Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Billy Wilder
Pemain: Humphrey Bogart, Audrey Hepburn, William Holden
Tahun Rilis: 1954
Film ini diangkat dari naskah drama panggung “Sabrina Fair” karya Samuel A. Taylor.
SAYA tidak akan menulis resensi panjang untuk film kali ini, karena memang tidak ada yang bisa diresensi panjang-panjang. Tapi bukan berarti film ini kacangan, buruk, atau malah sampah hanya karena saya tidak mau membahas panjang lebar.
Menyaksikan “Sabrina” merupakan salah satu sampel cara yang tepat untuk mendapatkan suasana gemerlap dan glamor sinema klasik Hollywood.
Pada dasarnya, cerita yang diusung “Sabrina” termasuk klise bila dibandingkan dengan film-film romansa dewasa ini. Just another fairytale story. Bercerita tentang Sabrina Fairchild, anak dari supir pribadi keluarga konglomerat Larrabee. Sabrina tergila-gila dengan putra bungsu keluarga itu, David Larrabee. Sayangnya, nasibnya yang kumuh tidak memungkinkan baginya untuk merealisasikan impian itu. Tapi nasib berkata lain ketika Sabrina pula dari perjalanannya di Paris. Sabrinya yang tadinya ucup mendadak berubah layaknya Cinderella. Dan mulailah kisah cinta segitiga antara Sabrina, David, dan Linus (kakaknya David). Just another romantic fairytale story.
Tapi beda ceritanya kalau kisah dongeng di atas disajikan dengan balutan suasana klasik bercampur glamor. Inilah yang jarang saya dapatkan sebelumnya dari film-film romantic fairytale dewasa ini. Somehow, film-film setipe ini malah sering terjebak pada stereotipe “OMG ~ Cocwiiit” ABG-labil.
Sungguh suguhan yang manis apabila suasana glamor itu disajikan dengan penampilan yang solid dari pemain-pemainnya. Saya selalu suka dengan film-filmnya Audrey Hepburn, tidak hanya cantik, beliau juga sangat bertalenta. Termasuk di film ini, as always, she's so dazzling. Malahan, Audrey Hepburn tidak hanya berakting di film ini, beliau bahkan menuntut penonton untuk mengimajinasikan lebih jauh lagi ihwal tokohnya. Tidak heran beliau menjadi salah satu legenda akting Hollywood. Penampilan Audrey itu pun disempurnkan dengan kecerdesan dua aktor utama: Humphrey Bogart dan William Holden. Mereka bertiga, dengan solid, sudah meunjukkan salah satu contoh perfeksionisitas penampilan dalam suatu film: dan bukan hanya cemerlang secara individual.
Semua paket manis itu memberikan suatu contoh pengalaman sinemtik romantik klasik yang langka, sekalipun film ini masih hitam-putih.
Sebagai tambahan, film ini di-remake kembali di tahun 1995 dengan Sydney Pollack sebagai sutradara. Harrison Ford, Julia Ormond, dan Greg Kinner dipampangkan sebagai trio pemain utama. Tidak ada yang salah dengan remake total ini. Saya sudah menonton dua versi film ini. Hanya saja, sekalipun filmnya berwarna, trio utama di film remake ini sayangnya tidak mampu menyaingi pesona cemerlang yang disajikan trio Audrey Hepburn. Tapi, untuk mereka yang tidak menyukai sinema klasik (terutama hitam-putih), mungkin memang lebih baik memilih film remake ini ketimbang versi aslinya.
Sutradara: Billy Wilder
Pemain: Humphrey Bogart, Audrey Hepburn, William Holden
Tahun Rilis: 1954
Film ini diangkat dari naskah drama panggung “Sabrina Fair” karya Samuel A. Taylor.
SAYA tidak akan menulis resensi panjang untuk film kali ini, karena memang tidak ada yang bisa diresensi panjang-panjang. Tapi bukan berarti film ini kacangan, buruk, atau malah sampah hanya karena saya tidak mau membahas panjang lebar.
Menyaksikan “Sabrina” merupakan salah satu sampel cara yang tepat untuk mendapatkan suasana gemerlap dan glamor sinema klasik Hollywood.
Pada dasarnya, cerita yang diusung “Sabrina” termasuk klise bila dibandingkan dengan film-film romansa dewasa ini. Just another fairytale story. Bercerita tentang Sabrina Fairchild, anak dari supir pribadi keluarga konglomerat Larrabee. Sabrina tergila-gila dengan putra bungsu keluarga itu, David Larrabee. Sayangnya, nasibnya yang kumuh tidak memungkinkan baginya untuk merealisasikan impian itu. Tapi nasib berkata lain ketika Sabrina pula dari perjalanannya di Paris. Sabrinya yang tadinya ucup mendadak berubah layaknya Cinderella. Dan mulailah kisah cinta segitiga antara Sabrina, David, dan Linus (kakaknya David). Just another romantic fairytale story.
Tapi beda ceritanya kalau kisah dongeng di atas disajikan dengan balutan suasana klasik bercampur glamor. Inilah yang jarang saya dapatkan sebelumnya dari film-film romantic fairytale dewasa ini. Somehow, film-film setipe ini malah sering terjebak pada stereotipe “OMG ~ Cocwiiit” ABG-labil.
Sungguh suguhan yang manis apabila suasana glamor itu disajikan dengan penampilan yang solid dari pemain-pemainnya. Saya selalu suka dengan film-filmnya Audrey Hepburn, tidak hanya cantik, beliau juga sangat bertalenta. Termasuk di film ini, as always, she's so dazzling. Malahan, Audrey Hepburn tidak hanya berakting di film ini, beliau bahkan menuntut penonton untuk mengimajinasikan lebih jauh lagi ihwal tokohnya. Tidak heran beliau menjadi salah satu legenda akting Hollywood. Penampilan Audrey itu pun disempurnkan dengan kecerdesan dua aktor utama: Humphrey Bogart dan William Holden. Mereka bertiga, dengan solid, sudah meunjukkan salah satu contoh perfeksionisitas penampilan dalam suatu film: dan bukan hanya cemerlang secara individual.
Semua paket manis itu memberikan suatu contoh pengalaman sinemtik romantik klasik yang langka, sekalipun film ini masih hitam-putih.
Sebagai tambahan, film ini di-remake kembali di tahun 1995 dengan Sydney Pollack sebagai sutradara. Harrison Ford, Julia Ormond, dan Greg Kinner dipampangkan sebagai trio pemain utama. Tidak ada yang salah dengan remake total ini. Saya sudah menonton dua versi film ini. Hanya saja, sekalipun filmnya berwarna, trio utama di film remake ini sayangnya tidak mampu menyaingi pesona cemerlang yang disajikan trio Audrey Hepburn. Tapi, untuk mereka yang tidak menyukai sinema klasik (terutama hitam-putih), mungkin memang lebih baik memilih film remake ini ketimbang versi aslinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar