Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Nigel Cole
Pemain: Helen Mirren, Julie Walters, Linda Bassett, Annette Crosbie, Celia Imrie, Penelope Wilton, Geraldin James, Philip Glenister, Ciarán Hinds, John Alderton, George Costigan, John-Paul Macleod
Tahun Rilis: 2003
HELEN Mirren dan Julie Walters sudah tua. Tapi keriput tidak menghentikan mereka untuk menanggalkan baju dalam “Calendar Girls.” Siapa yang mau melihat film tentang segeng wanita-wanita tua berfoto telanjang? Saya sendiri tidak mau munafik, kalau memang bodi yang dicari, saya pasti lebih memilih “The Blue Lagoon” ketimbang “Calendar Girls.”
Saya tidak akan bilang “Calendar Girls” adalah sebuah komedi situasional, karena memang bukan situasi yang dialami tokohnya yang dijadikan komedi, melainkan tingkah tokohnya. Keseluruhan ceritanya sendiri lebih mirip sebuah drama yang tingkat keseriusannya dikompresi menjadi sebuah komedi.
Ingat film musikal “The Full Monty,” yang kurang lebih bercerita tentang enam pria yang memutuskan untuk striptease? “Calendar Girls” juga menyuguhkan cerita yang bisa dibilang sejenis. Di “Calendar Girls,” penonton disuguhkan enam wanita (bisa dibilang) tua anggota Women's Institute yang berniat berpose telanjang di sebuah kalender, tapi kali ini dengan tujuan yang lebih mulia: amal.
Plotnya bisa dibilang simpel, bahkan klise. John Clarke (John Alderton), suami Annie Clarke (Julie Walters) meninggal karena leukimia. Sahabat Annie, Chris Harper (Helen Mirren) mencetuskan sebuah ide penggalangan dana atas nama John untuk kenyamanan rumah sakit tempat John dirawat – terutama sofanya. Chris dan Annie, dan empat wanita anggota WI lain, melakukan sebuah ide gila untuk menggalang dana: berpose telanjang pada kalender WI. Kurang lebih begitulah premisnya.
Tentu saja konflik utama itu dikembangkan ke ranah yang lebih dalam lagi. Dilema yang ditampilkan bukan hanya sekedar mampu atau tidaknya ibu-ibu itu berpose telanjang di depan kamera, tapi sudah mencakup hal yang lebih dalam bagi mereka: dilema personal, dilema keluarga, dilema sosial, hingga persoalan moral. Sekalipun terdapat pendalaman cerita di sini, tetap saja terlihat keterbatasan material. Sejauh apa pun konflik dikembangkan, toh Helen Mirren bakal sukses dengan misi kalender telanjangnya – dan selalu begitulah cerita tentang perjuangan semacam ini bakal berakhir. Buruknya, pendalaman cerita yang dilakukan nyatanya masih tidak mampu menutupi keterbatasan meteri film ini. Sebagai upahnya, sang sutradaranya menyuguhkan lelucon-lelucon (atau joke) di sepanjang film – yang sialnya beberapa lelucon tidak terlalu berhasil.
Penampilan adalah satu poin yang sangat menolong “Calendar Girls.” Jelas sekali Helen Mirren dan Julie Walters tidak serta merta menandatangi kontrak film ini dan langsung saja setuju untuk, oh, telanjang di usia mereka yang tidak lagi muda. Penampilan superb duo Mirren dan Walters cukup mampu mengangkat komedi yang satu ini.
Secara keseluruhan “Calendar Girls” memang masih memiliki kekurangan berarti di sana-sini, tapi “Calendar Girls” jelas menyuguhkan sesuatu yang menawan. Plus, ditopang pula oleh penampilan pro yang menyenangkan.
Sutradara: Nigel Cole
Pemain: Helen Mirren, Julie Walters, Linda Bassett, Annette Crosbie, Celia Imrie, Penelope Wilton, Geraldin James, Philip Glenister, Ciarán Hinds, John Alderton, George Costigan, John-Paul Macleod
Tahun Rilis: 2003
HELEN Mirren dan Julie Walters sudah tua. Tapi keriput tidak menghentikan mereka untuk menanggalkan baju dalam “Calendar Girls.” Siapa yang mau melihat film tentang segeng wanita-wanita tua berfoto telanjang? Saya sendiri tidak mau munafik, kalau memang bodi yang dicari, saya pasti lebih memilih “The Blue Lagoon” ketimbang “Calendar Girls.”
Saya tidak akan bilang “Calendar Girls” adalah sebuah komedi situasional, karena memang bukan situasi yang dialami tokohnya yang dijadikan komedi, melainkan tingkah tokohnya. Keseluruhan ceritanya sendiri lebih mirip sebuah drama yang tingkat keseriusannya dikompresi menjadi sebuah komedi.
Ingat film musikal “The Full Monty,” yang kurang lebih bercerita tentang enam pria yang memutuskan untuk striptease? “Calendar Girls” juga menyuguhkan cerita yang bisa dibilang sejenis. Di “Calendar Girls,” penonton disuguhkan enam wanita (bisa dibilang) tua anggota Women's Institute yang berniat berpose telanjang di sebuah kalender, tapi kali ini dengan tujuan yang lebih mulia: amal.
Plotnya bisa dibilang simpel, bahkan klise. John Clarke (John Alderton), suami Annie Clarke (Julie Walters) meninggal karena leukimia. Sahabat Annie, Chris Harper (Helen Mirren) mencetuskan sebuah ide penggalangan dana atas nama John untuk kenyamanan rumah sakit tempat John dirawat – terutama sofanya. Chris dan Annie, dan empat wanita anggota WI lain, melakukan sebuah ide gila untuk menggalang dana: berpose telanjang pada kalender WI. Kurang lebih begitulah premisnya.
Tentu saja konflik utama itu dikembangkan ke ranah yang lebih dalam lagi. Dilema yang ditampilkan bukan hanya sekedar mampu atau tidaknya ibu-ibu itu berpose telanjang di depan kamera, tapi sudah mencakup hal yang lebih dalam bagi mereka: dilema personal, dilema keluarga, dilema sosial, hingga persoalan moral. Sekalipun terdapat pendalaman cerita di sini, tetap saja terlihat keterbatasan material. Sejauh apa pun konflik dikembangkan, toh Helen Mirren bakal sukses dengan misi kalender telanjangnya – dan selalu begitulah cerita tentang perjuangan semacam ini bakal berakhir. Buruknya, pendalaman cerita yang dilakukan nyatanya masih tidak mampu menutupi keterbatasan meteri film ini. Sebagai upahnya, sang sutradaranya menyuguhkan lelucon-lelucon (atau joke) di sepanjang film – yang sialnya beberapa lelucon tidak terlalu berhasil.
Penampilan adalah satu poin yang sangat menolong “Calendar Girls.” Jelas sekali Helen Mirren dan Julie Walters tidak serta merta menandatangi kontrak film ini dan langsung saja setuju untuk, oh, telanjang di usia mereka yang tidak lagi muda. Penampilan superb duo Mirren dan Walters cukup mampu mengangkat komedi yang satu ini.
Secara keseluruhan “Calendar Girls” memang masih memiliki kekurangan berarti di sana-sini, tapi “Calendar Girls” jelas menyuguhkan sesuatu yang menawan. Plus, ditopang pula oleh penampilan pro yang menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar