Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Mamoru Hosoda
Tahun Rilis: 2006
Judul Internasional: The Girl Who Leapt Through Time
Film ini dibuat berdasarkan novel Toki o Kakeru Shōjo karya Yusataka Tsutsui.
Film ini bukan benar-benar adaptasi dari novel keluaran tahun 1967 yang sudah pernah diadaptasidua kali itu (empat kalau adaptasi televisi dihitung juga). Mungkin The Girl Who Leapt Through Time ini bisa dibilang sequel dari novel itu. Apalagi tokoh utama novel tahun 1967 itu muncul di film ini sebagai tante dari si protagonis.
Saya belum pernah membaca novel klasik itu. Melihat wujud fisiknya dengan mata kepala sendiri pun belum. Tapi berdasarkan sumber-sumber sintkat di internet bisa dibilang kalau intisari cerita yang ditawarkan anime ini kurang lebih sama denga novel klasik itu. Film ini bercerita tentang persahabatan si tomboy Makoto dengan dua pejantan di sekolahnya, si Chiaki yang selengekan dan si Kousuke yang cool. Film ini berkutat seputar carut-marut persahabatan mereka. Carut marut? Tidak ada carut marut kok dari persahabatan mereka, sebenarnya. Semuanya berjalan lancar-lancar saja. Persahabatan ketiganya terjalin indah terutama di lapangan baseball. Sampai satu hal terjadi: tanpa sengaja Makoto mendapatkan kekuatan untuk melompati waktu ke masa lalu.
Makoto pun keranjingan menggunakan kemampuan barunya, sampai-sampai tidak sadar kalau-kalau prilakunya itu bisa saja merugikan orang lain. Nah, masalah sebenarnya baru muncul ketika salah satu dari sobatnya Makoto itu menyatakan cinta. Dua lelaki bersahabat dengan satu perempuan, bisa jadi hal runyam kalau sudah menyangkut urusan cinta, kan? Makoto yang shock langsung saja menggunakan kemampuannya untuk mencegah pernyataan cinta tersebut. Sayangnya semuanya selalu ada risikonya. Semakin parah risikonya, semakin Makoto ingin memperbaiki kembali kebodohannya.
Yang paling menarik dari feature film buah karya animator yang sebelumnya membesut Digimon: The Movie ini adalah emosinya. Sekalipun Makoto, dan tokoh-tokoh lainnya, sekedar kartun hasil corat-coret pensil semata, sekalipun mereka bukan manusia nyata, dampak emosional yang dihasilkan malah terasa sangat kuat. The Girl Who Leapt Through Time tahu betul bagaimana membuat penontonnya berempati dan bereaksi.
Untuk urusan membuat penontonnya bereaksi, mood film ini tidak semata-mata sekedar sentimentil dan emosional saja. Ada kalanya penonton disuguhkan humor-humor ringat. Ada pula bagian-bagian yang dibuat untuk menghangatkan hati. Penokohan-penokohan, bahkan tokoh kecil sekalipun, pada yang diberikan rasanya tepat digunakan pada tiap momennya. Dan film ini selalu berhasil menempatkan mood yang tepat pada momen yang tepat. Lompatan waktu yang dilakukan Makoto mungkin tidak sefantastis Back to the Future atau Terminator, walaupun begitu animasi ini tetap punya cara-cara yang tepat untuk membuat penontonnya tergerak.
Sutradara: Mamoru Hosoda
Tahun Rilis: 2006
Judul Internasional: The Girl Who Leapt Through Time
Film ini dibuat berdasarkan novel Toki o Kakeru Shōjo karya Yusataka Tsutsui.
Film ini bukan benar-benar adaptasi dari novel keluaran tahun 1967 yang sudah pernah diadaptasidua kali itu (empat kalau adaptasi televisi dihitung juga). Mungkin The Girl Who Leapt Through Time ini bisa dibilang sequel dari novel itu. Apalagi tokoh utama novel tahun 1967 itu muncul di film ini sebagai tante dari si protagonis.
Saya belum pernah membaca novel klasik itu. Melihat wujud fisiknya dengan mata kepala sendiri pun belum. Tapi berdasarkan sumber-sumber sintkat di internet bisa dibilang kalau intisari cerita yang ditawarkan anime ini kurang lebih sama denga novel klasik itu. Film ini bercerita tentang persahabatan si tomboy Makoto dengan dua pejantan di sekolahnya, si Chiaki yang selengekan dan si Kousuke yang cool. Film ini berkutat seputar carut-marut persahabatan mereka. Carut marut? Tidak ada carut marut kok dari persahabatan mereka, sebenarnya. Semuanya berjalan lancar-lancar saja. Persahabatan ketiganya terjalin indah terutama di lapangan baseball. Sampai satu hal terjadi: tanpa sengaja Makoto mendapatkan kekuatan untuk melompati waktu ke masa lalu.
Makoto pun keranjingan menggunakan kemampuan barunya, sampai-sampai tidak sadar kalau-kalau prilakunya itu bisa saja merugikan orang lain. Nah, masalah sebenarnya baru muncul ketika salah satu dari sobatnya Makoto itu menyatakan cinta. Dua lelaki bersahabat dengan satu perempuan, bisa jadi hal runyam kalau sudah menyangkut urusan cinta, kan? Makoto yang shock langsung saja menggunakan kemampuannya untuk mencegah pernyataan cinta tersebut. Sayangnya semuanya selalu ada risikonya. Semakin parah risikonya, semakin Makoto ingin memperbaiki kembali kebodohannya.
Yang paling menarik dari feature film buah karya animator yang sebelumnya membesut Digimon: The Movie ini adalah emosinya. Sekalipun Makoto, dan tokoh-tokoh lainnya, sekedar kartun hasil corat-coret pensil semata, sekalipun mereka bukan manusia nyata, dampak emosional yang dihasilkan malah terasa sangat kuat. The Girl Who Leapt Through Time tahu betul bagaimana membuat penontonnya berempati dan bereaksi.
Untuk urusan membuat penontonnya bereaksi, mood film ini tidak semata-mata sekedar sentimentil dan emosional saja. Ada kalanya penonton disuguhkan humor-humor ringat. Ada pula bagian-bagian yang dibuat untuk menghangatkan hati. Penokohan-penokohan, bahkan tokoh kecil sekalipun, pada yang diberikan rasanya tepat digunakan pada tiap momennya. Dan film ini selalu berhasil menempatkan mood yang tepat pada momen yang tepat. Lompatan waktu yang dilakukan Makoto mungkin tidak sefantastis Back to the Future atau Terminator, walaupun begitu animasi ini tetap punya cara-cara yang tepat untuk membuat penontonnya tergerak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar