The Amityville Horror
Sutradara: Andrew Douglas
Pemain: Ryan Reynolds, Melissa George, Jesse James, Jimmy Bennett, Chloë Grace Moretz, Rachel Nichols, Philip Baker Hall, Isabel Conner, Brendan Donaldson, Kara Rubeo
Tahun Rilis: 2005
Film ini merupakan remake dari The Amityville Horror (1979) karya Stuart Rosenberg yang merupakan adaptasi dari novel karya Jay Anson.
Horror merupakan tambang emas bagi para pekerja film komersial. Gampang disukai. Sukses dari sisi komersial cenderung lebih gampang didapat ketimbang genre lainnya (apalagi pop horror yang berbau-bau slasher, gore, dan torture porn). Sekalinya sukses, franchise instan pun datang. The Amityville Horror versi 1979, belum saya tonton dan belum berniat untuk saya tonton, berhasil berkembang-biak menjadi tujuh sequel, terlepas dari sequel-sequel tersebut merupakan karya yang bagus atau tidak. Tidak heran kalau pada akhirnya film versi 1979 itu di-remake ulang di tahun 2005. Ryan Reynolds mendapat penghormatan memerankan peran utama, sang suami yang pindah bersama keluarganya ke sebuah rumah angker. Di film ini, Ryan Reynolds membuang jauh-jauh kesan cowok-baik-baik-nya dengan menambahkan kumis dan jenggot (serupa dengan perawakan suami di versi 1979).
Di awal-awal film, embel-embel “based on true story” pun dihadiahkan pada penonton. Apakah benar-benar berasal dari kisah nyata? Atau cuma kepentingan pemasaran? Lagipula, kalau semuanya mau diliihat secara sangat umum, semua kisah hantu-hantuan bisa dibilang berdasarkan kisah nyata. Kalau pun memang benar-benar berdasarkan kisah nyata, saya yakin kejadianya beribu-ribu kali lipat lebih menyeramkan dari film ini. Ketimbang menyuguhkan horror yang nyata, film ini malah berputar-putar dengan trik-trik murahan. Jangankan itu, cerita yang disuguhkan sendiri pun sudah sangat dangkal, yang disuguhkan pada penonton hanya kumpulan adegan-adegan yang cuma berputar-putar di situ-situ saja.
Friday the 13th
Sutradara: Sean S. Cunningham
Pemain: Betsy Palmer, Adrienne King, Harry Crosby, Laurie Bartram, Mark Nelson, Jeannine Taylor, Robbi Morgan, Kevin Bacon, Ari Lehman
Tahun Rilis: 1980
Friday the 13th adalah salah satu slasher “yang katanya 'terbaik'.” Popularitas film ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Bisa dilihat dari betapa panjangnya sequel yang dianakkan, sebuah crossover (Freddy vs Jason), dan, apalag kalau bukan, di-remake. Sebagai informasi, film ini dibuntuti oleh sembilan judul sequel, belum termasuk crossover, remake, dan, tentu saja, film pertama.
Film ini mungkin salah satu film terkenal untuk kelasnya, tapi ini jelas bukan film yang segar. Tidak ada unsur-unsur kebaharuan dari film ini, baik itu dari segi cerita ataupun teknis. Sebut saja perpaduan gore dan torture porn ala Halloween dan psikopat yang, bagi saya, mengingatkan pada Norman Bates. Sayangnya tidak ada yang benar-benar menarik dari film ini, dimulai dari skenario yang dangkal, suspense yang semakin durasi berjalan semakin tipis, dan style yang malah sama sekali tidak menarik. Boleh dibilang sebenarnya saya, yah, lumayan tertarik dengan suasana yang dibangun di awal film, tapi semakin film berjalan, saya semakin tidak peduli lagi. Mungkin banyak yang bakal protes pada saya tentang ketipisan skenario, dengan alasan ini adalah film slasher. Bagi saya, genre tidak bisa dijadikan alasan kedangkalan skenario. Psycho, film Alfred Hitchcock yang juga berkisah tentang seorang psikopat, contoh baiknya (sekalipun Psycho lebih digolongkan ke psychological thriller ketimbang slasher). Pada akhirnya, film yang katanya salah satu legenda slasher ini, bagi saya hanyalah sebuah produk gagal yang tidak meninggalkan kesan apapun.
The Boys Club
Sutradara: John Fawcett
Pemain: Chris Penn, Dominic Zamprogna, Devon Sawa, Stuart Stone, Amy Stewart, Nicholas Campbell, Jarred Blanchard, Max Piersig, Julian Richings, Alana Shields
Tahun Rilis: 1997
Untuk ukuran crime thriller, The Boys Club mempunyai premis yang menarik. Film ini bercerita tentang tiga remaja (Dominic Zamprogna, Devon Sawa, dan Stuart Stone) yang tidak sengaja bertemu dengan seorang pria misterius yang bersembunyi di pondok rahasia mereka (semacam markas tempat mereka bermain). Pria misterius ini mempunyai sebuah pistol kosong, dan sebuah luka tembak di kaki. Pria ini mengaku pada mereka bahwa dia adalah seorang polisi, dan dia sedang dikejar oleh rekan polisinya. Pria ini mengakui bahwa dia berusaha menguak kasus-kasus polisi korup, dan rekan-rekannya tersebut berusaha membungkamnya. Ketiga remaja itu pun bersedia membantu. Sayangnya, pria yang semakin hari semakin akrab dengan mereka ini ternyata tidak sebaik yang anak-anak itu kira.
Saya termasuk penggemar film-film coming-of-age, dan thriller ini dibumbui hal tersebut. Berita baiknya, film ini juga sadar akan konteks coming-of-age-nya. Saya suka adegan antara Kyle dan Megan, yang terasa cukup manusia. Dan saya juga suka masalah keluarga yang dihadapi Kyle, terutama dengan ayahnya. Dari segi kompleksitas dan keotentikan eksekusi cerita, film ini masih jauh dari level Winter in Wartime, sebuah film Belanda yang mempunya premis setipe film ini. Hanya saja, intensitas hubungan antara ketiga remaja dengan pria misterius yang mereka temui tersebut tidak terjalin dengan rapi (seperti yang saya bilang, film ini masih jauh dari level Winter in Wartime). Singkat cerita, saya menyukai premis film ini, saya menyukai beberapa bagian film ini, film ini cukup menghibur, hanya saja film ini kurang berhasil menyampaikan apa yang ingin disampaikan (setidaknya bagi saya). Entah bagaimana ceritanya, mungkin karena suasananya, film ini juga mengingatkan saya pada Apt Pupil.
Armageddon
Sutradara: Michael Bay
Pemain: Bruce Willis, Ben Affleck, Billy Bob Thornton, Liv Tyler, Will Patton, Michael Clarke Duncan, Owen Wilson, Peter Stormare, Steve Buscemi, William Fichtner, Keith David, Jason Issacs, Jessica Steen, Ken Hudson Campbell
Tahun Rilis: 1998
Armageddon, dan film-film besutan Michael Bay secara umum, merupakan contoh nyata bahwa film yang kelihatan besar, mewah, megah, dan tentunya mahal bisa saja jatuh sebagai sebuah karya yang sangat-sangat-sangat buruk. Armageddon terbilang buruk dari segala aspek vitalnya. Sebuah meteorit bergerak hendak menabrak bumi, dan di film ini Bruce Wills dan Ben Affleck diberi misi untuk mengebor lalu menanam bom di meteorit tersebut. Dan Bumi selamat? Astaga! Sesimpel itu kah? Bagaimana kalau pecahan-pecahan meteorit tersebut masih tetap jatuh ke bumi, dan menimbulkan ledakkan-ledakkan kecil? Bahkan film ini menyalahi hukum gravitasi di luar angkasa?
Tentu film yang katanya sci-fi ini dibumbui drama, sama halnya dengan Pearl Harbour yang juga disutradarai Michael Bay (yang sialnya film tersebut juga sangat saya benci). Parahnya, drama di film ini tidak lebih dari adegan-adegan opera sabun murahan semata, diperparah pula dengan dialog-dialog selevel sinetron, bahkan skenario ini pun sebenarnya sama saja dengan skenario sinetron (minus spesial efek canggih). Setidaknya Armageddon membuktikan satu hal positif, bahwa kecanggihan visualisasi tidak bisa menutupi kelemahan unsur vital sebuah film.
Di awal-awal film, embel-embel “based on true story” pun dihadiahkan pada penonton. Apakah benar-benar berasal dari kisah nyata? Atau cuma kepentingan pemasaran? Lagipula, kalau semuanya mau diliihat secara sangat umum, semua kisah hantu-hantuan bisa dibilang berdasarkan kisah nyata. Kalau pun memang benar-benar berdasarkan kisah nyata, saya yakin kejadianya beribu-ribu kali lipat lebih menyeramkan dari film ini. Ketimbang menyuguhkan horror yang nyata, film ini malah berputar-putar dengan trik-trik murahan. Jangankan itu, cerita yang disuguhkan sendiri pun sudah sangat dangkal, yang disuguhkan pada penonton hanya kumpulan adegan-adegan yang cuma berputar-putar di situ-situ saja.
Friday the 13th
Sutradara: Sean S. Cunningham
Pemain: Betsy Palmer, Adrienne King, Harry Crosby, Laurie Bartram, Mark Nelson, Jeannine Taylor, Robbi Morgan, Kevin Bacon, Ari Lehman
Tahun Rilis: 1980
Friday the 13th adalah salah satu slasher “yang katanya 'terbaik'.” Popularitas film ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Bisa dilihat dari betapa panjangnya sequel yang dianakkan, sebuah crossover (Freddy vs Jason), dan, apalag kalau bukan, di-remake. Sebagai informasi, film ini dibuntuti oleh sembilan judul sequel, belum termasuk crossover, remake, dan, tentu saja, film pertama.
Film ini mungkin salah satu film terkenal untuk kelasnya, tapi ini jelas bukan film yang segar. Tidak ada unsur-unsur kebaharuan dari film ini, baik itu dari segi cerita ataupun teknis. Sebut saja perpaduan gore dan torture porn ala Halloween dan psikopat yang, bagi saya, mengingatkan pada Norman Bates. Sayangnya tidak ada yang benar-benar menarik dari film ini, dimulai dari skenario yang dangkal, suspense yang semakin durasi berjalan semakin tipis, dan style yang malah sama sekali tidak menarik. Boleh dibilang sebenarnya saya, yah, lumayan tertarik dengan suasana yang dibangun di awal film, tapi semakin film berjalan, saya semakin tidak peduli lagi. Mungkin banyak yang bakal protes pada saya tentang ketipisan skenario, dengan alasan ini adalah film slasher. Bagi saya, genre tidak bisa dijadikan alasan kedangkalan skenario. Psycho, film Alfred Hitchcock yang juga berkisah tentang seorang psikopat, contoh baiknya (sekalipun Psycho lebih digolongkan ke psychological thriller ketimbang slasher). Pada akhirnya, film yang katanya salah satu legenda slasher ini, bagi saya hanyalah sebuah produk gagal yang tidak meninggalkan kesan apapun.
The Boys Club
Sutradara: John Fawcett
Pemain: Chris Penn, Dominic Zamprogna, Devon Sawa, Stuart Stone, Amy Stewart, Nicholas Campbell, Jarred Blanchard, Max Piersig, Julian Richings, Alana Shields
Tahun Rilis: 1997
Saya termasuk penggemar film-film coming-of-age, dan thriller ini dibumbui hal tersebut. Berita baiknya, film ini juga sadar akan konteks coming-of-age-nya. Saya suka adegan antara Kyle dan Megan, yang terasa cukup manusia. Dan saya juga suka masalah keluarga yang dihadapi Kyle, terutama dengan ayahnya. Dari segi kompleksitas dan keotentikan eksekusi cerita, film ini masih jauh dari level Winter in Wartime, sebuah film Belanda yang mempunya premis setipe film ini. Hanya saja, intensitas hubungan antara ketiga remaja dengan pria misterius yang mereka temui tersebut tidak terjalin dengan rapi (seperti yang saya bilang, film ini masih jauh dari level Winter in Wartime). Singkat cerita, saya menyukai premis film ini, saya menyukai beberapa bagian film ini, film ini cukup menghibur, hanya saja film ini kurang berhasil menyampaikan apa yang ingin disampaikan (setidaknya bagi saya). Entah bagaimana ceritanya, mungkin karena suasananya, film ini juga mengingatkan saya pada Apt Pupil.
Armageddon
Sutradara: Michael Bay
Pemain: Bruce Willis, Ben Affleck, Billy Bob Thornton, Liv Tyler, Will Patton, Michael Clarke Duncan, Owen Wilson, Peter Stormare, Steve Buscemi, William Fichtner, Keith David, Jason Issacs, Jessica Steen, Ken Hudson Campbell
Tahun Rilis: 1998
Tentu film yang katanya sci-fi ini dibumbui drama, sama halnya dengan Pearl Harbour yang juga disutradarai Michael Bay (yang sialnya film tersebut juga sangat saya benci). Parahnya, drama di film ini tidak lebih dari adegan-adegan opera sabun murahan semata, diperparah pula dengan dialog-dialog selevel sinetron, bahkan skenario ini pun sebenarnya sama saja dengan skenario sinetron (minus spesial efek canggih). Setidaknya Armageddon membuktikan satu hal positif, bahwa kecanggihan visualisasi tidak bisa menutupi kelemahan unsur vital sebuah film.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar