Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Neil Jordan
Pemain: Tom Cruise, Brad Pitt, Kirsten Dunst, Antonio Banderas, Christian Slater, Stephen Rea
Tahun Rilis: 1994
Film ini diangkat dari cerpen “Interview with the Vampire” karangan Anne Rice.
Setelah sebelumnya menulis resensi “Bakjwi,” sesama film tentang vampir (lupakan sejenak “Twilight” atau “New Moon”). Melihat nama-nama poster film ini memberikan ekspektas pada saya: bayangkan saja duet maut Tom Cruise dan Brad Pitt dalam satu judul yang sama? Saya tidak akan terlalu bercerita panjang lebar lagi kali ini.
Film ini menggunakan gaya bercerita 1001-Nghts-esque, atau tepatnya story within story. Dibuka di masa modern San Fransisco di sebuah kamar sepi, seorang laki-laki, Daniel Malloy (Christian Slater) tengah mewawancarai seorang pria bernama Louis (Brad Pitt) yang ngakunya vampir.
Cerita sebenarnya pun dimulai seoalah-olah berupa flashback naratif dari Louis. Dibuka di Louisiana tahun 1971 ketika Louis masih berumur 24 tahun dan juga masih manusia, tentunya. Louis merasa kehilangan semangat hidupnya setelah kematian istri dan anaknya. Maka datanglah vampir Lestat (Tom Cruise) yang menawarkan “sebuah pilihan yang tak pernah dia (Lestat) dapat sebelumnya.” Singkat cerita, Louis pun dijadikan vampir dan Lestat mengajarkan Louis bagaimana cera hidup sebagai vampir. Sayangnya, Louis ternyata malah dihadapkan pada dilema kemanusiaan dalam dirinya. Dia menolak minum darah manusia, sebagai gantinya dia lebih memilih minum darah tikus. Kenaifan Louis perihal takdir vampirnya ini membuat Lestat semakin tertantang (tertarik?).
Perjalanan dua duet maut vampir ini berlanjut ke New Orleans. Di New Orleans, Louis tidak sengaja mengigit (menghisap darah) seorang gadis kecil, Claudia (Kriten Dunst). Selanjutnya nyawa Claudia diselamatkan oleh Lestat dengan mengubahnya menjadi vampir. Louis makin merasa bersalah terhadap Claudia. Sementara Lestat makin menjadi-jadi. Secara garis besar, begitulah konsep cerita film ini.
Tom Cruise memainkan vampir homoseksual Lestat dipasangkan dengan Brad Pitt sebagai Louis. Dua aktor tampan, bukan? Seharusnya saya sebagai penonton mendapatkan penampilan yang tidak kalah tampannya. Sayangnya tidak. Memang, tidak selamanya aktor bagus selalu memberikan penampilan bagus. Tom Cruise atau Brad Pitt sendiri bagi saya bukanlah dua nama aktor yang benar-benar-benar hebat sekali penampilannya. Mereka aktor yang bagus, tapi tidak lebih dari itu. Mereka juga termasuk aktor angin-anginan. Kadang bagus, tapi tidak selamanya bagus. Di film kali ini pembuktiannya. Penampilan duet maut itu sama-sama tidak bagus. Tidak memuaskan. Dan tidak meyakinkan. Seharusnya, dengan kualitas fisik masing-masing, dua nama itu tidak kesulitan membawa peran yang sensual, seduktif, sekaligus evokatif di film ini. Sayangnya mereka gagal. Yang bikin heran, gagal berdua pula. Cocok kan? Intinya sih, saya tidak menemukan keglamoran sekaligus keliaran dari vampir di kedua tokoh ini. Setidaknya, yang bisa saya bilang, mereka tidak lebih buruk ketimbang ketika Robert Pattinson memerankan Edward Cullen.
Ternyata tidak semua penampilan pemainnya buruk lo. Tidak diduga Kristen Dunst kecil memberikan penampilan yang seksi di sini. Sekalipun dia masih kecil. Hampir semua scene yang ada Kristen Dunst pesonanya didominasi oleh Kristen Dunst.
Kelebihan lainnya yang memanjakan mata adalah setting artistik dan penggambaran atmosfirnya yang oke banget. Untuk ukuran film-film drama vampir, atomosfir di film ini termasuk yang mampu menghipnotis sekaligus membuat terkagum-kagum. Setting artistik “Twilight” atau “New Moon” tidak ada apa-apanya dibandingkan film ini.
Well, overall, sekalipun film vampir ini masih mempunyai kekurangan di sana-sini, film ini lebih enjoyable ketimbang menyimak Robert Pattinson bermain sebagai vampir yang tidak jelas juntrungannya.
Sutradara: Neil Jordan
Pemain: Tom Cruise, Brad Pitt, Kirsten Dunst, Antonio Banderas, Christian Slater, Stephen Rea
Tahun Rilis: 1994
Film ini diangkat dari cerpen “Interview with the Vampire” karangan Anne Rice.
Setelah sebelumnya menulis resensi “Bakjwi,” sesama film tentang vampir (lupakan sejenak “Twilight” atau “New Moon”). Melihat nama-nama poster film ini memberikan ekspektas pada saya: bayangkan saja duet maut Tom Cruise dan Brad Pitt dalam satu judul yang sama? Saya tidak akan terlalu bercerita panjang lebar lagi kali ini.
Film ini menggunakan gaya bercerita 1001-Nghts-esque, atau tepatnya story within story. Dibuka di masa modern San Fransisco di sebuah kamar sepi, seorang laki-laki, Daniel Malloy (Christian Slater) tengah mewawancarai seorang pria bernama Louis (Brad Pitt) yang ngakunya vampir.
Cerita sebenarnya pun dimulai seoalah-olah berupa flashback naratif dari Louis. Dibuka di Louisiana tahun 1971 ketika Louis masih berumur 24 tahun dan juga masih manusia, tentunya. Louis merasa kehilangan semangat hidupnya setelah kematian istri dan anaknya. Maka datanglah vampir Lestat (Tom Cruise) yang menawarkan “sebuah pilihan yang tak pernah dia (Lestat) dapat sebelumnya.” Singkat cerita, Louis pun dijadikan vampir dan Lestat mengajarkan Louis bagaimana cera hidup sebagai vampir. Sayangnya, Louis ternyata malah dihadapkan pada dilema kemanusiaan dalam dirinya. Dia menolak minum darah manusia, sebagai gantinya dia lebih memilih minum darah tikus. Kenaifan Louis perihal takdir vampirnya ini membuat Lestat semakin tertantang (tertarik?).
Perjalanan dua duet maut vampir ini berlanjut ke New Orleans. Di New Orleans, Louis tidak sengaja mengigit (menghisap darah) seorang gadis kecil, Claudia (Kriten Dunst). Selanjutnya nyawa Claudia diselamatkan oleh Lestat dengan mengubahnya menjadi vampir. Louis makin merasa bersalah terhadap Claudia. Sementara Lestat makin menjadi-jadi. Secara garis besar, begitulah konsep cerita film ini.
Tom Cruise memainkan vampir homoseksual Lestat dipasangkan dengan Brad Pitt sebagai Louis. Dua aktor tampan, bukan? Seharusnya saya sebagai penonton mendapatkan penampilan yang tidak kalah tampannya. Sayangnya tidak. Memang, tidak selamanya aktor bagus selalu memberikan penampilan bagus. Tom Cruise atau Brad Pitt sendiri bagi saya bukanlah dua nama aktor yang benar-benar-benar hebat sekali penampilannya. Mereka aktor yang bagus, tapi tidak lebih dari itu. Mereka juga termasuk aktor angin-anginan. Kadang bagus, tapi tidak selamanya bagus. Di film kali ini pembuktiannya. Penampilan duet maut itu sama-sama tidak bagus. Tidak memuaskan. Dan tidak meyakinkan. Seharusnya, dengan kualitas fisik masing-masing, dua nama itu tidak kesulitan membawa peran yang sensual, seduktif, sekaligus evokatif di film ini. Sayangnya mereka gagal. Yang bikin heran, gagal berdua pula. Cocok kan? Intinya sih, saya tidak menemukan keglamoran sekaligus keliaran dari vampir di kedua tokoh ini. Setidaknya, yang bisa saya bilang, mereka tidak lebih buruk ketimbang ketika Robert Pattinson memerankan Edward Cullen.
Ternyata tidak semua penampilan pemainnya buruk lo. Tidak diduga Kristen Dunst kecil memberikan penampilan yang seksi di sini. Sekalipun dia masih kecil. Hampir semua scene yang ada Kristen Dunst pesonanya didominasi oleh Kristen Dunst.
Kelebihan lainnya yang memanjakan mata adalah setting artistik dan penggambaran atmosfirnya yang oke banget. Untuk ukuran film-film drama vampir, atomosfir di film ini termasuk yang mampu menghipnotis sekaligus membuat terkagum-kagum. Setting artistik “Twilight” atau “New Moon” tidak ada apa-apanya dibandingkan film ini.
Well, overall, sekalipun film vampir ini masih mempunyai kekurangan di sana-sini, film ini lebih enjoyable ketimbang menyimak Robert Pattinson bermain sebagai vampir yang tidak jelas juntrungannya.
wah ini bagus filmnya
BalasHapushahaha
BalasHapus