Oleh: Rio Johan (Rijon)Sutradara: Feng Xiaogang
Pemain: Jingchu Zhang, Daoming Chen, Chen Li, Yi Lu, Fan Xu, Guoqiang Zhang, Jin Chen, Zi-feng Zhang, Ziwen Wang, Zhong Lü, Lixin Yang, Li-li Liu, Mei Yong, Tie-Dan
Tahun Rilis: 2010
Judul Internasional: Aftershock
Pernah terjadi dua gempa besar di Cina: Gempa Tangshan tahun 1976 dan Gempa Sichuan tahun 2008. Film ini menghubungkan kedua gempat itu dengan sebuah melodrama.
Gempa Tangshan ini tercatat sebagai gempa paling mematikan yang pernah terjadi. pemerintah Cina tidak benar-benar mengeluarkan jumlah akurat perihal korban meninggal, konon berkisar antara 200.000 sampai 700.000 (di akhir film dikatakan korban meninggal sekitar 240.000 manusia). Aftershock dibuka di Tangshan tahun 1976, Yuan Ni hidup bahagia di sebuah apartemen kecil bersama suami dan kedua anak kembarnya; Fang Deng (perempuan) and Fang Da (laki-laki). Sampai sebuah kejadian gempa Tangshan mengubah drastis hidup Yuan Ni. Suami Yuan Ni tewas Dan kedua anaknya, Fang Deng dan Fang Da, terjepit reruntuhan bangunan. Yuan Ni diharuskan mengambil keputusan yang sangat-sangat berat sebagai seorang ibu: Kru penyelamat hanya bisa menyelamatkan satu orang anaknya saja (yang satu diselamatkan, yang satunya lagi akan tewas tertimpa bangunan), dan Yuan Ni harus memilih. Di detik-detik paling akhir, Yuan Ni memilih untuk menyelamatkan anak laki-lakinya. Sebagai seorang ibu, pilihan ini jelas bukan pilihan yang gampang bagi Yuan Ni. Orang bilang hidup adalah pilihan, bukan? Bahkan “tidak memilih” sekalipun adalah sebuah pilihan. Tidak ada pilihan yang sempurna, karena setiap pilihan punya konsekuensinya. masing-masing Pilihan itu membuat luka hatinya, bahkan hidupnya. Bayangkan saja sendiri.
Situasi menjadi semakin ironi ketika Fang Deng, yang dikira suda meninggal, tiba-tiba bangun dan mendapati hanya mayat di sekelilingnya (Ibu dan saudara kembarnya mengungsi bersama korban lainnya). Fang Deng yang masih dihantam trauma–lahir dan batin, diadopsi oleh pasangan pasukan militer yang mengira gadis kecil itu yatim piatu. Mulanya Fang Deng menolak untuk berbicara dan tidak ingat apapun sebelum gempa. Seiring dengan waktu, Fang Deng mulai berbaur dengan orang tua angkatnya.
Selanjutnya film bergulir dalam rentang (atau jangkauan) waktu yang lebih luas lagi. Dari poster dan tralernya, mulanya saya mengira Aftershock adalah film tentang dampak sebuah musibah pada kehidupan seseorang dengan rentang waktu setting yang singkat. Ternyata Aftershock lebih mempertontonkan tentang bagaimana sesuatu (atau sebuah kejadian) bisa benar-benar mengubah kehidupan seseorang, tidak hanya sesaat, tapi juga selanjutnya dan selanjutnya.
Kisah-kisah seputar usai tragedi gempa Tangshan diceritakan ala Giuseppe Tornatore. Kalau ada yang pernah menonton Baarìa, pasti tahu yang saya maksud, terutama perihal range timing (setting waktu) cerita yang luas. Kisah tentang Fang Deng dengan kelurga yang mengadopsinya dan Fang Da dengan ibunya diceritakan terpisah secara bergantian. Aftershock mengalir layaknnya sebuah slide show adegan-adegan tiap masa kehidupan tokoh-tokohnya, mulai dari tragedi gempa, kehidupan seusai gempa, masa-masa ketika Fang Deng dan Fang Da remaja, dan ketika mereka dewasa. Dengan cara ini, saya menangkap Feng Xiaogang ingin menyampaikan gambaran bahwa hidup terus berjalan bagi para korban gempa yang selamat (atau bisa juga dibilang mereka harus tetap menjalankan hidup), walaupun begitu, tetap saja ada yang berubah dari mereka. Ada sesuatu yang hilang. Ada yang tidak mungkin sama lagi. Dan ada masa lalu yang selalu akan menjadi masa lalu. Setegar apapun mereka.
Dari departemen akting, Aftershock terbilang bagus. Penampilan Jingchu Zhang sebagai Fang Deng dan Chen Li sebagai Fang Da cukup meyakinkan. Saya paling suka penampilan Fan Xu sebagai Yuan Ni dan Daoming Chen sebagai sang ayah angkat. Tapi, buat saya, yang paling menarik dari Aftershock adalah bagaimana para pemainnya mengkadar emosi mereka di sebuah film melodrama sehingga penampilan mereka tidak terasa terlalu sentimentil, dan para pemain Aftershock melakukannya dengan cukup memuaskan.
Kalau ditanya soal kekecewaan terhadap Aftershock, keluhan (atau ketidaksukaan) saya dari film ini: masih adanya beberapa (malah terbilang cukup banyak) adegan yang agaknya dipaksakan, dan yang paling terasa adalah pada cara film ini mencapai ending yang memanfaatkan gempa Sichuan yang lagi-lagi terasa dipaksakan dan terlalu mendadak untuk disebut sebagai sebuah kebetulan.
Ya, gempa Tangshan memang sudah merenggut hal yang paling berharga di hidup Yuan Ni. Tapi yang paling penting bukan hanya itu saja. Yang paling penting bukan hanya sekedar dampak sesaatnya, tapi juga dampak selanjutnya bagi kehudupan mereka. Hidup Yuan Ni tidak akan pernah sama lagi. Hati Yuan Ni terluka–apalagi ketika Yuan Ni harus memilih sesuatu yang sangat tidak mungkin dia pilih, begitu juga Fang Da dan Fang Deng, dan luka itu sulit untuk sembuh. Tapi hidup mereka harus terus berjalan.
Pemain: Jingchu Zhang, Daoming Chen, Chen Li, Yi Lu, Fan Xu, Guoqiang Zhang, Jin Chen, Zi-feng Zhang, Ziwen Wang, Zhong Lü, Lixin Yang, Li-li Liu, Mei Yong, Tie-Dan
Tahun Rilis: 2010
Judul Internasional: Aftershock
Gempa Tangshan ini tercatat sebagai gempa paling mematikan yang pernah terjadi. pemerintah Cina tidak benar-benar mengeluarkan jumlah akurat perihal korban meninggal, konon berkisar antara 200.000 sampai 700.000 (di akhir film dikatakan korban meninggal sekitar 240.000 manusia). Aftershock dibuka di Tangshan tahun 1976, Yuan Ni hidup bahagia di sebuah apartemen kecil bersama suami dan kedua anak kembarnya; Fang Deng (perempuan) and Fang Da (laki-laki). Sampai sebuah kejadian gempa Tangshan mengubah drastis hidup Yuan Ni. Suami Yuan Ni tewas Dan kedua anaknya, Fang Deng dan Fang Da, terjepit reruntuhan bangunan. Yuan Ni diharuskan mengambil keputusan yang sangat-sangat berat sebagai seorang ibu: Kru penyelamat hanya bisa menyelamatkan satu orang anaknya saja (yang satu diselamatkan, yang satunya lagi akan tewas tertimpa bangunan), dan Yuan Ni harus memilih. Di detik-detik paling akhir, Yuan Ni memilih untuk menyelamatkan anak laki-lakinya. Sebagai seorang ibu, pilihan ini jelas bukan pilihan yang gampang bagi Yuan Ni. Orang bilang hidup adalah pilihan, bukan? Bahkan “tidak memilih” sekalipun adalah sebuah pilihan. Tidak ada pilihan yang sempurna, karena setiap pilihan punya konsekuensinya. masing-masing Pilihan itu membuat luka hatinya, bahkan hidupnya. Bayangkan saja sendiri.
Situasi menjadi semakin ironi ketika Fang Deng, yang dikira suda meninggal, tiba-tiba bangun dan mendapati hanya mayat di sekelilingnya (Ibu dan saudara kembarnya mengungsi bersama korban lainnya). Fang Deng yang masih dihantam trauma–lahir dan batin, diadopsi oleh pasangan pasukan militer yang mengira gadis kecil itu yatim piatu. Mulanya Fang Deng menolak untuk berbicara dan tidak ingat apapun sebelum gempa. Seiring dengan waktu, Fang Deng mulai berbaur dengan orang tua angkatnya.
Selanjutnya film bergulir dalam rentang (atau jangkauan) waktu yang lebih luas lagi. Dari poster dan tralernya, mulanya saya mengira Aftershock adalah film tentang dampak sebuah musibah pada kehidupan seseorang dengan rentang waktu setting yang singkat. Ternyata Aftershock lebih mempertontonkan tentang bagaimana sesuatu (atau sebuah kejadian) bisa benar-benar mengubah kehidupan seseorang, tidak hanya sesaat, tapi juga selanjutnya dan selanjutnya.
Kisah-kisah seputar usai tragedi gempa Tangshan diceritakan ala Giuseppe Tornatore. Kalau ada yang pernah menonton Baarìa, pasti tahu yang saya maksud, terutama perihal range timing (setting waktu) cerita yang luas. Kisah tentang Fang Deng dengan kelurga yang mengadopsinya dan Fang Da dengan ibunya diceritakan terpisah secara bergantian. Aftershock mengalir layaknnya sebuah slide show adegan-adegan tiap masa kehidupan tokoh-tokohnya, mulai dari tragedi gempa, kehidupan seusai gempa, masa-masa ketika Fang Deng dan Fang Da remaja, dan ketika mereka dewasa. Dengan cara ini, saya menangkap Feng Xiaogang ingin menyampaikan gambaran bahwa hidup terus berjalan bagi para korban gempa yang selamat (atau bisa juga dibilang mereka harus tetap menjalankan hidup), walaupun begitu, tetap saja ada yang berubah dari mereka. Ada sesuatu yang hilang. Ada yang tidak mungkin sama lagi. Dan ada masa lalu yang selalu akan menjadi masa lalu. Setegar apapun mereka.
Dari departemen akting, Aftershock terbilang bagus. Penampilan Jingchu Zhang sebagai Fang Deng dan Chen Li sebagai Fang Da cukup meyakinkan. Saya paling suka penampilan Fan Xu sebagai Yuan Ni dan Daoming Chen sebagai sang ayah angkat. Tapi, buat saya, yang paling menarik dari Aftershock adalah bagaimana para pemainnya mengkadar emosi mereka di sebuah film melodrama sehingga penampilan mereka tidak terasa terlalu sentimentil, dan para pemain Aftershock melakukannya dengan cukup memuaskan.
Kalau ditanya soal kekecewaan terhadap Aftershock, keluhan (atau ketidaksukaan) saya dari film ini: masih adanya beberapa (malah terbilang cukup banyak) adegan yang agaknya dipaksakan, dan yang paling terasa adalah pada cara film ini mencapai ending yang memanfaatkan gempa Sichuan yang lagi-lagi terasa dipaksakan dan terlalu mendadak untuk disebut sebagai sebuah kebetulan.
Ya, gempa Tangshan memang sudah merenggut hal yang paling berharga di hidup Yuan Ni. Tapi yang paling penting bukan hanya itu saja. Yang paling penting bukan hanya sekedar dampak sesaatnya, tapi juga dampak selanjutnya bagi kehudupan mereka. Hidup Yuan Ni tidak akan pernah sama lagi. Hati Yuan Ni terluka–apalagi ketika Yuan Ni harus memilih sesuatu yang sangat tidak mungkin dia pilih, begitu juga Fang Da dan Fang Deng, dan luka itu sulit untuk sembuh. Tapi hidup mereka harus terus berjalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar