Oleh: Rio Johan (Rijon)Sutradara: Kim Moon-saeng & Park Sun-min
Tahun Rilis: 2003
Judul Internasional: Wonderful Days / Sky Blue
Giliran Korea Selatan unjuk gigi di bidang feature animasi. Ini jelas bukan animasi pertama dari Korea Selatan. Masih ada Heungbu and Nolbu (1969) sebuah clay animation (stop-mation dari boneka tanah liat) bikinan Gang Tae-ung. Tapi Wonderful Days lah feature film animasi modern Korea Selatan yang pertama kali saya tonton. Dan sepertinya Korea Selatan masih belum benar-benar berani unjuk gigi melalui film ini.
Wonderful Days masih terlihat terbata-bata. Dan belum benar-benar unjuk gigi. Bukan dari segi animasinya, tapi dari segi cerianya. Film animasi juga butuh cerita, bukan? Kalau mau asal-asalan bikin istilah, saya coba-coba bikin istilah buat Wonderful Days: “Kalau mau membuat karya yang buruk, buatlah karya yang buruk dengan baik.” Rasanya istilah itu sudah cukup tepat untuk film ini.
Wonderful Days berlatar kurang lebih di tahun 2142, di mana polusi dan bencana alam sudah menghancur-leburkan peradaban yang sudah susah-payah dibangun puluhan tahun. Sebuah kota berteknologi tinggi yang mampu mengembangkan diri sendiri dengan memanfaatkan polusi udara (sebagai bahan bakar), disebut ECOBAN, dibangun oleh para kaum elit. Namun, semakin lama udara semakin bersih, dan ECOBAN kehabisan energi. Yang artinya, kepemimpinan para kaum elit di ECOBAN juga terancam. Demi mempertahankan posisi, pengaruh, dan kekuasaan, para kaum elit ECOBAN berencana memolusikan lagi udara. Menghancurkan lingkungan kaum kelas bawah (yang disebut Marrians). Perlawanan pun terjadi.
Tidak ada yang istimewa dari kisah yang dijanjikan di atas. Dan tidak lebih dari sekedar utak-atik tema klise yang sudah sering diangkat-angkat ke video game atau film-film atau komik-komik science fiction bertemakan lingkungan post-apocalypse masa depan. Tidak perlu saya beri contoh rasanya. Bagi yang sudah akrab, pasti bakal langsung hapal dengan tema semacam ini. Saya tidak masalah dengan tema utak-atik. Tema-tema utak-atik bisa saja diinovasikan atau malah diorisinilkan sedemikian rupa, bukan? Hanya saja, apa-apa yang ditampilkan di dalam Wonderful Days sudah terlalu generik.
Parahnya tidak ada yang terlalu menarik dari kegenerikan Wonderful Days. Bukan hanya cerita yang ditampilkan tidak menarik, tokoh-tokoh sangat-klise yang ada juga sama tidak menariknya. Shua merupakan tipikal pahlawan-pahlawan utama pendiam, dingin, cool, ala-ala pahlawa game RPG (role playing game). Shua sebenarnya bekas kalangan ECOBAN yang sudah dibuang karena suatu masalah. Lalu ada Jay, seorang pasukan ECOBAN yang jatuh cinta pada Shua. Jay dihadapkan pada dilema antara tugas dan cintanya. Dan terakhir, untuk melengkapi cinta segitiga, dimunculkan Cade, komandan ECOBAN yang cintanya pada Jay terpaksa harus bertepuk sebelah tangan. Tidak ada dilema yang benar-benar baru antara ketiga tokoh tersebut. Dan tidak pula dilema ketiganya ditampilkan dengan cara yang menarik. Singkatnya, tidak ada yang menarik dari tokoh-tokoh yang disajikan.
Keburkuan-keburukan di atas sangat amat disayangkan, karena Kim Moon-saeng dan Park Sun-min sepertinya berusaha cukup keras untuk animasi ini. Keduanya berhasil memadu-padankan baik animasi sel tradisonal dengan animasi CGI. Gaya animasi tersebut cukup memanjakan mata. Terutama ingar-bingar adegan aksi yang sangat imajinatif. Sangat disayangkan visualisasi menarik tersebut tidak ditopang dengan skenario yang cukup menarik.
Tahun Rilis: 2003
Judul Internasional: Wonderful Days / Sky Blue
Giliran Korea Selatan unjuk gigi di bidang feature animasi. Ini jelas bukan animasi pertama dari Korea Selatan. Masih ada Heungbu and Nolbu (1969) sebuah clay animation (stop-mation dari boneka tanah liat) bikinan Gang Tae-ung. Tapi Wonderful Days lah feature film animasi modern Korea Selatan yang pertama kali saya tonton. Dan sepertinya Korea Selatan masih belum benar-benar berani unjuk gigi melalui film ini.
Wonderful Days masih terlihat terbata-bata. Dan belum benar-benar unjuk gigi. Bukan dari segi animasinya, tapi dari segi cerianya. Film animasi juga butuh cerita, bukan? Kalau mau asal-asalan bikin istilah, saya coba-coba bikin istilah buat Wonderful Days: “Kalau mau membuat karya yang buruk, buatlah karya yang buruk dengan baik.” Rasanya istilah itu sudah cukup tepat untuk film ini.
Wonderful Days berlatar kurang lebih di tahun 2142, di mana polusi dan bencana alam sudah menghancur-leburkan peradaban yang sudah susah-payah dibangun puluhan tahun. Sebuah kota berteknologi tinggi yang mampu mengembangkan diri sendiri dengan memanfaatkan polusi udara (sebagai bahan bakar), disebut ECOBAN, dibangun oleh para kaum elit. Namun, semakin lama udara semakin bersih, dan ECOBAN kehabisan energi. Yang artinya, kepemimpinan para kaum elit di ECOBAN juga terancam. Demi mempertahankan posisi, pengaruh, dan kekuasaan, para kaum elit ECOBAN berencana memolusikan lagi udara. Menghancurkan lingkungan kaum kelas bawah (yang disebut Marrians). Perlawanan pun terjadi.
Tidak ada yang istimewa dari kisah yang dijanjikan di atas. Dan tidak lebih dari sekedar utak-atik tema klise yang sudah sering diangkat-angkat ke video game atau film-film atau komik-komik science fiction bertemakan lingkungan post-apocalypse masa depan. Tidak perlu saya beri contoh rasanya. Bagi yang sudah akrab, pasti bakal langsung hapal dengan tema semacam ini. Saya tidak masalah dengan tema utak-atik. Tema-tema utak-atik bisa saja diinovasikan atau malah diorisinilkan sedemikian rupa, bukan? Hanya saja, apa-apa yang ditampilkan di dalam Wonderful Days sudah terlalu generik.
Parahnya tidak ada yang terlalu menarik dari kegenerikan Wonderful Days. Bukan hanya cerita yang ditampilkan tidak menarik, tokoh-tokoh sangat-klise yang ada juga sama tidak menariknya. Shua merupakan tipikal pahlawan-pahlawan utama pendiam, dingin, cool, ala-ala pahlawa game RPG (role playing game). Shua sebenarnya bekas kalangan ECOBAN yang sudah dibuang karena suatu masalah. Lalu ada Jay, seorang pasukan ECOBAN yang jatuh cinta pada Shua. Jay dihadapkan pada dilema antara tugas dan cintanya. Dan terakhir, untuk melengkapi cinta segitiga, dimunculkan Cade, komandan ECOBAN yang cintanya pada Jay terpaksa harus bertepuk sebelah tangan. Tidak ada dilema yang benar-benar baru antara ketiga tokoh tersebut. Dan tidak pula dilema ketiganya ditampilkan dengan cara yang menarik. Singkatnya, tidak ada yang menarik dari tokoh-tokoh yang disajikan.
Keburkuan-keburukan di atas sangat amat disayangkan, karena Kim Moon-saeng dan Park Sun-min sepertinya berusaha cukup keras untuk animasi ini. Keduanya berhasil memadu-padankan baik animasi sel tradisonal dengan animasi CGI. Gaya animasi tersebut cukup memanjakan mata. Terutama ingar-bingar adegan aksi yang sangat imajinatif. Sangat disayangkan visualisasi menarik tersebut tidak ditopang dengan skenario yang cukup menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar