Oleh: Rio Johan (Rijon)Sutradara: Nimród Antal
Pemain: Adrien Brody, Laurence Fishburne, Topher Grace, Alice Braga, Danny Trejo, Walton Goggins, Oleg Taktarov, Mahershalalhashbaz Ali, Louis Ozawa Changchien
Pemain: Adrien Brody, Laurence Fishburne, Topher Grace, Alice Braga, Danny Trejo, Walton Goggins, Oleg Taktarov, Mahershalalhashbaz Ali, Louis Ozawa Changchien
Tahun Rilis: 2010
Predators, film ketiga dari franchise Predator yang dulu dibintangi Arnold Schwarzenegger akhirnya tayang di twenty-one Solo–bioskop yang selalu telat banget kalau sudah urusan film-film non-lokal, tapi cepet banget kalau urusan Nayato Fio Naula, KK Dheeraj, dan Maxima Pictures. Para penggemar franchise ini mungkin bertanya kenapa butuh waktu yang sangat lama, 20 tahun dari film sebelumnya, bagi franchise Predator untuk meluncurkan film ketiganya? Padahal Twilight Saga saja cuma butuh waktu satu tahun per film. Dan jangan tanya berapa laju produksi film seorang Nayato Fio Naula tahuh ini!
Faktanya, saya sama sekali bukan penggemar franchise Predator. Untuk sebuah film aksi, Predator (yang pertama) memang mempunyai pace yang bagus, adegan aksi yang efektif dan tidak over-the-top ala film aksi umumnya, setting yang menawan, penokohan yang simpel tapi mendukung, ditambah suasana yang cukup terbangun. Tapi buat saya, Predator tidak sespesial itu untuk ditunggu sequel-nya (apalagi franchise-nya). Tapi konsep “predator masuk kota” yang diusung Predator 2 malah sangat mengecewakan. Apalagai kalau harus mengingat Alien vs. Predator yang tidak ada bedanya dengan sampah-sampah domestik.
Faktanya, saya sama sekali bukan penggemar franchise Predator. Untuk sebuah film aksi, Predator (yang pertama) memang mempunyai pace yang bagus, adegan aksi yang efektif dan tidak over-the-top ala film aksi umumnya, setting yang menawan, penokohan yang simpel tapi mendukung, ditambah suasana yang cukup terbangun. Tapi buat saya, Predator tidak sespesial itu untuk ditunggu sequel-nya (apalagi franchise-nya). Tapi konsep “predator masuk kota” yang diusung Predator 2 malah sangat mengecewakan. Apalagai kalau harus mengingat Alien vs. Predator yang tidak ada bedanya dengan sampah-sampah domestik.
Konon Arnold Schwarzenegger menolak kembali tampil di Predator 2 karena tidak setuju dengan konsep “predator masuk kota”–yang artinya sependapa dengan saya, maka setting di Predators dikembalikan ke hutan belantara. Bedanya, kali ini bukan hutan yang ada di Bumi, tapi planet asing. Dan yang cukup mengejutkan, Adrien Brody dipajangkan sebagai hero utama menggantikan Arnold Schwarzenegger. Apa kabar dengan hero-hero berotot? Mengingat Adrien Brody lebih dikenal sebagai karakter flamboyan seperti di The Pianist atau Cadillac Record. Tapi disitulah letak kemeraikannya, melihat seorang Adrien Brody memerankan tokoh yang benar-benar berbeda dengan stereotipenya. Kabar baiknya, Adrien Brody tidak hanya berhasil menggempulkan otot, walaupun tidak sebesar otot-otot Arnold Schwarzenegger, tapi juga cukup berhasil menciptakan tokoh versinya sendiri yang lepas dari bayang-bayang hero film sebelumnya.
Dibuka dengan segerombolan orang-orang jatuh dari langit, terdampar di hutan asing, dan akhirnya bersatu mencari cara keluar dari hutan tersebut. Singkat cerita, mereka pun mendapatkan fakta mengejutkan bahwa mereka tidak sedang di Bumi, tapi di sebuah planet asing. Sebuah bahaya pun menanti mereka di planet ini. Gravitasi planet ini sepertinya sama saja dengan Bumi. Hebatnya, matahari di planet ini tidak pernah bergerak, dan planet ini punya lebih dari satu bulan (satelit alami) yang jaraknya berjuta-juta tahun cahaya lebih dekat daripada Bumi-Bulan. Ada yang tahu apa yang bakal terjadi kalau Bumi selalu ditumpahi sinar ultraviolet setiap menit, setiap detik? Saya bertanya pada teman saya (yang juga ikut nonton di twenty-one), “Mungkinkah matahari selalu bisa diposisi yang sama setiap waktu?” Teman saya menjawab “Mungkin saja kalau planet tersebut tidak berotasi dan tidak berevolusi.” Muncul lagi pertanyaan di kepala saya, “Mungkinkah suatu planet tidak berotasi dan tidak berevolusi?” Tapi pertanyaan tersebut tidak saya ajukan, karena hasilnya hanya berupa pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang tidak akan jelas arah tujuannya. Lupakan saja, toh ini action sci-fi kan? Bukan tipikal sci-fi yang mengedepankan “science”-nya. Dan kebanyakan penggila film aksi bakal berpendapat, “Nonton aja! Nggak usah pakek logika!”
Grup di film ini dipimpin oleh bekas tentara yang bekerja sebagai pembunuh bayaran (Adrien Brody). Sedangkan anggotanya terdiri dari: seorang wanita anggota Israel Defense Force (Alice Braga), anggota Spetsnaz Alpha Group yang sedang berada di medang Perang Chechen II (Oleg Taktarov), buronan FBI yang akan dihukum mati (Walton Goggins), seorang Yakuza (Louis Ozawa Changchien), pasukan berani mati dari Revolutionary United Front Sierra Leone (Mahershalalhashbaz Ali), bandar narkoba (Danny Trejo), dan seorang dokter biasa-biasa saja yang sepertinya tidak punya catatan militer atau kriminal apapun (Topher Grace). Mereka semua ahli dalam membunuh, kecuali si dokter. Dan sebagai bonus, alien di film ini lebih dari satu (seperti yang sudah diberitahu judulnya).
Berhubung Predators adalah sequel dari Predator, rasanya sah-sah saja menghubung-hubungkan kedua film tersebut dalam resensi ini. Dalam Predator, gerombolan yang dipimpin Arnold Schwarzenegger diserang oleh para alien di belantara Amazon. Dan dalam Predators, adegan tersebut sempat disinggung oleh salah satu tokoh, yang artinya kedua film ini berhubungan, dan yang artinya lagi Predators menggambil setting beberapa waktu setelah Predator. Wajar saja rasanya kalau saya bertanya-tanya, kenapa kira-kira para alien ini men-teleport para manusia-manusia pendosa itu ke planet mereka? Apakah mereka menginginkan pertandingan ulang? Atau mereka sekedar ingin iseng-iseng membantai? Apakah ini semacam kebiasaan, semacam tradisi, atau semacam kebutuhan mereka? Tidak diberitahu sama sekali di film ini. Yang disuguhkan sekedar tontonan surviving action, dengan satu-per-satu anggota grup tewas menggenaskan. Tentu ada satu-dua yang bertahan. Coba tebak?
Dibuka dengan segerombolan orang-orang jatuh dari langit, terdampar di hutan asing, dan akhirnya bersatu mencari cara keluar dari hutan tersebut. Singkat cerita, mereka pun mendapatkan fakta mengejutkan bahwa mereka tidak sedang di Bumi, tapi di sebuah planet asing. Sebuah bahaya pun menanti mereka di planet ini. Gravitasi planet ini sepertinya sama saja dengan Bumi. Hebatnya, matahari di planet ini tidak pernah bergerak, dan planet ini punya lebih dari satu bulan (satelit alami) yang jaraknya berjuta-juta tahun cahaya lebih dekat daripada Bumi-Bulan. Ada yang tahu apa yang bakal terjadi kalau Bumi selalu ditumpahi sinar ultraviolet setiap menit, setiap detik? Saya bertanya pada teman saya (yang juga ikut nonton di twenty-one), “Mungkinkah matahari selalu bisa diposisi yang sama setiap waktu?” Teman saya menjawab “Mungkin saja kalau planet tersebut tidak berotasi dan tidak berevolusi.” Muncul lagi pertanyaan di kepala saya, “Mungkinkah suatu planet tidak berotasi dan tidak berevolusi?” Tapi pertanyaan tersebut tidak saya ajukan, karena hasilnya hanya berupa pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang tidak akan jelas arah tujuannya. Lupakan saja, toh ini action sci-fi kan? Bukan tipikal sci-fi yang mengedepankan “science”-nya. Dan kebanyakan penggila film aksi bakal berpendapat, “Nonton aja! Nggak usah pakek logika!”
Grup di film ini dipimpin oleh bekas tentara yang bekerja sebagai pembunuh bayaran (Adrien Brody). Sedangkan anggotanya terdiri dari: seorang wanita anggota Israel Defense Force (Alice Braga), anggota Spetsnaz Alpha Group yang sedang berada di medang Perang Chechen II (Oleg Taktarov), buronan FBI yang akan dihukum mati (Walton Goggins), seorang Yakuza (Louis Ozawa Changchien), pasukan berani mati dari Revolutionary United Front Sierra Leone (Mahershalalhashbaz Ali), bandar narkoba (Danny Trejo), dan seorang dokter biasa-biasa saja yang sepertinya tidak punya catatan militer atau kriminal apapun (Topher Grace). Mereka semua ahli dalam membunuh, kecuali si dokter. Dan sebagai bonus, alien di film ini lebih dari satu (seperti yang sudah diberitahu judulnya).
Berhubung Predators adalah sequel dari Predator, rasanya sah-sah saja menghubung-hubungkan kedua film tersebut dalam resensi ini. Dalam Predator, gerombolan yang dipimpin Arnold Schwarzenegger diserang oleh para alien di belantara Amazon. Dan dalam Predators, adegan tersebut sempat disinggung oleh salah satu tokoh, yang artinya kedua film ini berhubungan, dan yang artinya lagi Predators menggambil setting beberapa waktu setelah Predator. Wajar saja rasanya kalau saya bertanya-tanya, kenapa kira-kira para alien ini men-teleport para manusia-manusia pendosa itu ke planet mereka? Apakah mereka menginginkan pertandingan ulang? Atau mereka sekedar ingin iseng-iseng membantai? Apakah ini semacam kebiasaan, semacam tradisi, atau semacam kebutuhan mereka? Tidak diberitahu sama sekali di film ini. Yang disuguhkan sekedar tontonan surviving action, dengan satu-per-satu anggota grup tewas menggenaskan. Tentu ada satu-dua yang bertahan. Coba tebak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar