Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Dorota Kedzierzawska
Pemain: Piotr Jagielski, Agnieszka Nagórzycka, Edyta Jungowska, Barbara Szkaluba, Pawel Wilczak, Marcin Sztabinski, Lucjan Bienkowski, Agnieszka Podsiadlik, Elzbieta Okupska, Janusz Chabior, Przemyslaw Bluszcz, Tomasz Beker, Kevin Rolof, Piotr Andrykowski, Mateusz Andrykowski
Tahun Rilis: 2005
Judul Internasional: I Am
Film Polandia ini dibintangi oleh Piotr Jagielski dengan tingkat intensitas dan tingkat kepolosan yang tinggi untuk ukuran peran anak-anak. Bahkan peran ini merupakan salah satu peran anak-anak yang paling rumit di era 2000-an ini. Melihat penampilan superb Piotr Jagielski, saya tidak yakin ada aktor anak-anak lain yang bisa membawakan peran ini sebaiknya. Namun, sekalipun Jestem menghadirkan tokoh utama anak-anak, dan jelas merupakan sebuah coming of age, tetap saja Jestem bukanlah tontonan yang tepat untuk anak-anak. Alasannya singkat saja, karena film ini membahas material rumit soal kekejaman dan ketidakadilan dunia.
Ada sedikit kebingungan soal nama tokoh utama Jestem, melalui dialog (bahasa Polandia) saya yakin telinga saya mendengar orang-orang memanggil nama bocah tokoh sentral film ini “Kundel”, tapi di subtitle nama tokoh ini malah “Mongrel”. Saya lebih suka nama Kundel, karena lebih lucu didengar. Apapun nama yang dipilih, tokoh ini termasuk tokoh anak-anak yang menarik untuk disimak. Film dibuka dengan usaha Kundel kabur dari (semacam) panti asuhan (atau tempat penampungan anak). Kundel kabur menuju kampung halamannnya, rumahnya tepatnya. Ketika Kundel tiba di rumah, penonton langsung disuguhkan adegan pelik (sekaligus miris) tentang Kundel dan ibunya (Edyta Jungowska). Ketika tiba di rumahnya, Kundel mendapati ibunya yang pemabuk tidur bersebelahan (sambil berpelukan) dengan seorang laki-laki. Di bagian ini, Jestem sangat berhasil menunjukkan bagaimana jijiknya seorang anak-anak dengan prilaku seksual ibunya sendiri.
Setelah pengalaman disturbing dengan ibunya sendiri, Kundel memutuskan untuk tinggal di sebuah gubuk di pinggir sungai. Kundel makan dengan uang hasil mengumpulkan besi-besi bekas dan dijual pada seorang pria tua. Selain itu, Kundel juga harus menyelamatkan diri dari kejaran geng anak-anak berandal setempat. Ada sebuah mewah di dekat gubuk yang ditinggali Kundel, dan selanjutnya gadis kecil penghuni gubuk itu, yang diam-diam juga suka mabuk, mengunjungi Kundel untuk sekedar diajak ngobrol (obrolan anak-anak). Semakin berkembang obrolan mereka, benih-benih cinta monyer pun mulai muncul di antara keduanya.
Konon Jestem diangkat dari sebuah berita di koran tentang seorang anak yang tinggal di sebuah gubuk di Polandia selama enam bulan. Para tentangga mentehaui keberadaan anak itu, tapi tidak satupun yang peduli. Modern-human nature, huh? Bagi yang mencari konflik pelik, klimaks, dan anti-klimaks, Jestem bukanlah film yang tepat. Alasannya karena Dorota Kedierzawska tidak membawa film ini ke arah klimaks, tidak pula ke arah potret realistik, seperti yang akan dilakukan Ken Loach. Sebaliknya, Jestem di bawa ke arah dokumenter puisi visual tentang pengalaman Kundel hidup di gubuk tersebut. Sebuah sentuhan yang jarang dilakukan untuk sebuah coming of age.
Puisi visual dalam Jestem ini sangat didukung oleh sinematografi yang sangat poetik, dominasi warna-warna sefia yang membuat penonton seolah-olah sedang melihat sebuah dongeng, dan musik yang seakan-akan membuat penonton mendengarkan sesuatu yang mistik. Penampilan para pemain juga sangat mumpuni, applause buat para pemeran anak-anak film ini. Piotr Jagielski, pemeran Kundel, lah yang sudah berjasa besar bagi film ini.
Sutradara: Dorota Kedzierzawska
Pemain: Piotr Jagielski, Agnieszka Nagórzycka, Edyta Jungowska, Barbara Szkaluba, Pawel Wilczak, Marcin Sztabinski, Lucjan Bienkowski, Agnieszka Podsiadlik, Elzbieta Okupska, Janusz Chabior, Przemyslaw Bluszcz, Tomasz Beker, Kevin Rolof, Piotr Andrykowski, Mateusz Andrykowski
Tahun Rilis: 2005
Judul Internasional: I Am
Film Polandia ini dibintangi oleh Piotr Jagielski dengan tingkat intensitas dan tingkat kepolosan yang tinggi untuk ukuran peran anak-anak. Bahkan peran ini merupakan salah satu peran anak-anak yang paling rumit di era 2000-an ini. Melihat penampilan superb Piotr Jagielski, saya tidak yakin ada aktor anak-anak lain yang bisa membawakan peran ini sebaiknya. Namun, sekalipun Jestem menghadirkan tokoh utama anak-anak, dan jelas merupakan sebuah coming of age, tetap saja Jestem bukanlah tontonan yang tepat untuk anak-anak. Alasannya singkat saja, karena film ini membahas material rumit soal kekejaman dan ketidakadilan dunia.
Ada sedikit kebingungan soal nama tokoh utama Jestem, melalui dialog (bahasa Polandia) saya yakin telinga saya mendengar orang-orang memanggil nama bocah tokoh sentral film ini “Kundel”, tapi di subtitle nama tokoh ini malah “Mongrel”. Saya lebih suka nama Kundel, karena lebih lucu didengar. Apapun nama yang dipilih, tokoh ini termasuk tokoh anak-anak yang menarik untuk disimak. Film dibuka dengan usaha Kundel kabur dari (semacam) panti asuhan (atau tempat penampungan anak). Kundel kabur menuju kampung halamannnya, rumahnya tepatnya. Ketika Kundel tiba di rumah, penonton langsung disuguhkan adegan pelik (sekaligus miris) tentang Kundel dan ibunya (Edyta Jungowska). Ketika tiba di rumahnya, Kundel mendapati ibunya yang pemabuk tidur bersebelahan (sambil berpelukan) dengan seorang laki-laki. Di bagian ini, Jestem sangat berhasil menunjukkan bagaimana jijiknya seorang anak-anak dengan prilaku seksual ibunya sendiri.
Setelah pengalaman disturbing dengan ibunya sendiri, Kundel memutuskan untuk tinggal di sebuah gubuk di pinggir sungai. Kundel makan dengan uang hasil mengumpulkan besi-besi bekas dan dijual pada seorang pria tua. Selain itu, Kundel juga harus menyelamatkan diri dari kejaran geng anak-anak berandal setempat. Ada sebuah mewah di dekat gubuk yang ditinggali Kundel, dan selanjutnya gadis kecil penghuni gubuk itu, yang diam-diam juga suka mabuk, mengunjungi Kundel untuk sekedar diajak ngobrol (obrolan anak-anak). Semakin berkembang obrolan mereka, benih-benih cinta monyer pun mulai muncul di antara keduanya.
Konon Jestem diangkat dari sebuah berita di koran tentang seorang anak yang tinggal di sebuah gubuk di Polandia selama enam bulan. Para tentangga mentehaui keberadaan anak itu, tapi tidak satupun yang peduli. Modern-human nature, huh? Bagi yang mencari konflik pelik, klimaks, dan anti-klimaks, Jestem bukanlah film yang tepat. Alasannya karena Dorota Kedierzawska tidak membawa film ini ke arah klimaks, tidak pula ke arah potret realistik, seperti yang akan dilakukan Ken Loach. Sebaliknya, Jestem di bawa ke arah dokumenter puisi visual tentang pengalaman Kundel hidup di gubuk tersebut. Sebuah sentuhan yang jarang dilakukan untuk sebuah coming of age.
Puisi visual dalam Jestem ini sangat didukung oleh sinematografi yang sangat poetik, dominasi warna-warna sefia yang membuat penonton seolah-olah sedang melihat sebuah dongeng, dan musik yang seakan-akan membuat penonton mendengarkan sesuatu yang mistik. Penampilan para pemain juga sangat mumpuni, applause buat para pemeran anak-anak film ini. Piotr Jagielski, pemeran Kundel, lah yang sudah berjasa besar bagi film ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar