Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Michael Cimino
Pemain: Robert De Niro, John Cazale, John Savage, Christopher Walken, Meryl Streep, George Dzundza
Tahun Rilis: 1978
MUNGKIN ada beberapa penonton yang bakal protes/terganggu dengan durasi “The Deer Hunter” yang kurang lebih tiga jam. Durasi yang lumayan panjang, tapi belum seberapa bila dibandingkan dengan “Sátántangó,” film Hungaria besutan Béla Tarr dengan durasi kurang lebih tujuh jam, atau “Fanny och Alexander,” film besutan Ingmar Bergman dengan durasi kurang lebih 5¼ jam. Tapi durasi tiga jam itu, bisa dibilang, terbayar sudah.
“The Deer Hunter” menyajikan sebuah drama berlatar Perang Vietnam. Cerita keseluruhannya sendiri bisa dibagi menjadi tiga babak utama: pra-perang, perang, dan pasca-perang. “The Deer Hunter” tidak benar-benar menyoroti 100% tentang Perang Vietnam, film ini lebih ke arah menyajikan sebuah gambaran bagaimana sebuah perang bisa mengubah situasi dan keadaan seseorang dan sekitarnya. Simpelnya: “The Deer Hunter” menceritakan tentang dampak dari Perang Vietnam itu sendiri bagi tiga orang pria dan orang-orang di sekitarnya.
Babak pertama yang berupa gambaran pra-perang. Babak pertama ini bisa dibilang cukup panjang bila dibandingkan dengan dua babak lainnya. Babak ini, seperti istilanya pra-perang, menggambarkan bagaimana kehidupan tiga pemuda yang bekerja di pabrik besi: Michael (De Niro), Steven (Savage), and Nick (Walken). Ketiganya berniat mendaftar wajib militer di Vietnam setelah Steven melayangkan upacara pernikahannya. Babak ini menggambarkan suasana kehidupan ketiga pemuda itu sebelum memasuki medan peperangan.
Tiga pemuda itu bersahabat dengan Stanley (Cazale), John (Dzundza) and Axel (Aspegren). Bersama-sama, mereka semua sering menghabiskan waktu melakukan hobi berburu rusa. Ini bukan sekedar hobi perorangan belaka, tapi sudah menjadi identitas persahabat ke-6 orang itu. Selain itu, seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, babak awal ini juga menghabiskan durasinya untuk menyoroti pernikahan Steven dengan Angela (Rutanya Alda). Di babak awal ini juga diceritakan hubungan asmara antara Nick dan Linda (Meryl Streep). Di suatu adegan pesta dansa di acara pernikahan, Nick memberi kesempatan Linda dan Michael untuk berdansa berdua. Dari sini, secara tidak langsung pun, bisa didapati Michael punya semacam perasaan (terpendam) dengan Linda.
Babak ini menyoroti dua adegan utama: pernikahan Steven dan berburu rusa. Durasi yang sangat panjang untuk babak pertama ini salah satunya ditujukan untuk penggalian dan penjabaran karakter antar tokoh, terutama ketiga pemuda tadi. Michael tipikal pemuda yang nekat, tapi secara tidak langsung mampu bertindak sebagai pemimpin di antara ketiganya. Steven tipikal pria dimanjakan orang tua – tapi tidak pernah mau diperlakukan dengan manja. Sementara Nick tipikal pria pendiam, introspektif, dan cenderung misterius.
Bukan hanya ditujukan untuk penggalian dan penjabaran karakter, durasi yang panjang juga ditujukan untuk menggambarkan suasana dan feel dunia ketiga pemuda itu. Karena “The Deer Hunter” lebih ke arah film-film tentang bagaimana tekanan suasana dan situasi mengubah dan memaksa tokoh-tokohnya untuk bertindak, maka gambaran tentang suasana dan situasi awal benar-benar dibutuhkan. Dengan sangat efektif, malahan, adegan-demi-adegan yang cukup panjang itu ternyata mampu menarik saya menelusuri dunia pra-perang mereka.
Babak kedua ini mengundang cukup banyak kontroversi di masanya, di antaranya yang menarik:
Sedangkan untuk kasus Vietnam Utara, saya lebih suka melihat film ini sebagai “drama perang” (atau drama berlatar masa perang) ketimbang film “perang” – ini jelas dua hal yang berbeda. Saya rasa “The Deer Hunter” lebih menyuguhkan cerita tentang bagaimana perang telah mengubah drastis hidup tiga orang pemuda, pengalaman ketiga pemuda itu yang dititik beratkan di sini, bukan perang itu sendiri.
Dan terakhir, babak ketiga, sebagian besar didominasi oleh Michael. Kita disuguhkan bagaimana perang telah mengubah Michael dan dunianya. Michael pulang sendirian ke kampung halaman, tapi kampung halamannya tidak lagi serasa sama seperti ketika dia pergi. Michael disambut penduduk, tapi dia sendiri merasa sepi. Michael masih dihantui oleh janjinya pada Nick sebelum perang: bahwa Michael tidak akan meninggalkan Nick di Vietnam. Michael berjumpa dengan Linda. Bahkan Linda mengajak Michael ke sebuah motel, tapi Michael tidak mampu bercinta dengan Linda. Michael mengunjungi Steven yang ternyata sudah duluan sampai di Amerika. Kakinya buntung. Dari situ, Michael tahu Nick masih di Saigon, Vietnam, terjebak dalam dunia judi Russian Roulette. Sayangnya usaha Michael menjemput Nick sia-sia semata.
“The Deer Hunter” berakhir dengan adegan Michael, Linda, Steven, dan teman-temannya yang lain melantunkan lagu “God Bless America” seusai pemakaman Nick. Ending ini mengandung suasana ironi yang sangat kena dan terasa.
“The Deer Hunter” adalah contoh film-film tentang perang yang sangat menarik. Sedih. Menyentuh. Tragis. Dan tetap mampu bermakna. Dilengkap juga dengan penampilan-penampilan super (terutama Christopher Walken). Film ini bisa saja dipandang sebagai film pro-Amerika, atau sebagai sebuah film propaganda, atau sebuah film anti-perang. Tapi, saya rasa, “The Deer Hunter” ini lebih tepat dipandang sebagai film tentang dilema dan luka perang.
Sutradara: Michael Cimino
Pemain: Robert De Niro, John Cazale, John Savage, Christopher Walken, Meryl Streep, George Dzundza
Tahun Rilis: 1978
MUNGKIN ada beberapa penonton yang bakal protes/terganggu dengan durasi “The Deer Hunter” yang kurang lebih tiga jam. Durasi yang lumayan panjang, tapi belum seberapa bila dibandingkan dengan “Sátántangó,” film Hungaria besutan Béla Tarr dengan durasi kurang lebih tujuh jam, atau “Fanny och Alexander,” film besutan Ingmar Bergman dengan durasi kurang lebih 5¼ jam. Tapi durasi tiga jam itu, bisa dibilang, terbayar sudah.
“The Deer Hunter” menyajikan sebuah drama berlatar Perang Vietnam. Cerita keseluruhannya sendiri bisa dibagi menjadi tiga babak utama: pra-perang, perang, dan pasca-perang. “The Deer Hunter” tidak benar-benar menyoroti 100% tentang Perang Vietnam, film ini lebih ke arah menyajikan sebuah gambaran bagaimana sebuah perang bisa mengubah situasi dan keadaan seseorang dan sekitarnya. Simpelnya: “The Deer Hunter” menceritakan tentang dampak dari Perang Vietnam itu sendiri bagi tiga orang pria dan orang-orang di sekitarnya.
Babak pertama yang berupa gambaran pra-perang. Babak pertama ini bisa dibilang cukup panjang bila dibandingkan dengan dua babak lainnya. Babak ini, seperti istilanya pra-perang, menggambarkan bagaimana kehidupan tiga pemuda yang bekerja di pabrik besi: Michael (De Niro), Steven (Savage), and Nick (Walken). Ketiganya berniat mendaftar wajib militer di Vietnam setelah Steven melayangkan upacara pernikahannya. Babak ini menggambarkan suasana kehidupan ketiga pemuda itu sebelum memasuki medan peperangan.
Tiga pemuda itu bersahabat dengan Stanley (Cazale), John (Dzundza) and Axel (Aspegren). Bersama-sama, mereka semua sering menghabiskan waktu melakukan hobi berburu rusa. Ini bukan sekedar hobi perorangan belaka, tapi sudah menjadi identitas persahabat ke-6 orang itu. Selain itu, seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, babak awal ini juga menghabiskan durasinya untuk menyoroti pernikahan Steven dengan Angela (Rutanya Alda). Di babak awal ini juga diceritakan hubungan asmara antara Nick dan Linda (Meryl Streep). Di suatu adegan pesta dansa di acara pernikahan, Nick memberi kesempatan Linda dan Michael untuk berdansa berdua. Dari sini, secara tidak langsung pun, bisa didapati Michael punya semacam perasaan (terpendam) dengan Linda.
Babak ini menyoroti dua adegan utama: pernikahan Steven dan berburu rusa. Durasi yang sangat panjang untuk babak pertama ini salah satunya ditujukan untuk penggalian dan penjabaran karakter antar tokoh, terutama ketiga pemuda tadi. Michael tipikal pemuda yang nekat, tapi secara tidak langsung mampu bertindak sebagai pemimpin di antara ketiganya. Steven tipikal pria dimanjakan orang tua – tapi tidak pernah mau diperlakukan dengan manja. Sementara Nick tipikal pria pendiam, introspektif, dan cenderung misterius.
Bukan hanya ditujukan untuk penggalian dan penjabaran karakter, durasi yang panjang juga ditujukan untuk menggambarkan suasana dan feel dunia ketiga pemuda itu. Karena “The Deer Hunter” lebih ke arah film-film tentang bagaimana tekanan suasana dan situasi mengubah dan memaksa tokoh-tokohnya untuk bertindak, maka gambaran tentang suasana dan situasi awal benar-benar dibutuhkan. Dengan sangat efektif, malahan, adegan-demi-adegan yang cukup panjang itu ternyata mampu menarik saya menelusuri dunia pra-perang mereka.
Babak kedua ini mengundang cukup banyak kontroversi di masanya, di antaranya yang menarik:
- Penggunaan Russian Roulette oleh para Viet Cong – organisasi/kelompot militer Vietnam yang berperang melawan Amerika di masa Perang Vietnam – pada para tahanan perang. Penggunaan Russian Roulette ini dianggap tidak realistik (atau tidak akurat) karena pada masa itu sendiri tidak ditemukan bukti-bukti praktek Russian Roulette di Vietnam. Sang sutradara sendiri membela karyanya dengan menyatakan bahwa beliau mendapatkan sebuah artikel dari Singapur tentang praktek Russian Roulette di Vietnam semasa perang. Sayangnya Michael Cimino tidak menyatakan secara spesifik artikel tersebut.
- Penggambaran kaum Vietnam Utara sebagai sosok rasis dan sadistik – yang dirasakan berat sebelah.
Sedangkan untuk kasus Vietnam Utara, saya lebih suka melihat film ini sebagai “drama perang” (atau drama berlatar masa perang) ketimbang film “perang” – ini jelas dua hal yang berbeda. Saya rasa “The Deer Hunter” lebih menyuguhkan cerita tentang bagaimana perang telah mengubah drastis hidup tiga orang pemuda, pengalaman ketiga pemuda itu yang dititik beratkan di sini, bukan perang itu sendiri.
Dan terakhir, babak ketiga, sebagian besar didominasi oleh Michael. Kita disuguhkan bagaimana perang telah mengubah Michael dan dunianya. Michael pulang sendirian ke kampung halaman, tapi kampung halamannya tidak lagi serasa sama seperti ketika dia pergi. Michael disambut penduduk, tapi dia sendiri merasa sepi. Michael masih dihantui oleh janjinya pada Nick sebelum perang: bahwa Michael tidak akan meninggalkan Nick di Vietnam. Michael berjumpa dengan Linda. Bahkan Linda mengajak Michael ke sebuah motel, tapi Michael tidak mampu bercinta dengan Linda. Michael mengunjungi Steven yang ternyata sudah duluan sampai di Amerika. Kakinya buntung. Dari situ, Michael tahu Nick masih di Saigon, Vietnam, terjebak dalam dunia judi Russian Roulette. Sayangnya usaha Michael menjemput Nick sia-sia semata.
“The Deer Hunter” berakhir dengan adegan Michael, Linda, Steven, dan teman-temannya yang lain melantunkan lagu “God Bless America” seusai pemakaman Nick. Ending ini mengandung suasana ironi yang sangat kena dan terasa.
“The Deer Hunter” adalah contoh film-film tentang perang yang sangat menarik. Sedih. Menyentuh. Tragis. Dan tetap mampu bermakna. Dilengkap juga dengan penampilan-penampilan super (terutama Christopher Walken). Film ini bisa saja dipandang sebagai film pro-Amerika, atau sebagai sebuah film propaganda, atau sebuah film anti-perang. Tapi, saya rasa, “The Deer Hunter” ini lebih tepat dipandang sebagai film tentang dilema dan luka perang.
Theme songnya bagus .... Saat itu aku masih kelas 2 SMP (sekarang namanya kelas 8) .... Apa yg aku rasakan waktu itu terutama dengan lagu itu seperti menyentuh sesuatu di dalam sini .... Dan baru sekarang di usia 53 aku tahu ... Kejiwaan seseorang yg mampu berubah karena sebuah situasi dan sekaligus membuat dia tetap berada pada kejadian yg tidak terlupakan dan memilukan itu meskipun ia tidak lagi disitu ....
BalasHapus