Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Jean-Marc Vallée
Pemain: Emily Blunt, Rupert Friend, Miranda Richardson, Jim Broadbent, Paul Bettany, Mark Strong, Thomas Kretschmann, Julian Glover, Michael Maloney, Rachael Stirling
Tahun Rilis: 2009
Ratu Victoria dikoronasi di sekitar tahun 1837, dan berkuasa sampai 1901. Ratu Victoria tercatat sebagai wanita yang paling lama menduduki tahta monarki Inggris (kekuasaannya berlangsung sekitar 63 tahun 7 bulan), bahkan tercatat sebagai wanita dengan kekuasaan terlama sepanjang sejarah monarki apapun. Rezimnya lebih dikenal dengan julukan “Victorian Era” (Era Victoria). Di masa kekuasaannya, Inggris mengalami perkembangan yang cukup pesat dari segi industri, ekonomi, budaya, politik, ilmu pengetahuan, dan militer. Masa kekuasaannya juga dikenal dengan perluasaan besar-besaran wilayah Imperium Britania. Dan dari sudut yang lebih pribadi, Ratu Victoria juga salah satu dari segelintir kaum monarki yang menikah atas pilihannya sendiri.
Bagi yang berharap bisa menyaksikan perkembangan industri Inggris yang pesat serta masalah -masalah sosial yang dihasilkan di Era Victoria, siap-siap saja kecewa. Sesuai dengan judulnya, film ini lebih menyorotoi masa-masa awal pemerintahan Ratu Victoria. Bahkan bisa juga dibilang, film ini lebih menyoroti Ratu Victoria itu sendiri secara personal, ketimbang Era Victoria. Dan sesuai juga dengan tendensi genrenya, costume drama, film ini lebih terfokus pada gaun-gaun mewah, arak-arakan, pesta dansa.
Kalau sebelumnya Dame Judi Dench berhasil memukau sebagai Ratu Victoria di usia tua di film Mrs. Brown, di sini giliran Emily Brown yang unjuk gigi sebagai versi mudanya. Tidak hanya memesona, Emily Blunt berhasil membuat dirinya sebagai pusat perhatian di film ini. Sejujurnya, saya bahkan lebih menyukai penampilan Emily Blunt di sini ketimbang Sandra Bullcok di film yang membawanya ke Oscar. Rupert Friend juga berhasil memberikan penampilan menawan sebagai pasangan romansa Emily Blunt. Alasan kuat mengapa saya cukup menikmati film ini tidak lain adalah pesona yang ditimbulkan keduanya baik ketika berdua-duaan di layar, saling memikirkan satu sama lain di jarak berjauhan, bahkan ketika keduanya berselisih.
Ya, Emily Blunt berhasil membuat saya melihat Ratu Victoria bukan hanya sebagai pemegang tahta monarki Inggris, tapi juga sebagai manusia dengan kekurangan-kekurangannya. Masa muda Victoria, sebelum akhirnya menjadi Ratu di usia 18 tahun setelah kematian Raja William IV (pamannya), dihabiskan dengan kekangan dan kurungan aturan-aturan ketat yang diterapkan ibunya (Miranda Richardson). Victoria muda tidak dibiarkan keluar sembarang, pergi sembarangan, bermain dengan anak-anak seusianya, bahkan untuk sekedar turun tangga saja dia harus mengenggam tangan orang lain. Sebagai calon pewaris tahta Inggris, jelas banyak orang-orang dengan kepentingan-kepentingan tertentu yang siap merangkak, menjilat, bahkan memaksa Victoria. Salah satunya, Sir John Conroy (Mark Strong), pria yang entah bagaimana sudah berhasil menyihir ibu Victoria, tapi sayangnya selalu gagal memaksa Victoria patuh padanya – termasuk ketika Sir John Conroy memaksa Vicotria menandatangi surat penyerahan kekuasaan sementara. Victoria juga diperkenalkan dengan Pangeran Albert dari Belgia (Rupert Friend), atas rencana perjodohan yang diinginkan Raja Belgia. Terlepas dari segala macam rencana perjodohan, keduanya menemukan cinta di diri masing-masing – mengingat tidak banyak keluarga-keluarga monarki yang menikah karena cinta di masa itu.
Ketika sudah waktunya untuk menduduki tahta, Victoria yang begitu masih begitu muda dan masih begitu belum berpengalaman malah terjabak pada kesulitannya untuk mandiri – terlebih karena memang dia didik begitu. Victoria menjadi sangat tergantung pada perdana mentrinya, Lord Melbourne (Paul Bettany), sampai-sampai ketika sudah saatnya kedudukan Lord Melbourne diganti dengan PM lain yang dipilih rakyat, Victoria menolak. Di sini lah kedudukan Albert sebagai suami Victoria diperhitungkan. Albert sama sekali tidak berminat dipermainkan sebagi pion catur.
The Young Victoria menyajikan ceritanya dengan cara yang serupa dengan Lady Jane, lebih ke pada melodramanya, romansanya, dan, tentu saja, sisi personal dari Ratu Victoria muda. Kita tidak akan mendapatkan gambaran mendalam tentang situasi politik ataupun sosial di awal-awal kekuasaan Victoria, sebaliknya, yang disajikan justru dilema pribadi sang ratu sendiri. Untuk kepentingan itu, The Young Victoria sudah cukup memuaskan bagi saya. Detil-detil period, dekorasi, hingga penggunaan lokasi Istana Buckingham (?) efektif juga berhasil memanjakan mata saya. Diperlengkap juga dengan sinematografi dan kostum yang menawan. Dan yang terpenting, karena pesona Emily Blunt dan Rupert Friend.
Sutradara: Jean-Marc Vallée
Pemain: Emily Blunt, Rupert Friend, Miranda Richardson, Jim Broadbent, Paul Bettany, Mark Strong, Thomas Kretschmann, Julian Glover, Michael Maloney, Rachael Stirling
Tahun Rilis: 2009
Ratu Victoria dikoronasi di sekitar tahun 1837, dan berkuasa sampai 1901. Ratu Victoria tercatat sebagai wanita yang paling lama menduduki tahta monarki Inggris (kekuasaannya berlangsung sekitar 63 tahun 7 bulan), bahkan tercatat sebagai wanita dengan kekuasaan terlama sepanjang sejarah monarki apapun. Rezimnya lebih dikenal dengan julukan “Victorian Era” (Era Victoria). Di masa kekuasaannya, Inggris mengalami perkembangan yang cukup pesat dari segi industri, ekonomi, budaya, politik, ilmu pengetahuan, dan militer. Masa kekuasaannya juga dikenal dengan perluasaan besar-besaran wilayah Imperium Britania. Dan dari sudut yang lebih pribadi, Ratu Victoria juga salah satu dari segelintir kaum monarki yang menikah atas pilihannya sendiri.
Bagi yang berharap bisa menyaksikan perkembangan industri Inggris yang pesat serta masalah -masalah sosial yang dihasilkan di Era Victoria, siap-siap saja kecewa. Sesuai dengan judulnya, film ini lebih menyorotoi masa-masa awal pemerintahan Ratu Victoria. Bahkan bisa juga dibilang, film ini lebih menyoroti Ratu Victoria itu sendiri secara personal, ketimbang Era Victoria. Dan sesuai juga dengan tendensi genrenya, costume drama, film ini lebih terfokus pada gaun-gaun mewah, arak-arakan, pesta dansa.
Kalau sebelumnya Dame Judi Dench berhasil memukau sebagai Ratu Victoria di usia tua di film Mrs. Brown, di sini giliran Emily Brown yang unjuk gigi sebagai versi mudanya. Tidak hanya memesona, Emily Blunt berhasil membuat dirinya sebagai pusat perhatian di film ini. Sejujurnya, saya bahkan lebih menyukai penampilan Emily Blunt di sini ketimbang Sandra Bullcok di film yang membawanya ke Oscar. Rupert Friend juga berhasil memberikan penampilan menawan sebagai pasangan romansa Emily Blunt. Alasan kuat mengapa saya cukup menikmati film ini tidak lain adalah pesona yang ditimbulkan keduanya baik ketika berdua-duaan di layar, saling memikirkan satu sama lain di jarak berjauhan, bahkan ketika keduanya berselisih.
Ya, Emily Blunt berhasil membuat saya melihat Ratu Victoria bukan hanya sebagai pemegang tahta monarki Inggris, tapi juga sebagai manusia dengan kekurangan-kekurangannya. Masa muda Victoria, sebelum akhirnya menjadi Ratu di usia 18 tahun setelah kematian Raja William IV (pamannya), dihabiskan dengan kekangan dan kurungan aturan-aturan ketat yang diterapkan ibunya (Miranda Richardson). Victoria muda tidak dibiarkan keluar sembarang, pergi sembarangan, bermain dengan anak-anak seusianya, bahkan untuk sekedar turun tangga saja dia harus mengenggam tangan orang lain. Sebagai calon pewaris tahta Inggris, jelas banyak orang-orang dengan kepentingan-kepentingan tertentu yang siap merangkak, menjilat, bahkan memaksa Victoria. Salah satunya, Sir John Conroy (Mark Strong), pria yang entah bagaimana sudah berhasil menyihir ibu Victoria, tapi sayangnya selalu gagal memaksa Victoria patuh padanya – termasuk ketika Sir John Conroy memaksa Vicotria menandatangi surat penyerahan kekuasaan sementara. Victoria juga diperkenalkan dengan Pangeran Albert dari Belgia (Rupert Friend), atas rencana perjodohan yang diinginkan Raja Belgia. Terlepas dari segala macam rencana perjodohan, keduanya menemukan cinta di diri masing-masing – mengingat tidak banyak keluarga-keluarga monarki yang menikah karena cinta di masa itu.
Ketika sudah waktunya untuk menduduki tahta, Victoria yang begitu masih begitu muda dan masih begitu belum berpengalaman malah terjabak pada kesulitannya untuk mandiri – terlebih karena memang dia didik begitu. Victoria menjadi sangat tergantung pada perdana mentrinya, Lord Melbourne (Paul Bettany), sampai-sampai ketika sudah saatnya kedudukan Lord Melbourne diganti dengan PM lain yang dipilih rakyat, Victoria menolak. Di sini lah kedudukan Albert sebagai suami Victoria diperhitungkan. Albert sama sekali tidak berminat dipermainkan sebagi pion catur.
The Young Victoria menyajikan ceritanya dengan cara yang serupa dengan Lady Jane, lebih ke pada melodramanya, romansanya, dan, tentu saja, sisi personal dari Ratu Victoria muda. Kita tidak akan mendapatkan gambaran mendalam tentang situasi politik ataupun sosial di awal-awal kekuasaan Victoria, sebaliknya, yang disajikan justru dilema pribadi sang ratu sendiri. Untuk kepentingan itu, The Young Victoria sudah cukup memuaskan bagi saya. Detil-detil period, dekorasi, hingga penggunaan lokasi Istana Buckingham (?) efektif juga berhasil memanjakan mata saya. Diperlengkap juga dengan sinematografi dan kostum yang menawan. Dan yang terpenting, karena pesona Emily Blunt dan Rupert Friend.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar