Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Abbas Kiarostami
Tahun Rilis: 1970
Judul Internasional: The Bread and Alley
“I believe the films of Iranian filmmaker Abbas Kiarostami are extraordinary. Words cannot relate my feelings. I suggest you see his films; and then you will see what I mean,” itu lah pernyataan Akira Kurosawa tentang Abbas Kiarostami.
Buat yang masih asing dengan nama Abbas Kiarostami, beliau adalah salah satu sutradara Iran yang karya-karyanya sangat dipuji oleh dunia, bukan hanya karena nilai-nilai humanistik dalam film-filmnya, tapi juga pola-pola artistik dan gaya sinematik unik yang sudah menjadi ciri khasnya. Di setiap filmnya selalu terlihat bentuk-bentuk pengembangan dari ciri khas tersebut, yang artinya Abbas Kiarostami termasuk sutradara yang semakin bijak terhadap gayanya seiring waktu.
Nān o Kūcheh, atau lebih dikenal dengan judul The Bread and Alley, adalah film pendek pertama yang disutradarai Abbas Kiarostami. Film pendek ini terbilang sangat simpel, tentang seorang bocah berjalan menelusuri lorong-lorong, hendak pulang ke rumah, sambil membawa roti. Si bocah lalu bertemu dengan seekor anjing lapar. Si bocah pun akhirnya memutuskan mengambil risiko keselamatannya. Apa yang ingin disuguhkan di film ini adalah perkenalan sebuah realita yang tidak hanya ditujukan untuk penonton dewasa tapi juga bisa gampang diterima, bahkan, oleh anak-anak manapun (saya rasa). Film ini menunjukkan sebuah konsep universial yang bahkan (seharusnya) bisa diterima semua lapisan penonton.
Dalam sebuah wawancara, Abbas Kiarostami memberikan pernyataan tentang film perdananya ini:
“Bread and Alley was my first experience in cinema and I must say a very difficult one. I had to work with a very young child, a dog, and an unprofessional crew except for the cinematographer, who was nagging and complaining all the time. Well, the cinematographer, in a sense, was right because I did not follow the conventions of film making that he had become accustomed to.”
Konon, selama pembuatan film pendek ini, Abbas Kiarostami sering berselisih pendapat dengan sinematografernya. Semua kru film ini, termasuk Abbas Kiarostami saat itu, masih dibilang non-profesional, kecuali sinematografer. Sang sinematografer meninginginkan shot terpisah-pisah (terpotong-potong): si bocah mendekat; close up tangan si bocah yang hendak membuka pintu, masuk, dan menutup pintu; dan shot terakhir pada si anjing. Sementara Abbas Kiarostami percaya menangkap tiga bagian scene secara keseluruhan akan memberikan tensi yang lebih pada situasi yang disuguhkan. Shot yang didebatkan tersebut memakan waktu empat puluh hari.
Kalau mau dibandingkan dengan karya-karya terbaik dari Abbas Kiarostami, film ini tidak ada apa-apanya. The Bread and Alley tidak memiliki poin humanistik, kedalaman personal, nilai-nilai folosofis, hingga alegori rumit yang biasanya hadir di film-film Kiarostami. Tapi dengan menonton The Bread and Alley saya seakan-akan bisa menonton sebuah pondasi awal dari seorang Abbas Kiarostami. Penggunaan bocah laki-laki sebagai tokoh utama, gampangnya, yang selanjutnya bisa ditemukan di beberapa filmnya yang lain (The Traveller, Ten, Where Is the Friend's Home?, Life, and Nothing More...). Ciri khas Abbas Kiarostami yang gampang ditemukan di karya perdananya ini adalah tone neo-realist, yang sebenarnya juga sudah menjadi ciri khas sinema Iran. Dan yang paling penting, adalah style individualisme-nya yang sudah bisa dilihat di film ini. Style individualisme Abbas Kiarostami bahkan seringkali dibandingkan nama-nama besar, seperti Satyajit Ray, Vittorio de Sica, Eric Rohmer, dan Jacques Tati.
Sutradara: Abbas Kiarostami
Tahun Rilis: 1970
Judul Internasional: The Bread and Alley
“I believe the films of Iranian filmmaker Abbas Kiarostami are extraordinary. Words cannot relate my feelings. I suggest you see his films; and then you will see what I mean,” itu lah pernyataan Akira Kurosawa tentang Abbas Kiarostami.
Buat yang masih asing dengan nama Abbas Kiarostami, beliau adalah salah satu sutradara Iran yang karya-karyanya sangat dipuji oleh dunia, bukan hanya karena nilai-nilai humanistik dalam film-filmnya, tapi juga pola-pola artistik dan gaya sinematik unik yang sudah menjadi ciri khasnya. Di setiap filmnya selalu terlihat bentuk-bentuk pengembangan dari ciri khas tersebut, yang artinya Abbas Kiarostami termasuk sutradara yang semakin bijak terhadap gayanya seiring waktu.
Nān o Kūcheh, atau lebih dikenal dengan judul The Bread and Alley, adalah film pendek pertama yang disutradarai Abbas Kiarostami. Film pendek ini terbilang sangat simpel, tentang seorang bocah berjalan menelusuri lorong-lorong, hendak pulang ke rumah, sambil membawa roti. Si bocah lalu bertemu dengan seekor anjing lapar. Si bocah pun akhirnya memutuskan mengambil risiko keselamatannya. Apa yang ingin disuguhkan di film ini adalah perkenalan sebuah realita yang tidak hanya ditujukan untuk penonton dewasa tapi juga bisa gampang diterima, bahkan, oleh anak-anak manapun (saya rasa). Film ini menunjukkan sebuah konsep universial yang bahkan (seharusnya) bisa diterima semua lapisan penonton.
Dalam sebuah wawancara, Abbas Kiarostami memberikan pernyataan tentang film perdananya ini:
“Bread and Alley was my first experience in cinema and I must say a very difficult one. I had to work with a very young child, a dog, and an unprofessional crew except for the cinematographer, who was nagging and complaining all the time. Well, the cinematographer, in a sense, was right because I did not follow the conventions of film making that he had become accustomed to.”
Konon, selama pembuatan film pendek ini, Abbas Kiarostami sering berselisih pendapat dengan sinematografernya. Semua kru film ini, termasuk Abbas Kiarostami saat itu, masih dibilang non-profesional, kecuali sinematografer. Sang sinematografer meninginginkan shot terpisah-pisah (terpotong-potong): si bocah mendekat; close up tangan si bocah yang hendak membuka pintu, masuk, dan menutup pintu; dan shot terakhir pada si anjing. Sementara Abbas Kiarostami percaya menangkap tiga bagian scene secara keseluruhan akan memberikan tensi yang lebih pada situasi yang disuguhkan. Shot yang didebatkan tersebut memakan waktu empat puluh hari.
Kalau mau dibandingkan dengan karya-karya terbaik dari Abbas Kiarostami, film ini tidak ada apa-apanya. The Bread and Alley tidak memiliki poin humanistik, kedalaman personal, nilai-nilai folosofis, hingga alegori rumit yang biasanya hadir di film-film Kiarostami. Tapi dengan menonton The Bread and Alley saya seakan-akan bisa menonton sebuah pondasi awal dari seorang Abbas Kiarostami. Penggunaan bocah laki-laki sebagai tokoh utama, gampangnya, yang selanjutnya bisa ditemukan di beberapa filmnya yang lain (The Traveller, Ten, Where Is the Friend's Home?, Life, and Nothing More...). Ciri khas Abbas Kiarostami yang gampang ditemukan di karya perdananya ini adalah tone neo-realist, yang sebenarnya juga sudah menjadi ciri khas sinema Iran. Dan yang paling penting, adalah style individualisme-nya yang sudah bisa dilihat di film ini. Style individualisme Abbas Kiarostami bahkan seringkali dibandingkan nama-nama besar, seperti Satyajit Ray, Vittorio de Sica, Eric Rohmer, dan Jacques Tati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar