Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Brothers Strause
Pemain: Eric Balfour, Scottie Thompson, David Zayas, Donald Faison, Brittany Daniel, Neil Hopkins, Crystal Reed, J. Paul Boehmer, Tanya Newbould, Tony Black, Pam Levin, Phat Mahathongdy
Tahun Rilis: 2010
Sutradara: Brothers Strause
Pemain: Eric Balfour, Scottie Thompson, David Zayas, Donald Faison, Brittany Daniel, Neil Hopkins, Crystal Reed, J. Paul Boehmer, Tanya Newbould, Tony Black, Pam Levin, Phat Mahathongdy
Tahun Rilis: 2010
“Apa jadinya kalau para pakar spesial efek mencoba menyutradari sebuah film?”
Untuk jawaban pastinya, silahkan tonton Aliens vs. Predator: Requiem, yang sama sekali belum dan tidak mau saya tonton.
Sutradara film tersebut, Greg dan Colin Strause, kembali coba-coba menyutradarai film lagi. Maka munculah Skyline, sebuah film sci-fi alien besutan dua kakak-beradik pakar spesial efek yang namanya, sebenarnya, sudah tidak perlu diragukan lagi, sebut saja The X-Files, bongkahan es di Titanic, 300, X-Men: The Last Stand, Fantastic Four, Terminator 3: Rise of the Machines, dan The Day After Tomorrow. Ralat, kemampuan mereka sebagai pakar spesial efek yang tidak perlu diragukan lagi.
Lantas, “apa jadinya kalau para pakar spesial efek mencoba menyutradari sebuah film?”
Tidak perlu berfikir sangat-amat-mendalam untuk menjawab pertanyaan itu, cukup dengan logika simpel: “Pasti bakal penuh dengan efek-efek spesial super canggih!”
Dan seperti yang sudah bisa ditebak, spesial efek film ini termasuk “keren.” Bukan “keren” dalam level Avatar atau Inception, jelas budget film ini tidak pada level yang sama dengan film-film tersebut. Tapi “keren” karena kedua kakak-beradik tersebut tetap mampu menampilkan efek-efek menawan dengan budget hanya sekitar 10-20 juta dolar (“hanya” untuk ukuran film sci-fi). Jelas tidak seberapa kalau dibandingkan dengan Inception yang total budgetnya mencapai 160 juta dolar, apalagi Avatar yang biaya produksinya sekitar 237 juta dolar. Film ini pantas mendapat acungan jempol untuk spesial efek.
Tapi film bukan sekedar gambar-gambar keren semata kan? Dan untuk urusan lainnya, selain spesial efek, film ini sangat menggelikan. Opening sinar biru film ini termasuk menggugah, hanya saja tidak ada yang baru dari Skyline. Film ini seakan-akan cuma sekedar gabungan beberapa unsur dari beberapa Cloverfield, War of the Worlds, District 9, dan Independence Day, hanya saja, sayangnya, malah tampil jauh lebih buruk dari film-film tersebut.
Skenario film ini adalah satu hal yang patut dipermasalahkan besar-besaran. Skyline bercerita tentang penyerangan Alien di L.A. (dan kemungkinan Bumi) dari kacamata sepasang kekasih, Jarrod (Eric Balfour) dan Elaine (Scottie Thompson), yang menghadiri sebuah pesat ulang tahun teman mereka. Para alien ini menculik manusia-manusia dengan menggunakan semacam sinar biru yang bakal membuat manusia manapun terhipnotis ketika menatapnya. Tujuannya? Alien-alien ini membutuhkan otak manusia! Yap, Jarrod, Elaine, dan beberapa manusia lainnya terjebak di sebuah apartemen tinggi, dan berusaha membebaskan diri dari cengkraman para alien. Sama halnya dengan tokoh-tokoh tersebut, skenario Skyline pun terjebak, tipis, dangkal, tanpa pergerakan, juga tanpa pergolakan.
Sebenarnya kehadiran Skyline bisa disyukuri juga, menandakan bahwa ternyata film independent/arthouse bisa juga mencapai ranah box office material seperti ini, mengingat sebelumnya diperlukan dana lebih dari 100 juta dolar untuk membuat film dengan adegan meluluh lantahkan Washington. Hanya saja, apakah lantas semua orang yang sekedar mahir dalam urusan efek-efek spesial bisa langsung menghasilkan film yang baik?
Untuk jawaban pastinya, silahkan tonton Aliens vs. Predator: Requiem, yang sama sekali belum dan tidak mau saya tonton.
Sutradara film tersebut, Greg dan Colin Strause, kembali coba-coba menyutradarai film lagi. Maka munculah Skyline, sebuah film sci-fi alien besutan dua kakak-beradik pakar spesial efek yang namanya, sebenarnya, sudah tidak perlu diragukan lagi, sebut saja The X-Files, bongkahan es di Titanic, 300, X-Men: The Last Stand, Fantastic Four, Terminator 3: Rise of the Machines, dan The Day After Tomorrow. Ralat, kemampuan mereka sebagai pakar spesial efek yang tidak perlu diragukan lagi.
Lantas, “apa jadinya kalau para pakar spesial efek mencoba menyutradari sebuah film?”
Tidak perlu berfikir sangat-amat-mendalam untuk menjawab pertanyaan itu, cukup dengan logika simpel: “Pasti bakal penuh dengan efek-efek spesial super canggih!”
Dan seperti yang sudah bisa ditebak, spesial efek film ini termasuk “keren.” Bukan “keren” dalam level Avatar atau Inception, jelas budget film ini tidak pada level yang sama dengan film-film tersebut. Tapi “keren” karena kedua kakak-beradik tersebut tetap mampu menampilkan efek-efek menawan dengan budget hanya sekitar 10-20 juta dolar (“hanya” untuk ukuran film sci-fi). Jelas tidak seberapa kalau dibandingkan dengan Inception yang total budgetnya mencapai 160 juta dolar, apalagi Avatar yang biaya produksinya sekitar 237 juta dolar. Film ini pantas mendapat acungan jempol untuk spesial efek.
Tapi film bukan sekedar gambar-gambar keren semata kan? Dan untuk urusan lainnya, selain spesial efek, film ini sangat menggelikan. Opening sinar biru film ini termasuk menggugah, hanya saja tidak ada yang baru dari Skyline. Film ini seakan-akan cuma sekedar gabungan beberapa unsur dari beberapa Cloverfield, War of the Worlds, District 9, dan Independence Day, hanya saja, sayangnya, malah tampil jauh lebih buruk dari film-film tersebut.
Skenario film ini adalah satu hal yang patut dipermasalahkan besar-besaran. Skyline bercerita tentang penyerangan Alien di L.A. (dan kemungkinan Bumi) dari kacamata sepasang kekasih, Jarrod (Eric Balfour) dan Elaine (Scottie Thompson), yang menghadiri sebuah pesat ulang tahun teman mereka. Para alien ini menculik manusia-manusia dengan menggunakan semacam sinar biru yang bakal membuat manusia manapun terhipnotis ketika menatapnya. Tujuannya? Alien-alien ini membutuhkan otak manusia! Yap, Jarrod, Elaine, dan beberapa manusia lainnya terjebak di sebuah apartemen tinggi, dan berusaha membebaskan diri dari cengkraman para alien. Sama halnya dengan tokoh-tokoh tersebut, skenario Skyline pun terjebak, tipis, dangkal, tanpa pergerakan, juga tanpa pergolakan.
Sebenarnya kehadiran Skyline bisa disyukuri juga, menandakan bahwa ternyata film independent/arthouse bisa juga mencapai ranah box office material seperti ini, mengingat sebelumnya diperlukan dana lebih dari 100 juta dolar untuk membuat film dengan adegan meluluh lantahkan Washington. Hanya saja, apakah lantas semua orang yang sekedar mahir dalam urusan efek-efek spesial bisa langsung menghasilkan film yang baik?
Sama. Saya juga ketipu. Paling ngeselin saat liaht endingnya. Komen saya : Hah? Udah selesai? Gantung gila!
BalasHapusgantung buanget! kesel! sudah berharap cerita yang fresh, eh, malah dapet cerita campur-campuran. nggak asyek.
BalasHapus