Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: David Cronenberg
Pemain: Jennifer Jason Leigh, Jude Law, Ian Holm, Willem Dafoe, Don McKellar, Callum Keith Rennie, Christopher Eccleston, Sarah Polley, Robert A. Silverman, Oscar Hsu, Kris Lemche,Vik Sahay
Tahun Rilis: 1999
Melalui eXistenZ, ditulis dengan huruf awal kecil, “X” kapital, dan “Z” kapital, sutradara David Cornenberg menghadirkan sebuah film tentang video game futuristik, semacam MMORPG di masa depan (yang tidak terlalu jauh dari masa kini). Di masa depan, yang setting-nya sepertinya tidak terlalu berbeda dengan dunia masa kini, sebuah konsol game futuristik berjenis “game pods” sedang marak dikembangkan. Konsol ini tidak berbasis mekanik, apalagi listrik, seperti yang ada di zaman sekarang, melainkan sudah berbasis biologis di mana sebuah kabel biologis (semacam umbilical cords) dicolokkan ke saklar di bagian bawah pinggang yang terhubung dengan sumsum tulang belakang. Setelah kabel game tercolok ke sakler tubuh, dan game pod” diaktifkan, pemain akan berpindah ke semacam dunia virtual (sementara tubuhnya tetap berada di dunia nyata dalam kondisi, yah, tidak sadar). Yah, secara teknis begitulah kira-kira, maniak video game pasti paham apa yang saya maksud.
Sialnya, perkembangan teknologi video game ini tidak menyenangkan semua pihak. Ada sebuah grup anarkis yang menamai diri mereka “realists” yang menentang habis-habisan bentuk bio-game virtual reality ini, karena menurut mereka game semacam ini bisa merusak realita yang sebenarnya. Seorang anggota “realists” (Kris Lemche) pun mengacaukan sebuah testing video game terbaru hasil karya Allegra Geller (Jennifer Jason Leigh), yang dijuluki “the world greatest game designer” oleh para maniak game tapi dilabeli “the demoneous” oleh para realists. Singkat cerita, Allegra Geller pun dilarikan oleh seorang satpam (dan petugas marketing perusahaan), Ted Pikul (Jude Law). Petulangan Ted Pikul mengamankan, sebenarnya mengamankan bukan kata yang tepat, Allegra Geller pun dimulai. Cuma sampai sini sinopsis yang bisa saya berikan karena mulai dari titik ini spoiler-spoiler yang malah menanti.
Sutradara: David Cronenberg
Pemain: Jennifer Jason Leigh, Jude Law, Ian Holm, Willem Dafoe, Don McKellar, Callum Keith Rennie, Christopher Eccleston, Sarah Polley, Robert A. Silverman, Oscar Hsu, Kris Lemche,Vik Sahay
Tahun Rilis: 1999
Melalui eXistenZ, ditulis dengan huruf awal kecil, “X” kapital, dan “Z” kapital, sutradara David Cornenberg menghadirkan sebuah film tentang video game futuristik, semacam MMORPG di masa depan (yang tidak terlalu jauh dari masa kini). Di masa depan, yang setting-nya sepertinya tidak terlalu berbeda dengan dunia masa kini, sebuah konsol game futuristik berjenis “game pods” sedang marak dikembangkan. Konsol ini tidak berbasis mekanik, apalagi listrik, seperti yang ada di zaman sekarang, melainkan sudah berbasis biologis di mana sebuah kabel biologis (semacam umbilical cords) dicolokkan ke saklar di bagian bawah pinggang yang terhubung dengan sumsum tulang belakang. Setelah kabel game tercolok ke sakler tubuh, dan game pod” diaktifkan, pemain akan berpindah ke semacam dunia virtual (sementara tubuhnya tetap berada di dunia nyata dalam kondisi, yah, tidak sadar). Yah, secara teknis begitulah kira-kira, maniak video game pasti paham apa yang saya maksud.
Sialnya, perkembangan teknologi video game ini tidak menyenangkan semua pihak. Ada sebuah grup anarkis yang menamai diri mereka “realists” yang menentang habis-habisan bentuk bio-game virtual reality ini, karena menurut mereka game semacam ini bisa merusak realita yang sebenarnya. Seorang anggota “realists” (Kris Lemche) pun mengacaukan sebuah testing video game terbaru hasil karya Allegra Geller (Jennifer Jason Leigh), yang dijuluki “the world greatest game designer” oleh para maniak game tapi dilabeli “the demoneous” oleh para realists. Singkat cerita, Allegra Geller pun dilarikan oleh seorang satpam (dan petugas marketing perusahaan), Ted Pikul (Jude Law). Petulangan Ted Pikul mengamankan, sebenarnya mengamankan bukan kata yang tepat, Allegra Geller pun dimulai. Cuma sampai sini sinopsis yang bisa saya berikan karena mulai dari titik ini spoiler-spoiler yang malah menanti.
Film ini disutradarai oleh sutradara yang film-filmnya kerap kali dijuluki “body horror” atau “venereal horror.” Bagi yang pernah menonton Videodrome atau Crash tentunya tidak akan heran dengan tema nyeleneh yang dihadirkan David Cronenberg dalam eXistenZ. Film ini membawa sepotong tema yang serupa dengan Videodrome, tentang bagaimana manusia berinteraksi, menanggapi dan ditanggapi, oleh teknologi yang ada di sekitarnya. Kalau di Videodrome yang diceritakan adalah gelombang penyiaran, di eXistenZ disajikan melalui kemajuan video game.
Kalau yang disoroti adalah sisi virtual reality, eXistenZ juga membawa tema yang kurang lebih serupa-tapi-tak-sama dengan The Matrix–yang waktu rilisnya lebih dahulu dua-tiga minggu daripada eXistenZ. Bedanya, The Matrix di bawa ke arah mainstream, sementara eXistenZ lebih diarahkan ke sisi absurd dan surreal. Selain sama-sama menceritakan tentang manusia yang masuk ke dalam dunia virtual, The Matrix dan eXistenZ sebenarnya tidak benar-benar serupa. Berbeda malah. The Matrix lebih menyuguhkan dunia virtual ala hiburan mainstream, sementara eXistenZ lebih menyuguhkan dunia virtual yang sakit, kelam, seduktif, subversif, bahkan mencemooh dunia virtual itu sendiri. Jennifer Jason Leigh memberikan penampilan yang sangat meyakinkan sebagai “the world greatest game designer” dan “the demoneous,” maniak game, ditambah sedikit kesan psychotic. Bahkan ketika Allegra Geller memanggil game pod-nya “baby” dengan nada layaknya seorang ibu, Jennifer Jason Leigh membuat nada tersebut sangat miris.
eXistenZ mungkin bakal terasa aneh, sangat aneh malah, di beberapa bagian, tapi secara keseluruhan, eXistenZ merupakan tontonan yang cukup solid.
Kalau yang disoroti adalah sisi virtual reality, eXistenZ juga membawa tema yang kurang lebih serupa-tapi-tak-sama dengan The Matrix–yang waktu rilisnya lebih dahulu dua-tiga minggu daripada eXistenZ. Bedanya, The Matrix di bawa ke arah mainstream, sementara eXistenZ lebih diarahkan ke sisi absurd dan surreal. Selain sama-sama menceritakan tentang manusia yang masuk ke dalam dunia virtual, The Matrix dan eXistenZ sebenarnya tidak benar-benar serupa. Berbeda malah. The Matrix lebih menyuguhkan dunia virtual ala hiburan mainstream, sementara eXistenZ lebih menyuguhkan dunia virtual yang sakit, kelam, seduktif, subversif, bahkan mencemooh dunia virtual itu sendiri. Jennifer Jason Leigh memberikan penampilan yang sangat meyakinkan sebagai “the world greatest game designer” dan “the demoneous,” maniak game, ditambah sedikit kesan psychotic. Bahkan ketika Allegra Geller memanggil game pod-nya “baby” dengan nada layaknya seorang ibu, Jennifer Jason Leigh membuat nada tersebut sangat miris.
eXistenZ mungkin bakal terasa aneh, sangat aneh malah, di beberapa bagian, tapi secara keseluruhan, eXistenZ merupakan tontonan yang cukup solid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar