Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Greg Mottola
Pemain: Jonah Hill, Michael Cera, Christopher Mintz-Plasse, Bill Hader, Seth Rogen, Emma Stone, Martha Maclsaac
Tahun Rilis: 2007
FILM besutan dari sutradara yang juga membesut “Adventureland” ini dikategorikan ke dalam kelompok screwball comedy. Screwball comedy sendiri adalah julukan untuk tipe-tipe film “pria dijajah wanita.” Garis besarnya, screwball comedy adalah komedi tentang para laki-laki yang “kejantanannya” ditantang demi para wanita. Dalam kancah perfilman, genre ini dipopulerkan oleh film “It Happened One Night,” film yang dibintangi Clark Gable. Sebelumnya, bentuk-bentuk screwball comedy ini pun bisa ditemukan dalam drama-drama Shakespeare, antara lain “Much Ado About Nothing,” “As You Like It,” dan yang paling terkanal “A Midsummer Night's Dream.” Dalam kancah perfilman modern Indonesia, wujud paling terasa dari screwball comedy bisa ditemukan di “Janji Joni.”
Genre screwball comedy ini biasanya dihubung-hubungkan (terkait) pula dengan genre-genre lain, seperti komedi situasional ataupun romantic comedy (komedi romantis). Seperti dalam “Superbad” ini misalnya, ketiga bentuk itu bisa ditemukan. Film ini bercerita tentang dua sahabat, Seth (Jonah Hill) dan Evan (Michael Cera), serta satu lagi “sahabat,” Fogell (Christopher Mintz-Plasse). Seth dan Evan, dua-duanya, adalah tipikal pelajar remaja yang sayangnya tidak populer. Jangan tanya soal Fogell yang kemana-mana menggunakan kacamata besar. Di awal diceritakan bahwa Seth dan Evan dihadapkan pada dilema perpisahan karena mareka akan melanjutkan kuliah di tempat yang berbeda. Waktu sekolah mereka tinggal tiga minggu lagi, dan dua-duanya masih “perawan.” Tau lah bagaimana derajat laki-laki “perawan” di dalam pergulatan sosio-kultural remaja Amerika? Tinggal tiga minggu lagi batas waktu Evan dan Seth untuk merasakan kesempatan menyenggamai perempuan idaman di masa-masa sekolah, atau mereka tidak akan pernah punya catatan pengalaman bersenggama di masa-masa sekolah.
Evan, si kurus dan khawatiran, diam-diam menyimpan perhatian dengan Becca, teman sekelasnya di kelas Matematika. Seth, si gendut keriting, diundang ke sebuah pesta yang diselenggarakan oleh si seksi Jules (Emma Stone) ketika mereka dipasangkan sebagai partner dalam kelas tata boga. Jules meminta pertolongan Seth, yang seakan-akan titah dari sang bidadari cinta, untuk membawakan minuman (keras) ke pesta mereka. Tentu Seth dan Evan masih di bawah umur, dan yang pasti belum punya KTP untuk ditunjukkan pada penjaga kasir ketika menyodorkan botol minumal beralkohol. Untungnya muncul Fogell dengan KTP palsunya. Namun, ternyata membeli sekantung botol penuh minuman beralkohol dengan modal KTP palsu tidak segampang yang dikira. Sesuai dengan genrenya, screwball comedy, film ini bercerita tentang usaha Seth dan Evan (melibatkan Fogell pula) membawakan minuman (keras) ke wanita idaman mereka.
Para pemain, rata-rata, memberikan penampilan yang cukup meyakinkan. Tidak ada gangguan yang berarti dari para pemeran tokoh remaja. Yang agak menganggu justru ada pada penggambaran karakter dua orang polisi yang serasa tipikal lawakan konyol. Sebagain besar plot cerita sebenarnya sudah bisa ditebak jelas. Dan garis besar arah ending-nya pun sudah bisa terbaca. Tapi, ini bukan tipe-tipe film tebak-tebakan misteri di akhir cerita, bukan? Tapi petualangan ketiga remaja ini lah yang disimak. Perjuangan mereka bertiga yang menjadi perhatian utama. Di petualangan ini lah humor-humor film ini diperjuangkan. Sebagian humor memang berhasil, sayangnya sebagian lagi malah tampil aneh (ada yang serasa cheesy/goofy dan ada juga serasa overdosis) – terutama bagian dua orang polisi.
Tone humor film ini menurun menjelang akhir, dan perlahan-lahan berubah agak men-drama. Lagi-lagi, sebenarnya sudah tipikal formula komedi-komedi remaja. Para tokoh utama kita pun mendapatkan pelajaran menjelang akhir film, bau-bau tipikal film remaja, bahwa pada dasarnya mereka sama sekali tidak mencari pasangan yang sempurna (termasuk dari segi seks). Hanya saja, untungya eksekusi ending yang tipikal itu tidak terjebak pada seterotipe-seterotipe yang dilakukan judul-judul “National Lampoon.”
Kelebihannya, film ini mempunya tone yang lebih serius dan lebih mendalam dalam membahas substansinya ketimbang “American Pie” bersaudara atau “National Lampoon” bersaudara.
Sutradara: Greg Mottola
Pemain: Jonah Hill, Michael Cera, Christopher Mintz-Plasse, Bill Hader, Seth Rogen, Emma Stone, Martha Maclsaac
Tahun Rilis: 2007
FILM besutan dari sutradara yang juga membesut “Adventureland” ini dikategorikan ke dalam kelompok screwball comedy. Screwball comedy sendiri adalah julukan untuk tipe-tipe film “pria dijajah wanita.” Garis besarnya, screwball comedy adalah komedi tentang para laki-laki yang “kejantanannya” ditantang demi para wanita. Dalam kancah perfilman, genre ini dipopulerkan oleh film “It Happened One Night,” film yang dibintangi Clark Gable. Sebelumnya, bentuk-bentuk screwball comedy ini pun bisa ditemukan dalam drama-drama Shakespeare, antara lain “Much Ado About Nothing,” “As You Like It,” dan yang paling terkanal “A Midsummer Night's Dream.” Dalam kancah perfilman modern Indonesia, wujud paling terasa dari screwball comedy bisa ditemukan di “Janji Joni.”
Genre screwball comedy ini biasanya dihubung-hubungkan (terkait) pula dengan genre-genre lain, seperti komedi situasional ataupun romantic comedy (komedi romantis). Seperti dalam “Superbad” ini misalnya, ketiga bentuk itu bisa ditemukan. Film ini bercerita tentang dua sahabat, Seth (Jonah Hill) dan Evan (Michael Cera), serta satu lagi “sahabat,” Fogell (Christopher Mintz-Plasse). Seth dan Evan, dua-duanya, adalah tipikal pelajar remaja yang sayangnya tidak populer. Jangan tanya soal Fogell yang kemana-mana menggunakan kacamata besar. Di awal diceritakan bahwa Seth dan Evan dihadapkan pada dilema perpisahan karena mareka akan melanjutkan kuliah di tempat yang berbeda. Waktu sekolah mereka tinggal tiga minggu lagi, dan dua-duanya masih “perawan.” Tau lah bagaimana derajat laki-laki “perawan” di dalam pergulatan sosio-kultural remaja Amerika? Tinggal tiga minggu lagi batas waktu Evan dan Seth untuk merasakan kesempatan menyenggamai perempuan idaman di masa-masa sekolah, atau mereka tidak akan pernah punya catatan pengalaman bersenggama di masa-masa sekolah.
Evan, si kurus dan khawatiran, diam-diam menyimpan perhatian dengan Becca, teman sekelasnya di kelas Matematika. Seth, si gendut keriting, diundang ke sebuah pesta yang diselenggarakan oleh si seksi Jules (Emma Stone) ketika mereka dipasangkan sebagai partner dalam kelas tata boga. Jules meminta pertolongan Seth, yang seakan-akan titah dari sang bidadari cinta, untuk membawakan minuman (keras) ke pesta mereka. Tentu Seth dan Evan masih di bawah umur, dan yang pasti belum punya KTP untuk ditunjukkan pada penjaga kasir ketika menyodorkan botol minumal beralkohol. Untungnya muncul Fogell dengan KTP palsunya. Namun, ternyata membeli sekantung botol penuh minuman beralkohol dengan modal KTP palsu tidak segampang yang dikira. Sesuai dengan genrenya, screwball comedy, film ini bercerita tentang usaha Seth dan Evan (melibatkan Fogell pula) membawakan minuman (keras) ke wanita idaman mereka.
Para pemain, rata-rata, memberikan penampilan yang cukup meyakinkan. Tidak ada gangguan yang berarti dari para pemeran tokoh remaja. Yang agak menganggu justru ada pada penggambaran karakter dua orang polisi yang serasa tipikal lawakan konyol. Sebagain besar plot cerita sebenarnya sudah bisa ditebak jelas. Dan garis besar arah ending-nya pun sudah bisa terbaca. Tapi, ini bukan tipe-tipe film tebak-tebakan misteri di akhir cerita, bukan? Tapi petualangan ketiga remaja ini lah yang disimak. Perjuangan mereka bertiga yang menjadi perhatian utama. Di petualangan ini lah humor-humor film ini diperjuangkan. Sebagian humor memang berhasil, sayangnya sebagian lagi malah tampil aneh (ada yang serasa cheesy/goofy dan ada juga serasa overdosis) – terutama bagian dua orang polisi.
Tone humor film ini menurun menjelang akhir, dan perlahan-lahan berubah agak men-drama. Lagi-lagi, sebenarnya sudah tipikal formula komedi-komedi remaja. Para tokoh utama kita pun mendapatkan pelajaran menjelang akhir film, bau-bau tipikal film remaja, bahwa pada dasarnya mereka sama sekali tidak mencari pasangan yang sempurna (termasuk dari segi seks). Hanya saja, untungya eksekusi ending yang tipikal itu tidak terjebak pada seterotipe-seterotipe yang dilakukan judul-judul “National Lampoon.”
Kelebihannya, film ini mempunya tone yang lebih serius dan lebih mendalam dalam membahas substansinya ketimbang “American Pie” bersaudara atau “National Lampoon” bersaudara.
OHHHH ini blog ku , http://rikoru-rhi.blogspot.com/ Liat juga review Love Julinsee di blogku,,, film thailand romantissssssss hoooohoohoh....
BalasHapus