Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Matthew Vaughn
Pemain: Aaron Johnson, Nicolas Cage, Chloë Grace Moretz, Christopher Mintz-Plasse, Mark Strong, Lyndsy Fonseca, Michael Rispoli, Kofi Natei, Yancy Butler, Jason Flemyng, Elizabeth McGovern, Garrett M. Brown, Sophie Wu, Dexter Fletcher, Clark Duke, Evan Peters
Tahun Rilis: 2010
Diangkat dari komik Kick-Ass karya Mark Millar and John Romita, Jr.
Sekedar superhero saja sudah bukan hal yang heboh lagi, ada Superman, Batman, Catwoman, Hulk, Spiderman, Fantastic Four, X-Men, dan masih banyak lagi. Kalau yang dicari adalah film tentang superhero yang tidak benar-benar “super,” maka Kick-Ass adalah pilihan yang tepat. Menarik lo sebenarnya: “superhero yang tidak super.” Frase tersebut kurang lebih serupa dengan “pawang macan yang tidak mempunyai keahlian pawan macan.”
Sebenarnya saya sama sekali bukan penggemar komik-komik superhero, sebut saja komik-komik Marvel atau DC. Saya lebih ke arah tipe-tipe pembaca klasik yang lebih memilih novel-novel klasik Jane Austen, Henry James, Virginia Woolf, To Kill a Mockingbird, W. Somerset Maugham, dan, tentunya, novel-novel kriminal dan misteri karangan Agatha Christie. Kalaupun yang ditanya adalah area komik atau graphic novel, saya lebih memilih Doraemon. Tapi pertanyaan yang dilontarkan Dave Lizewski (Aaron Johnson) cukup menarik buat saya (dan untuk ukuran sebuah film superhero): “Jesus, guys, isn't that bug you? A thousand of people wanna be Paris Hilton and nobody wants to be Spiderman.” Dan temannya menjawab: “Yeah, what's with that? She has like no tits at all.” Tapi “superhero yang tidak super” jelas tidak sama kasusnya dengan “Paris Hilton with Pamela's size.” Sama kah?
Sebenarnya yang membuat pernyataan tersebut menarik adalah sudut pandang dan pola pikir Dave, si maniak superhero, tentang superhero sendiri. Ketika Dave dihadang dua preman, dan ada seorang pria yang cuma mengintip, tidak berniat membantu, dia berkomentar tentang moral masyarakat modern: “Look at this asshole just watching. Come on, be honest with yourself, would you do anything differently? We see someone in trouble and we wish we can help, but we don't.” Lalu Dave melanjutkan, “The world where I lived in, heroes only exist in the comic books, and I guess that would've been okay if bad guys wouldn't make believe too. But they're not.” Apakah pernyataan Dave tersebut juga bisa diartikan sebagai subuah sarkasme bahwa di Bumi ini, dewasa ini, lebih banyak orang jahat ketimbang orang baik?
Narasi Dave di atas juga memberikan kesan bahwa Kick-Ass adalah film yang sadar akan pop kultur (terutama seputar superhero). Beberapa kali Kick-Ass menyebutkan referensi-referensi tentang superhero, serupa dengan Scream yang juga menyebutkan referensi-referensi film-film slasher. Tidak hanya referensi superhero, Kick-Ass juga memberikan referensi film-film umumnya: “And if you're reassuring that I'm gonna make it thru this since I'm talking to you now, quit being such a smart ass. Hell dude, you never seen Sin City, Sunset Boulevard, American Beauty?” Bagi saya, hal ini memberikan segelintir sense of real-ness tanpa perlu menganggu nuansa komiknya.
Cerita Kick-Ass kurang lebih tentang Dave, seorang maniak superhero, yang coba-coba jadi superhero dengan kostum hijau yang dipesannya. Dave menamai dirinya “Kick-Ass.” Dave tidak benar-benar super. Awalnya, masalah yang dihadapi Dave cuma seputar apakah Dave bisa menjadi superhero tanpa perlu benar-benar super. Namun keadaan menjadi semakin kacau ketika Dave terlibat dalam urusan antara Big Daddy (Nicolas Cage) dan Hit-Girl (Chloë Grace Moretz), superhero yang mempunyai kemampuan jauh di atas Kick-Ass, dengan boss kriminal, Frank D'Amico (Mark Strong).
Hal yang paling menarik perhatian, dan yang paling menimbulkan kontroversi, dalam Kick-Ass adalah tokoh Hit-Girl. Kontroversi tersebut kurang lebih mengenai adegan-adegan kekerasan yang ditunjukkan oleh tokoh Hit-Girl yang notabene diperankan oleh aktris yang masih berusia 11 tahun saat film ini diambil. Yah, serupa ketika Brook Shields, yang masih di bawah umur, tampil nyaris bugil di The Blue Lagoon dengan rambut yang direkatkan ke payudara. Kalau saya sih, cukup pandang saja film ini sebagai bukan tontonan anak-anak, bukan pula pra-remaja.
Dengan sudut pandang ini, saya melihat sebuah penampilan yang menawan sekaligus berani dari seorang Chloë Grace Moretz. Aktris cilik tersebut memerankan tokoh yang membabi-buta musuhnya dengan sadis dan sering kali melontarkan sumpah-serapah dengan sangat sempurna. Seperti yang pernah diucapkan Dakota Fanning ketika menanggapi tokoh kontroversialnya di Hounddog: “It's not really happening, it's a movie, and it's called acting.” Yang membuat saya cukup menyukai Kick-Ass adalah karena film ini berbicara lebih banyak (dan berbeda) dari kebanyakan film-film superhero umumnya. Sekalipun pesan yang disampaikan termasuk sinis. Rasanya boleh juga dibilang kalau saya cukup menantikan sequel-nya.
Sutradara: Matthew Vaughn
Pemain: Aaron Johnson, Nicolas Cage, Chloë Grace Moretz, Christopher Mintz-Plasse, Mark Strong, Lyndsy Fonseca, Michael Rispoli, Kofi Natei, Yancy Butler, Jason Flemyng, Elizabeth McGovern, Garrett M. Brown, Sophie Wu, Dexter Fletcher, Clark Duke, Evan Peters
Tahun Rilis: 2010
Diangkat dari komik Kick-Ass karya Mark Millar and John Romita, Jr.
Sekedar superhero saja sudah bukan hal yang heboh lagi, ada Superman, Batman, Catwoman, Hulk, Spiderman, Fantastic Four, X-Men, dan masih banyak lagi. Kalau yang dicari adalah film tentang superhero yang tidak benar-benar “super,” maka Kick-Ass adalah pilihan yang tepat. Menarik lo sebenarnya: “superhero yang tidak super.” Frase tersebut kurang lebih serupa dengan “pawang macan yang tidak mempunyai keahlian pawan macan.”
Sebenarnya saya sama sekali bukan penggemar komik-komik superhero, sebut saja komik-komik Marvel atau DC. Saya lebih ke arah tipe-tipe pembaca klasik yang lebih memilih novel-novel klasik Jane Austen, Henry James, Virginia Woolf, To Kill a Mockingbird, W. Somerset Maugham, dan, tentunya, novel-novel kriminal dan misteri karangan Agatha Christie. Kalaupun yang ditanya adalah area komik atau graphic novel, saya lebih memilih Doraemon. Tapi pertanyaan yang dilontarkan Dave Lizewski (Aaron Johnson) cukup menarik buat saya (dan untuk ukuran sebuah film superhero): “Jesus, guys, isn't that bug you? A thousand of people wanna be Paris Hilton and nobody wants to be Spiderman.” Dan temannya menjawab: “Yeah, what's with that? She has like no tits at all.” Tapi “superhero yang tidak super” jelas tidak sama kasusnya dengan “Paris Hilton with Pamela's size.” Sama kah?
Sebenarnya yang membuat pernyataan tersebut menarik adalah sudut pandang dan pola pikir Dave, si maniak superhero, tentang superhero sendiri. Ketika Dave dihadang dua preman, dan ada seorang pria yang cuma mengintip, tidak berniat membantu, dia berkomentar tentang moral masyarakat modern: “Look at this asshole just watching. Come on, be honest with yourself, would you do anything differently? We see someone in trouble and we wish we can help, but we don't.” Lalu Dave melanjutkan, “The world where I lived in, heroes only exist in the comic books, and I guess that would've been okay if bad guys wouldn't make believe too. But they're not.” Apakah pernyataan Dave tersebut juga bisa diartikan sebagai subuah sarkasme bahwa di Bumi ini, dewasa ini, lebih banyak orang jahat ketimbang orang baik?
Narasi Dave di atas juga memberikan kesan bahwa Kick-Ass adalah film yang sadar akan pop kultur (terutama seputar superhero). Beberapa kali Kick-Ass menyebutkan referensi-referensi tentang superhero, serupa dengan Scream yang juga menyebutkan referensi-referensi film-film slasher. Tidak hanya referensi superhero, Kick-Ass juga memberikan referensi film-film umumnya: “And if you're reassuring that I'm gonna make it thru this since I'm talking to you now, quit being such a smart ass. Hell dude, you never seen Sin City, Sunset Boulevard, American Beauty?” Bagi saya, hal ini memberikan segelintir sense of real-ness tanpa perlu menganggu nuansa komiknya.
Cerita Kick-Ass kurang lebih tentang Dave, seorang maniak superhero, yang coba-coba jadi superhero dengan kostum hijau yang dipesannya. Dave menamai dirinya “Kick-Ass.” Dave tidak benar-benar super. Awalnya, masalah yang dihadapi Dave cuma seputar apakah Dave bisa menjadi superhero tanpa perlu benar-benar super. Namun keadaan menjadi semakin kacau ketika Dave terlibat dalam urusan antara Big Daddy (Nicolas Cage) dan Hit-Girl (Chloë Grace Moretz), superhero yang mempunyai kemampuan jauh di atas Kick-Ass, dengan boss kriminal, Frank D'Amico (Mark Strong).
Hal yang paling menarik perhatian, dan yang paling menimbulkan kontroversi, dalam Kick-Ass adalah tokoh Hit-Girl. Kontroversi tersebut kurang lebih mengenai adegan-adegan kekerasan yang ditunjukkan oleh tokoh Hit-Girl yang notabene diperankan oleh aktris yang masih berusia 11 tahun saat film ini diambil. Yah, serupa ketika Brook Shields, yang masih di bawah umur, tampil nyaris bugil di The Blue Lagoon dengan rambut yang direkatkan ke payudara. Kalau saya sih, cukup pandang saja film ini sebagai bukan tontonan anak-anak, bukan pula pra-remaja.
Dengan sudut pandang ini, saya melihat sebuah penampilan yang menawan sekaligus berani dari seorang Chloë Grace Moretz. Aktris cilik tersebut memerankan tokoh yang membabi-buta musuhnya dengan sadis dan sering kali melontarkan sumpah-serapah dengan sangat sempurna. Seperti yang pernah diucapkan Dakota Fanning ketika menanggapi tokoh kontroversialnya di Hounddog: “It's not really happening, it's a movie, and it's called acting.” Yang membuat saya cukup menyukai Kick-Ass adalah karena film ini berbicara lebih banyak (dan berbeda) dari kebanyakan film-film superhero umumnya. Sekalipun pesan yang disampaikan termasuk sinis. Rasanya boleh juga dibilang kalau saya cukup menantikan sequel-nya.
Ya, saya juga suka film ini.
BalasHapus