Sahara
Sutradara: Breck Eisner
Pemain: Matthew McConaughey, Steve Zahn, Penélope Cruz, Lambert Wilson, Lennie James, William H. Macy, Rainn Wilson, Delroy Lindo, Patrick Malahide, Glynn Turman
Tahun Rilis: 2005
Diangkat dari novel Sahara karya Clive Cussler
Saya belum pernah baca novel serial petualangan Dirk Pitt karangan Clive Cussler. Kurang lebih, mugkin novel itu, ya, sejenis Indiana Jones versi karya tulis. Dari segi tema, Dirk Pitt mungkin lebih ke arah petualangan dengan bumbu-bumbu kemanusiaan (menyelamatakan orang lain dari bencana, misalnya). Sebelumnya, Raise the Titanic!, salah satu novel dari serial Dirk Pitt pernah juga diangkat ke layar lebar di tahun 1980. Sayangnya baru Sahara ini lah film yang mengenalkan saya pada tokoh ini. Jadi bisa disimpulkan kalau saya belum benar-benar akrab dengan serial Dirk Pitt, karena itus saya tidak bisa benar-benar membandingkannya dengan Indiana Jones (atau tokoh petualangan sejenis) selain untuk urusan popularitas. Yang pasti dua-duanya punya banyak kesamaan. Salah satunya kedua hero yang sama-sama pemburu barang-barang kuno. Bedanya, Indiana Jones lebih karena nilai historikalnya, sedangkan Dirk Pitt, yah, mungkin lebih karena sekedar hobi-heboh atau sekedar nilai materialnya (saya sendiri tidak terlalu yakin karena belum begitu akrab).
Apa lagi yang diharapkan dari sebuah film dengan tokoh utama pemburu harta karun selain petualangan? Untuk ukuran sebuah film petualangan Dirk Pitt memang tidak sebanding dengan Raider of the Lost Ark (Steven Spielberg, 1981) atau The Crimson Pirate (Robert Siodmak, 1952). Dan jelas tidak mungkin disejajarkan dengan film-film petualangan favorit saya seperti The Fabulous World of Jules Verne (Karel Zeman, 1958, Cekoslovakia), Journey to the Beginning of Time (Karel Zeman, 1955, Cekoslovakia), dan film-film Karel Zeman lainnya. Untuk ukuran sebuah film petualangan, tidak ada sesuatu yang baru dalam Sahara. Para pahlawan pun selalu putih, rela mengorbankan keselamatan diri sendiri demi kepentingan umat. Dan para musuh selalu hitam. Ya memang begitulah. Perlukah berharap tokoh yang kompleks lengkap dengan dilema batinnya dalam sebuah film petualangan? Dan jelas sudah bisa ditebak kalau film petualangan ala Amerika semacam pasti bakal menghabiskan cukup banyak durasi untuk adegan-adegan kejar-kejaran, baku-tembak, dan yang pasti adegan banting-bantingan, bahkan ledakkan, kendaraan seakan-akan sudah jadi kewajiban. Bagi Hollywood, untuk film sejenis Sahara ini, hura-hura itu kewajiban. Yah, setidaknya trio Matthew McConaughey, Steve Zahn, dan Penélope Cruz tidak kehilangan pesona masing-masing. Dan untungnya adegan hura-hura di film ini tidak selebay Michael Bay.
Apa lagi yang diharapkan dari sebuah film dengan tokoh utama pemburu harta karun selain petualangan? Untuk ukuran sebuah film petualangan Dirk Pitt memang tidak sebanding dengan Raider of the Lost Ark (Steven Spielberg, 1981) atau The Crimson Pirate (Robert Siodmak, 1952). Dan jelas tidak mungkin disejajarkan dengan film-film petualangan favorit saya seperti The Fabulous World of Jules Verne (Karel Zeman, 1958, Cekoslovakia), Journey to the Beginning of Time (Karel Zeman, 1955, Cekoslovakia), dan film-film Karel Zeman lainnya. Untuk ukuran sebuah film petualangan, tidak ada sesuatu yang baru dalam Sahara. Para pahlawan pun selalu putih, rela mengorbankan keselamatan diri sendiri demi kepentingan umat. Dan para musuh selalu hitam. Ya memang begitulah. Perlukah berharap tokoh yang kompleks lengkap dengan dilema batinnya dalam sebuah film petualangan? Dan jelas sudah bisa ditebak kalau film petualangan ala Amerika semacam pasti bakal menghabiskan cukup banyak durasi untuk adegan-adegan kejar-kejaran, baku-tembak, dan yang pasti adegan banting-bantingan, bahkan ledakkan, kendaraan seakan-akan sudah jadi kewajiban. Bagi Hollywood, untuk film sejenis Sahara ini, hura-hura itu kewajiban. Yah, setidaknya trio Matthew McConaughey, Steve Zahn, dan Penélope Cruz tidak kehilangan pesona masing-masing. Dan untungnya adegan hura-hura di film ini tidak selebay Michael Bay.
Centurion
Sutradara: Neil Marshall
Pemain: Michael Fassbender, Dominic West, Olga Kurylenko, Riz Ahmed, Noel Clarke, Imogen Poots, Liam Cunningham, JJ Feild, Dimitri Leonidas, David Morrissey, Ulrich Thomsen, Dave Legeno, Axelle Carolyn, Paul Freeman, Rachael Stirling, Michael Carter, Tom Mannion, Peter Guinness, Lee Ross, Jake Maskall, Eoin Macken
Tahun Rilis: 2010
Kalau dari posternya (bukan premisnya), Centurion seolah-olah menjanjikan sebuah tontonan periodik yang, setidaknya, memanjakan mata dengan esensi-esensi periodik. Mengingat film ini jebolan dari Hollywood, ya, jangan muluk-muluk berharap sebuah masterpiece kolosal ala Faraon (Jerzy Kawalerowicz, 1966, Polandia), Electra (1962, Mihalis Kakogiannis, Yunani), atau Knights of the Teutonic Order (Aleksander Ford, 1960, Polandia) – yup, itu tiga film kolosal yang paling saya suka. Berharaplah sebuah film kolosal ala Hollywood.
Centurion menyajikan cerita fiksional tentang penyebab hilangan Legiun Kesembilan di Caledonia, Inggris, di sekitar tahun 117 Masehi. Saat itu Roma sedang melakukan invasi terhadap Inggris. Sayangnya, ketimbang benar-benar menyajikan sebuah tontonan epik-periodik, Centurion lebih seperti film kejar-kejaran bersimbah darah. Masalah fatalnya, setidaknya bagi saya, ialah film ini malah lebih terlena pada ciprat-cipratan darahnya ketimbang membuat tokoh yang lebih kompleks, plot-plot yang lebih orisinil, atau setidaknya konflik yang lebih dinamis. Dan bagian yang paling parah dari Centurion ialah tokoh-tokohnya yang terasa sangat tidak berkarakter. Mungkin, film ini bakal berhasil memikat penonton-penonton yang “sekedar” mencari aksi dan cipratan darah, tapi tidak buat saya. Maaf.
The Tourist
Sutradara: Florian Henckel von Donnersmarck
Pemain: Johnny Depp, Angelina Jolie, Paul Bettany, Timothy Dalton, Steven Berkoff, Rufus Sewell, Christian De Sica
Tahun Rilis: 2010
Dibuat berdasarkan film Anthony Zimmer karya Jérôme Salle.
Saya nyaris tidak percaya kalau The Tourist datang dari tangan sutradara yang sebelumnya menelurkan The Lives of Others. Sebenarnya tidak terlalu heran sih, kalau berpegang teguh pada asumsi wajar-wajar saja kalau sutradara dari penjuru dunia kepincut untuk bekerja di Hollywood. Apalagi diberi kesempatan untuk bekerja bareng bintang sekaliber Depp dan Jolie. Yang saya herankan, kenapa seorang sutradara yang mendapat reputasi baik setelah memenangkan kategori Best Foreign Language Oscar bisa-bisanya menyurtadari film macam The Tourist ini.
Bukannya saya tidak suka film-film spionasi romantis ala novel-novel Inggris semacam ini. Sayangnya The Tourist tidak mempunya pesona ala Hitchcock atau Fritz Lang. Film ini buntuk ketangkasan untuk urusan plotnya (yang sangat-sangat menjemukkan). Jolie dan Depp pun sama sekali tidak mempunyai pesona, tanpa chemistry. Bahkan twist datar di akhir film, tertebak atau tidak, sama sekali tidak bisa membantu film ini. Satu-satunya yang benar-benar bisa dinikmati dari film ini hanyalah sisi visualnya yang cukup cantik. Untuk ukurannya, The Tourist tidak benar-benar jeblok kok, hanya saja tidak berhasil meninggalkan kesan apa-apa. Yang paling mengecewakan dari The Tourist justru ada di belakang layar – betapa banyak potensi yang terbuang di belakang layar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar