Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Duncan Jones
Pemain: Sam Rockwell, Kaya Scodelario, Benedict Wong, Matt Berry
Tahun Rilis: 2009
Sutradara: Duncan Jones
Pemain: Sam Rockwell, Kaya Scodelario, Benedict Wong, Matt Berry
Tahun Rilis: 2009
KETIKA film-film sci-fi komersial masa kini lebih mengedepankan keheboh-hebohan ketimbang science-nya (semacam “Transformer”), “Moon” muncul mengembalikan kembali makna “fiksi ilmiah” ke artian hakiki. “Moon” mengingatkan kembali akan feel-feel sci-fi hakiki yang diembang “Alien,” “2001: A Space Odyssey,” dan film-film sejenisnya. Kalau boleh saya berkata, film semacam ini lah yang benar-benar true science.
Seperti istilahnya, science fiction, yang terdiri dari dua huruf “science” dan “fiction,” genre ini bisa dibagi menjadi dua kelompok utama: kelompok yang lebih menitik beratkan fiksi-nya dan kelompok yang lebih mengkaju sains-nya. Paham kan kenapa saya menyebut film-film setipe “Moon” ini dengan istilah true science? Karena, terlepas dari fiksinya, benar-benar ada kondisi yang bisa dikaji di dalamnya. Stanley Kubrick punya istilah sendiri untuk kelompok ini: “scientific realism.”
Bukan berarti film-film sci-fi yang lebih mengedepankan fiksi-nya adalah kelompok buruk lo! Faktanya film-film dari kelompok ini lah yang mendominasi genre sci-fi secara umum. Ada juga contoh film yang bagus dari kelompok ini, misalnya “Star Wars” atau “Back to Future.”
Sebenarnya sulit bagi saya kalau diharuskan menulis sinopsis singkat film ini tanpa berspoiler-spoiler ria. “Moon” mengambil latar masa depan ketika manusia sudah mampu menghasilkan sebuah sumber energi baru yang lebih efektif dan efisien. Sumber energi ini dipasok oleh perusahaan Lunar Industries dari Bulan. Ada sebuah pangkalan di Bulan yang dinamai "Sarang" (dalam bahasa Korea yang artinya cinta dan dalam bahasa Melayu/Indonesia artinya sarang/kandang), dari pangkalan ini lah sumber energi itu dipasok. Pangkalan ini hanya diurus oleh seorang pria, Sam Bell (Sam Rockwell), yang dikontrak kerja tiga tahun. Satu-satunya yang menemani Sam di Sarang hanyalah asisten robot yang dinamai GERTY. Film ini dimulai di hari-hari terakhir kontrak Sam. Jelas sekali Sam sudah amat sangat rindu dengan keluarganya di Bumi. Setidaknya cuma sebatas ini saja yang bisa saya jabarkan seputar cerita yang disuguhkan “Moon” tanpa perlu berspoiler-spoiler ria, sisanya silahkan tonton sendiri.
Bisa dilihat “Moon” banyak memetik beberapa inspirasi dari “2001: A Space Odyssey.” Design interior Sarang cukup mengingatkan dengan pesawat luar angkasa di “2001: A Space Odyssey.” Dan GERTY, juga mengingatkan dengan HAL 9000 di “2001: A Space Odyssey.” Bedanya, kalau di “2001: A Space Odyssey” Dr. David dan Dr. Frank melaksanakan tugas berdua di pesawat luar angkasa, Sam bisa dibilang benar-benar seorang diri di Bulan.
Untuk sisi thriller-nya, “Moon” bisa dikelompokkan ke dalam genre “paranoia thriller.” Thriller-thriller semacam ini biasanya menyoroti ketegangannya dari sisi paranoid (sesuai dengan istilahnya). Dan paranoia yang disoroti di “Moon” tidak lain adalah usaha Sam mempertahankan “kewarasannya” dan “kemanusiaannya.” Jelas sekali hidup sebatang kara bukan lah hal yang gampang. Banyak tekanan-tekanan psikologis yang pasti bakal di rasa. Bukankah salah satu hakikat manusia adalah makhluk sosial? Sudah jelas logikanya bahwa Sam, yang dikontrak melakukan pekerjaan di Bulan, tidak mungkin asal dipilih begitu saja. Ada prosedur-prosedur tertentu yang harus dilakukan pihak Lunar sebelum memilih Sam. Dan kalau Sam terpilih, sudah pasti dia memang kandidat yang dinyatakan siap baik fisik maupuk psikis. Berbagai cara dilakukan Sam untuk menjaga kewarasan dan kemanusiaannya, mulai dari menyusun maket, bercocok tanam, ngobrol dengan GERTY, sampai kirim-kiriman pesan video ke keluarganya di bumi. Tapi apakah semua usahanya tersebut serta merta meletakkan kewarasan dan kemanusiaannya dalam posisi aman? Sam punya teman ngobrol di Sarang, tapi teman ngobrol-nya jelas bukan manusia.
Secara keseluruhan ide yang disuguhkan “Moon” benar-benar nyata. Nyata dalam artian mampu menyajikan isu kritis nyata sekalipun cerita yang disuguhkan murni fiksi dan belum tentu terjadi di masa depan. Ditambah Sam Rockwell benar-benar mampu memainkan emosinya di sini. Bagi yang sudah menonton film ini pasti bakal menangkap isu kloning manusia yang juga dibawa. Katakanlah seseorang membuat kloning (tiruan genetik) saya demi kepentingan tertentu. Kloning yang benar-benar sempurna; hidup, nyata, berpikir, dan mengemban memori saya. Lantas manakah yang benar-benar saya? Apakah kloning saya tidak bisa disebut saya? Apakah kloning saya tidak punya sisi kemanusiaan? Apakah kloning saya tidak bisa disebut manusia? Apa kira-kira yang membuat manusia disebut “manusia”?
Bukan berarti film-film sci-fi yang lebih mengedepankan fiksi-nya adalah kelompok buruk lo! Faktanya film-film dari kelompok ini lah yang mendominasi genre sci-fi secara umum. Ada juga contoh film yang bagus dari kelompok ini, misalnya “Star Wars” atau “Back to Future.”
Sebenarnya sulit bagi saya kalau diharuskan menulis sinopsis singkat film ini tanpa berspoiler-spoiler ria. “Moon” mengambil latar masa depan ketika manusia sudah mampu menghasilkan sebuah sumber energi baru yang lebih efektif dan efisien. Sumber energi ini dipasok oleh perusahaan Lunar Industries dari Bulan. Ada sebuah pangkalan di Bulan yang dinamai "Sarang" (dalam bahasa Korea yang artinya cinta dan dalam bahasa Melayu/Indonesia artinya sarang/kandang), dari pangkalan ini lah sumber energi itu dipasok. Pangkalan ini hanya diurus oleh seorang pria, Sam Bell (Sam Rockwell), yang dikontrak kerja tiga tahun. Satu-satunya yang menemani Sam di Sarang hanyalah asisten robot yang dinamai GERTY. Film ini dimulai di hari-hari terakhir kontrak Sam. Jelas sekali Sam sudah amat sangat rindu dengan keluarganya di Bumi. Setidaknya cuma sebatas ini saja yang bisa saya jabarkan seputar cerita yang disuguhkan “Moon” tanpa perlu berspoiler-spoiler ria, sisanya silahkan tonton sendiri.
Bisa dilihat “Moon” banyak memetik beberapa inspirasi dari “2001: A Space Odyssey.” Design interior Sarang cukup mengingatkan dengan pesawat luar angkasa di “2001: A Space Odyssey.” Dan GERTY, juga mengingatkan dengan HAL 9000 di “2001: A Space Odyssey.” Bedanya, kalau di “2001: A Space Odyssey” Dr. David dan Dr. Frank melaksanakan tugas berdua di pesawat luar angkasa, Sam bisa dibilang benar-benar seorang diri di Bulan.
Untuk sisi thriller-nya, “Moon” bisa dikelompokkan ke dalam genre “paranoia thriller.” Thriller-thriller semacam ini biasanya menyoroti ketegangannya dari sisi paranoid (sesuai dengan istilahnya). Dan paranoia yang disoroti di “Moon” tidak lain adalah usaha Sam mempertahankan “kewarasannya” dan “kemanusiaannya.” Jelas sekali hidup sebatang kara bukan lah hal yang gampang. Banyak tekanan-tekanan psikologis yang pasti bakal di rasa. Bukankah salah satu hakikat manusia adalah makhluk sosial? Sudah jelas logikanya bahwa Sam, yang dikontrak melakukan pekerjaan di Bulan, tidak mungkin asal dipilih begitu saja. Ada prosedur-prosedur tertentu yang harus dilakukan pihak Lunar sebelum memilih Sam. Dan kalau Sam terpilih, sudah pasti dia memang kandidat yang dinyatakan siap baik fisik maupuk psikis. Berbagai cara dilakukan Sam untuk menjaga kewarasan dan kemanusiaannya, mulai dari menyusun maket, bercocok tanam, ngobrol dengan GERTY, sampai kirim-kiriman pesan video ke keluarganya di bumi. Tapi apakah semua usahanya tersebut serta merta meletakkan kewarasan dan kemanusiaannya dalam posisi aman? Sam punya teman ngobrol di Sarang, tapi teman ngobrol-nya jelas bukan manusia.
Secara keseluruhan ide yang disuguhkan “Moon” benar-benar nyata. Nyata dalam artian mampu menyajikan isu kritis nyata sekalipun cerita yang disuguhkan murni fiksi dan belum tentu terjadi di masa depan. Ditambah Sam Rockwell benar-benar mampu memainkan emosinya di sini. Bagi yang sudah menonton film ini pasti bakal menangkap isu kloning manusia yang juga dibawa. Katakanlah seseorang membuat kloning (tiruan genetik) saya demi kepentingan tertentu. Kloning yang benar-benar sempurna; hidup, nyata, berpikir, dan mengemban memori saya. Lantas manakah yang benar-benar saya? Apakah kloning saya tidak bisa disebut saya? Apakah kloning saya tidak punya sisi kemanusiaan? Apakah kloning saya tidak bisa disebut manusia? Apa kira-kira yang membuat manusia disebut “manusia”?
The last place you'd ever expect to find yourself ..
BalasHapus250,000 miles from home, the hardest thing to face.
https://www.youtube.com/watch?v=6kDuVLVxo4A
Salah satu Film paling menggetarkan dalam 10 tahun terakhir ..
BalasHapushttps://posmusica.wordpress.com/2017/10/10/film-moon-2009/
Bermuda yurtdışı kargo
BalasHapusBonaire yurtdışı kargo
Bolivya yurtdışı kargo
Birleşik Arap Emirlikleri yurtdışı kargo
Bhutanya yurtdışı kargo
J62J