Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: István Szabó
Pemain: Annette Bening, Jeremy Irons, Shaun Evans, Lucy Punch, Juliet Stevenson, Miriam Margolyes, Tom Sturridge
Tahun Rilis: 2004
Film ini merupakan adaptasi dari novel “Theatre” (1937) karya W. Somerset Maugham.
“BEING Julia” adalah salah satu dari sekian banyak judul film terbitan Hollywood yang bercerita tentang permainan seduksi dan dendam, bisa dibilang setipe dengan “Dangerous Liaisons.” Bedanya, film yang berbau sensualitas ini malah hadir dengan suasana yang lebih ceria ketimbang film-film sejenis.
Film ini diangkat dari novel “Theatre” karya W. Somerset Maugham, salah seorang sastrawan terkenal dunia. “Being Julia” bukan film pertama yang dibuat berdasarkan novel karangannya, sebut saja “Of Human Bondage,” yang sudah difilmkan sebanyak tiga kali, atau “The Painted Veil” yang rilis 2006 kemarin dimainkan oleh Naomi Watts dan Edward Norton.
Berlatar di London sekitar tahun 1930-an, film ini menyoroti kehidupan Julia Lambert (Annette Bening), seorang aktris panggung (teater) terkenal, yang kesuksesan karirnya dihadapkan pada ancaman dilema usia paruh baya. Julia mempunyai semacam penasihat spiritual, mantan guru aktingnya yang telah meinggal, Jimmie Langton (Sir Michael Gambon), yang rohnya seolah-olah selalu muncul di belakang memberikan nasihat pada Julia. Julia meminta suaminya, Michael Gosselyn (Jeremy Irons), dan pengurus keuangannya, Dolly de Vries (Miriam Margoyles), untuk membatalkan segala pertunjukkannya agar dia bisa berlibur sejenak. Kedua orang itu tetap saja berhasil meyakinkan Julia untuk tetap melakukan pertunjukan musim panas, dan Michael memperkenalkan Julia pada Tom Fennel (Shaun Evans), seorang pemuda tampan Amerika yang mengaku sebagai fans berat Julia. Julia yang sedang dihadapkan pada dilema usia paruh baya – merasa kehilangan gairah dalam pernikahannya – diam-diam menjalin affair dengan Tom Fennel. Hubungan scandalous ini meniupkan lagi semangat di nyawa Julia.
Michael mengundang Tom dalam sebuah liburan di kawasan pedesaan agar dia bisa berteman lebih dekat dengan putranya, Roger (Tom Sutrridge). Dalam sebuah pesta, Tom bertemu dengan aktris muda cantik jelita, Avice Crichton (Lucy Punch). Julia menyadari Tom sedang berusaha merayu gadis muda itu. Julia pun dibakar cemburu. Dan perlahan-lahan, fakta bahwa Tom hanya mencintai hadiah-hadiah mahal dari julia pun terkuak. Julia hancur ketika affair mereka berakhir. Tapi film ini tidak hanya berakhir sampai di situ. Julia yang terbakar cemburu merencanakan pembalasan terhadap Tom dan Avice.
Sekalipun mengusung tema yang berbau sensualitas, nyatanya film ini bisa tetap konsisten pada nuansa ceria, komedik, komikal, tapi tetap terlihat sensual, seksi, dan scandalous. Film ini membuktikan bahwa cerita-cerita dengan tema sejenis tidak selalu harus tampil murung nan gelap-gulita.
Judul “Being Julia” (menjadi Julia) memberi makna hanya ada satu Julia Lambert yang hidup di muka bumi ini (seorang aktris panggung sukses, yang menikahi Michael Gosselyn, dan mempunyai satu putra bernama Roger), tapi setiap harinya selalu ada banyak Julia Lambert. Julia selalu berubah-ubah tiap harinya. Tiada hari tanpa sandiwara, bagi Julia. Dan ini lah sumber pertunjukan utama film ini. Annette Bening sangat berhasil membawa beban sebagai Julia Lambert di film ini. She's so scandalous.
Pergulatan-pergulatan antar tokoh di film ini, terutama tokoh Julia Lambert, sangat enjoyable untuk dinikmati. Sekalipun ditampilkan dengan suasana komedik dan komikal, nyatanya film ini tidak melupakan esensi-esensi film-film sejenis: pergolakan psikologis karakternya – terutama tokoh Julia Lambert yang jadi sorotan utama. Dan sekali lagi, Annette Bening memang pandai mengolah tokoh-tokoh woman in distress semacam ini. Tidak heran lagi bila melihat pembuktian yang telah dilakukannya dalam “American Beauty.”
Sutradara: István Szabó
Pemain: Annette Bening, Jeremy Irons, Shaun Evans, Lucy Punch, Juliet Stevenson, Miriam Margolyes, Tom Sturridge
Tahun Rilis: 2004
Film ini merupakan adaptasi dari novel “Theatre” (1937) karya W. Somerset Maugham.
“BEING Julia” adalah salah satu dari sekian banyak judul film terbitan Hollywood yang bercerita tentang permainan seduksi dan dendam, bisa dibilang setipe dengan “Dangerous Liaisons.” Bedanya, film yang berbau sensualitas ini malah hadir dengan suasana yang lebih ceria ketimbang film-film sejenis.
Film ini diangkat dari novel “Theatre” karya W. Somerset Maugham, salah seorang sastrawan terkenal dunia. “Being Julia” bukan film pertama yang dibuat berdasarkan novel karangannya, sebut saja “Of Human Bondage,” yang sudah difilmkan sebanyak tiga kali, atau “The Painted Veil” yang rilis 2006 kemarin dimainkan oleh Naomi Watts dan Edward Norton.
Berlatar di London sekitar tahun 1930-an, film ini menyoroti kehidupan Julia Lambert (Annette Bening), seorang aktris panggung (teater) terkenal, yang kesuksesan karirnya dihadapkan pada ancaman dilema usia paruh baya. Julia mempunyai semacam penasihat spiritual, mantan guru aktingnya yang telah meinggal, Jimmie Langton (Sir Michael Gambon), yang rohnya seolah-olah selalu muncul di belakang memberikan nasihat pada Julia. Julia meminta suaminya, Michael Gosselyn (Jeremy Irons), dan pengurus keuangannya, Dolly de Vries (Miriam Margoyles), untuk membatalkan segala pertunjukkannya agar dia bisa berlibur sejenak. Kedua orang itu tetap saja berhasil meyakinkan Julia untuk tetap melakukan pertunjukan musim panas, dan Michael memperkenalkan Julia pada Tom Fennel (Shaun Evans), seorang pemuda tampan Amerika yang mengaku sebagai fans berat Julia. Julia yang sedang dihadapkan pada dilema usia paruh baya – merasa kehilangan gairah dalam pernikahannya – diam-diam menjalin affair dengan Tom Fennel. Hubungan scandalous ini meniupkan lagi semangat di nyawa Julia.
Michael mengundang Tom dalam sebuah liburan di kawasan pedesaan agar dia bisa berteman lebih dekat dengan putranya, Roger (Tom Sutrridge). Dalam sebuah pesta, Tom bertemu dengan aktris muda cantik jelita, Avice Crichton (Lucy Punch). Julia menyadari Tom sedang berusaha merayu gadis muda itu. Julia pun dibakar cemburu. Dan perlahan-lahan, fakta bahwa Tom hanya mencintai hadiah-hadiah mahal dari julia pun terkuak. Julia hancur ketika affair mereka berakhir. Tapi film ini tidak hanya berakhir sampai di situ. Julia yang terbakar cemburu merencanakan pembalasan terhadap Tom dan Avice.
Sekalipun mengusung tema yang berbau sensualitas, nyatanya film ini bisa tetap konsisten pada nuansa ceria, komedik, komikal, tapi tetap terlihat sensual, seksi, dan scandalous. Film ini membuktikan bahwa cerita-cerita dengan tema sejenis tidak selalu harus tampil murung nan gelap-gulita.
Judul “Being Julia” (menjadi Julia) memberi makna hanya ada satu Julia Lambert yang hidup di muka bumi ini (seorang aktris panggung sukses, yang menikahi Michael Gosselyn, dan mempunyai satu putra bernama Roger), tapi setiap harinya selalu ada banyak Julia Lambert. Julia selalu berubah-ubah tiap harinya. Tiada hari tanpa sandiwara, bagi Julia. Dan ini lah sumber pertunjukan utama film ini. Annette Bening sangat berhasil membawa beban sebagai Julia Lambert di film ini. She's so scandalous.
Pergulatan-pergulatan antar tokoh di film ini, terutama tokoh Julia Lambert, sangat enjoyable untuk dinikmati. Sekalipun ditampilkan dengan suasana komedik dan komikal, nyatanya film ini tidak melupakan esensi-esensi film-film sejenis: pergolakan psikologis karakternya – terutama tokoh Julia Lambert yang jadi sorotan utama. Dan sekali lagi, Annette Bening memang pandai mengolah tokoh-tokoh woman in distress semacam ini. Tidak heran lagi bila melihat pembuktian yang telah dilakukannya dalam “American Beauty.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar