.
Dari segi penampilan, selain Saoirse Ronan yang sudah disebutkan di awal, Keira Knightley tampil cemerlang. Cara bicaranya yang cepat dicampur dengan aksen Inggrisnya itu membuat sebuah ciri khas yang sepertinya cuma dia sendiri yang bisa menampilkan tokoh semacam itu. Keira tampil cantik. Keira tampil angun (walua kelihatannya agak kurus). Dan ya, beliau memang cocok memerankan perempuan kalangan atas di sebuah film period semacam ini (lihat penampilannya di “The Duchess”). James McAvoy pun tidak kalah cemerlangnya. Penampilannya sebagai kekasih yang merindukan kekasihnya mampu menyeimbangi permain Keira Knighley. Mereka memang pantas bercinta di film ini.
Setiap bagian di film ini mempunyai pesona masing-masing tanpa harus memutuskan ikatan satu sama lain. Ada sesuatu yang berbeda yang bisa didapatkan di masing-masing episode. Joe Wright, yang sebelumnya menyutradari “Pride & Prejudice” (adaptasi dari novel Jane Austen), melakukan sebuah pendekatan yang sangat berbeda dari film sebelumnya itu. Bila pada “Pride & Prejudice” beliau benar-benar mengikut alur novelnya, dalam “Atonement” beliau membuat film dengan nuansa yang berbeda dengan novelnya. Bila “Pride & Prejudice” merupakan roman epik yang tampil dengan pendekatan serealistis mungkin, “Atonement” tampil dengan pendekatan melodramatis ala roman-roman klasik. Dan ya, eksekusi yang dilakukan Joe Wright sangat menarik.
Dan terakhir, bukan hanya substansi-nya yang membuat film ini penting, tapi juga bagaimana cara film ini mengemas dan menyampaikan substansinya itu.
Sutradara: Joe Wright
Pemain: Keira Knightley, James McAvoy, Romola Garai, Saoirse Ronan, Vanessa Redgrave
Tahun Rilis: 2007
Film ini merupakan adaptasi dari novel “Atonement” (2001) karya Ian McEwan.
FILM ini bisa dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama, di mana asal muasal konflik diceritakan. Bagian kedua, tentang perjuangan Robbie di medan perang. Bagian ketiga, tentang Robbie dan Cecila yang akhirnya bersatu kembali. Dan bagian terakhir, berdekade-dekade kemudian, tentang penebusan (atonement) Briony yang sudah lanjut usia.
Garis besarnya, film ini berusaha menunjukkan bagaimana sebuah kebohongan bisa menghancurkan hidup orang lain. Dalam kasus ini, film ini menggambarkan bagaimana kebohongan Briony (Saoirse Ronan) bisa menghancurkan hidup tiga orang: kakanya, Cecilia (Keira Knightley); kekasih kakaknya, Robbie (James McAvoy); dan hidupnya sendiri tentunya.
Bagian pertama dibuka sekitar tahun 1935 di sebuah kediaman keluarga mapan di Inggris. Bagian ini dibuka dengan cukup ceria melalui kaca mata Briony Tallis yang hendak memamerkan naskah drama bikinannya pada sang ibu. Lalu diperkenalkan pula tokoh Cecilia Tallis, kakak Briony. Cecilia ternyata sedang bertengkar dengan kekasihnya, Robbie, anak pembantu rumah tangga keluarga Tallis yang merupakan lulusan Oxford (dibiayai oleh bapak Cecilia). Di suatu kesempatan, masih dalam keadaan bertengkar, terjadilah semacam episode semi-erotik di air mancur antara Cecilia dan Robbie. Ternyata adegan yang menampilan tubuh Cecilia yang tercetak jelas dibalik baju dalamnya yang basah tersebut disaksikan oleh mata lugu Briony dari balik jendela. Briony salah sangka, dia mengira Robbie sudah memperlakukan kakaknya dengan semacam perlakuan seksual yang kasar. Dari adegan ini lah kita bisa tahu kenapa Saoirse Ronan, aktris yang saat itu masih tiga belas tahun, bisa mendapat nominasi Oscar untuk kategori Aktris Pendukung Terbaik. Perhatikan saja bagaimana Briony bisa memainkan mimik mukanya ketika wajahnya di-close-up di adegan itu.
Kesalahpahaman Briony tersebut makin diperparah ketika dia membaca surat Robbie yang penuh dengan kata-kata porno. Dan kesalahpahaman Briony mencapai puncaknya pada sebuah adegan erotis di dinding perpustakaan antara Cecilia dan Robbie. Suatu skandal pun tidak diduga terjadi, sepupu Briony, Lola (Juno Temple), mendadak diketemukan di hutan dalam keadaan pasca-diperkosa. Pria pemerkosanya sudah lari terlebih duluan ketika Briony mendapati Lola di hutan. Lola mengaku bahwa ia tidak tahu siapa pelakunya. Namun, Briony, yang sedang dihantui oleh sebuah kesalahpahaman yang menggebu-gebu, menyatakan bahwa Robbie lah pelakunya.
Bagian kedua bercerita maju-mundur dari kacamata Robbi yang memutuskan turun sebagai prajurit perang. Setelah menderita di sebuah medan yang sengit, Robbi berkumpul bersama pasukan-pasukan lainnya menunggu evakuasi. Baru beberapa bulan yang lalu kedua pasangan itu, Robbie dan Cecilia, saling surat-menyurat, dan saling melempar janji untuk bisa bertemu lagi kemudian.
Di bagian ketiga diceritakan Cecila dan Robbie sudah bersatu kembali. Bagian ini dikembalikan pada sudut pandang Briony remaja (Ramola Garai) yang ternyata memutuskan untuk membaktikan diri sebagai perawat di London. Cecilia menolak segala macam kontak dan komunikasi dari Briony karena beliau menganggap Briony lah penyebab terpenjaranya Robbie. Briony yang sudah delapan belas tahun, sudah cukup dewasa dan tentunya sudah paham akan kesalahannya di masa silam tersebut. Bagian ini bercerita tentang usaha Briony remaja melakukan penebusannya.
Bagian terakhir diceritakan dari kacamata Briony yang sudah lanjut usia (Vanessa Redgrave) yang kini bekerja sebagai penulis. Bagian ini digambarkan semacam interview tentang novel terbarunya. Di bagian ini, Briony membuat semacam pengakuan tentang kebodohan fatalnya di masa silam.
Dari segi penampilan, selain Saoirse Ronan yang sudah disebutkan di awal, Keira Knightley tampil cemerlang. Cara bicaranya yang cepat dicampur dengan aksen Inggrisnya itu membuat sebuah ciri khas yang sepertinya cuma dia sendiri yang bisa menampilkan tokoh semacam itu. Keira tampil cantik. Keira tampil angun (walua kelihatannya agak kurus). Dan ya, beliau memang cocok memerankan perempuan kalangan atas di sebuah film period semacam ini (lihat penampilannya di “The Duchess”). James McAvoy pun tidak kalah cemerlangnya. Penampilannya sebagai kekasih yang merindukan kekasihnya mampu menyeimbangi permain Keira Knighley. Mereka memang pantas bercinta di film ini.
Setiap bagian di film ini mempunyai pesona masing-masing tanpa harus memutuskan ikatan satu sama lain. Ada sesuatu yang berbeda yang bisa didapatkan di masing-masing episode. Joe Wright, yang sebelumnya menyutradari “Pride & Prejudice” (adaptasi dari novel Jane Austen), melakukan sebuah pendekatan yang sangat berbeda dari film sebelumnya itu. Bila pada “Pride & Prejudice” beliau benar-benar mengikut alur novelnya, dalam “Atonement” beliau membuat film dengan nuansa yang berbeda dengan novelnya. Bila “Pride & Prejudice” merupakan roman epik yang tampil dengan pendekatan serealistis mungkin, “Atonement” tampil dengan pendekatan melodramatis ala roman-roman klasik. Dan ya, eksekusi yang dilakukan Joe Wright sangat menarik.
Dan terakhir, bukan hanya substansi-nya yang membuat film ini penting, tapi juga bagaimana cara film ini mengemas dan menyampaikan substansinya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar