Father and Daughter
Sutradara: Michaël Dudok De Wit
Tahun Rilis: 2000
Seorang bapak mengucap salam perpisahan dengan putrinya di pesisir. Sejak saat itu, sang gadis kecil secara rutin terus mendatangi tempat kepergian si bapak. Berharap dapat menememukan, setidaknya, siluet si bapak dari horizon nun jauh di sana. Hari berganti hari. Musim berganti musim. Gadis kecil itu meremaja, tumbuh menjadi wanita dewasa, berkeluarga, dan menua. Selama itu juga si gadis rutin mendatangi tempat kepergian si bapak. Setia menunggu kepulangannya.
Mungkin Father and Daughter ini lah film tentang kerinduan yang paling membekas di hati saya dari dekade kemarin (2000-2009). Di film ini, kerinduan itu ibarat racun. Karena kerinduan bisa berlarut-larut. Kerinduan juga bisa menimbulkan penantian dan kesedihan yang berkepanjangan. Tapi kerinduan yang ditunjukkan oleh si gadis di film ini terasa sangat tulus. Sangat murni. Sekalipun waktu terus berlalu, kerinduan si gadis tidak pernah pupus. Mengalahkan semua logika. Dan berengseknya perasaan saya berhasi dibuat campur aduk, antara sedih dan tergugah.
Saya yakin penggunaan warna-warna sefia, gaya penyajian landscape, pohon tinggi, hingga lelangit dan lelaut punya andil besar dalam keberengsekan film ini. Namun poin yang paling menarik datang dari bagaimana film ini menampilan emosi yang sebegitu cemerlang tanpa peru menampilkan wujud wajah si tokoh. Tokoh film ini hanya digambar dalam bentuk siluet dalam landscape yang begitu luas. Tidak diperlihatkan sama sekali raut emosi tokoh. Urusan emosi justru dilakukan dengan memanfaatkan landscape: wanita tua dengan gigih mengayuh sepeda mendaki bukit, adegan menggendong anak, gadis remaja meluncur beramai-ramai, dan berbagai adegan lain. Kesemuanya itu dikemas dengan indah. Lengkap dengan bayang-bayang yang menggugah.
Tahun Rilis: 2000
Seorang bapak mengucap salam perpisahan dengan putrinya di pesisir. Sejak saat itu, sang gadis kecil secara rutin terus mendatangi tempat kepergian si bapak. Berharap dapat menememukan, setidaknya, siluet si bapak dari horizon nun jauh di sana. Hari berganti hari. Musim berganti musim. Gadis kecil itu meremaja, tumbuh menjadi wanita dewasa, berkeluarga, dan menua. Selama itu juga si gadis rutin mendatangi tempat kepergian si bapak. Setia menunggu kepulangannya.
Mungkin Father and Daughter ini lah film tentang kerinduan yang paling membekas di hati saya dari dekade kemarin (2000-2009). Di film ini, kerinduan itu ibarat racun. Karena kerinduan bisa berlarut-larut. Kerinduan juga bisa menimbulkan penantian dan kesedihan yang berkepanjangan. Tapi kerinduan yang ditunjukkan oleh si gadis di film ini terasa sangat tulus. Sangat murni. Sekalipun waktu terus berlalu, kerinduan si gadis tidak pernah pupus. Mengalahkan semua logika. Dan berengseknya perasaan saya berhasi dibuat campur aduk, antara sedih dan tergugah.
Saya yakin penggunaan warna-warna sefia, gaya penyajian landscape, pohon tinggi, hingga lelangit dan lelaut punya andil besar dalam keberengsekan film ini. Namun poin yang paling menarik datang dari bagaimana film ini menampilan emosi yang sebegitu cemerlang tanpa peru menampilkan wujud wajah si tokoh. Tokoh film ini hanya digambar dalam bentuk siluet dalam landscape yang begitu luas. Tidak diperlihatkan sama sekali raut emosi tokoh. Urusan emosi justru dilakukan dengan memanfaatkan landscape: wanita tua dengan gigih mengayuh sepeda mendaki bukit, adegan menggendong anak, gadis remaja meluncur beramai-ramai, dan berbagai adegan lain. Kesemuanya itu dikemas dengan indah. Lengkap dengan bayang-bayang yang menggugah.
The ChubbChubbs!
Sutradara: Eric Armstrong
Tahun Rilis: 2002
Visual yang ditawarkan The Chubbchubbs! menarik, sebenarnya. Kaya. Berwarna. Mewah. Meriah. Dan lebih menggelegar ketimbang rata-rata animasi panjang jebolan CGI. Kekayaan itu digunakan untuk memoles cerita yang sangat amat singkat dan sederhana. Tentang seorang alien yang bekerja sebagai pelayan di sebuah bar alien di sebuah planet alien. Si penjaga bar ini kepingin sekali menjadi penyanyi di bar itu, sayangnya dia sama sekali tidak punya bakat menyanyi. Suara bagus pun tidak. Sampai sebuah kejadian pun terjadi.
Sayangnya tidak ada yang spesial di dalam The Chubbchubbs! ketimbang warna-warninya yang sangat amat membuat mata. Cerita yang disuguhkan tidak benar-benar menyentuh. Dan gaya yang ditampilkan tidak lebih dari sekedar eye candy lolipop. Tidak ada yang salah dari segi ceritanya, sebenarnya. Hanya saja tidak ada yang istimewa dari The Chubbchubbs!
Tahun Rilis: 2002
Visual yang ditawarkan The Chubbchubbs! menarik, sebenarnya. Kaya. Berwarna. Mewah. Meriah. Dan lebih menggelegar ketimbang rata-rata animasi panjang jebolan CGI. Kekayaan itu digunakan untuk memoles cerita yang sangat amat singkat dan sederhana. Tentang seorang alien yang bekerja sebagai pelayan di sebuah bar alien di sebuah planet alien. Si penjaga bar ini kepingin sekali menjadi penyanyi di bar itu, sayangnya dia sama sekali tidak punya bakat menyanyi. Suara bagus pun tidak. Sampai sebuah kejadian pun terjadi.
Sayangnya tidak ada yang spesial di dalam The Chubbchubbs! ketimbang warna-warninya yang sangat amat membuat mata. Cerita yang disuguhkan tidak benar-benar menyentuh. Dan gaya yang ditampilkan tidak lebih dari sekedar eye candy lolipop. Tidak ada yang salah dari segi ceritanya, sebenarnya. Hanya saja tidak ada yang istimewa dari The Chubbchubbs!
Harvie Krumpet
Sutradara: Adam Elliot
Tahun Rilis: 2003
Sejak hari petama menghirup udara dunia, Harvie Krumpet sepertinya memang sudah digariskan untuk selalu bernasib buruk. Sejak lahir saja Harvie sudah divonis mengidap Tourette's syndrome. Belum lagi rentetan kecenderungan aneh-aneh lainnya yang, mulai dari kebiasaan telanjang sampai berjuta macam “fakts” yang selalu menghantui. Fakts. Fakts. Fakts.
Yang menarik dari animasi jebolan sutradaranya Mary and Max ialah kemampuan film ini mencampur-adukkan humor dan mood kelam dalam berbagai frame. Saklipun boneka clay mation yang digunakan terbilang lucu-lucu, Harvie Krumpet ternyata lebih kelam dari yang dibayangkan. Cerita kelam yang ditampilkan cukup merefleksikan segelintir bagian dari kehidupan. Narasi yang disampaikan oleh Geoffrey Rush juga sangat berbaur. Dari kehidupan Harvie dapat dipetik pelajaran bahwa hidup ini begitu lucu juga begitu sedih, begitu benar juga begitu salah. Sekalipun terbuat dari tanah liat, Harvie Krumpet lebih humanis ketimbang kebanyakan budak budget Hollywood.
The Little Matchgirl
Sutradara: Roger Allers
Tahun Rilis: 2006
Diangkat dari dongeng The Little Match Girl karya Hans Christian Anderson
Gambar dalam The Little Match Girl agak mengingatkan pada Mulan, sesama jebolan Disney. Dan si yatim piatu malang gadis penjual korek api di animasi ini lebih mirip Asia ketimbang Rusia, menurut saya. Mulai dari milenium 2000 sudah jarang terdengar gembar-gembor animasi Disney yang menawan (kecuali datang dari Pixar). Saya sendiri mulai pesona-pesona animasi Disney. Kemana pesona Disney yang mampu menggugah hati hanya coretan gambar 2D sederhana? Tanpa harus bertridi-tridian? Hilang ditelan oleh Hannah Montanna? Saya tidak akan bertele-tele. Saya juga tidak akan bilang ini film yang sangat istimewa dari Disney. Saya hanya bakal bilang obat kerinduan pada Disney tidak ada pada The Princess and the Frog atau Tangled, tapi ada pada The Little Match Girl.
Madame Tutli-Putli
Sutradara: Chris Lavis & Maciek Szczerbowski
Tahun Rilis: 2007
Diangkat dari buku The Lost Thing karya Shaun Tan.
Wow. Ternyata stop mation pun bisa lebih suspense ketimbang kebanyakan suspense-suspense murahan yang sudah merajalela. Plus, Madame Tutli-Putli menyajikan suspensenya dengan gaya. Tidak heran, karena produksi Madame Tutli-Putli sendiri tidak gampang. Memakan waktu total lima tahun, lengkap dengan riset berupa tinggal di dalam gerbong kereta api selama dua minggu. Tidak heran kalau Madame Tutli-Putli sepertinya tahu sekali sudut-sudut yang memberi getir di dalam gerbong kereta api. Dan Madame Tutli-Putli melakukannya dengan gaya.
Gaya? Ya, gaya. Gaya memang kekuatan utama Madame Tutli-Putli. Cerita yang disajikan sebenarnya sederhana-sederhana saja. Madame Tutli-Putli, dengan segudang koper dan perkakasnya, hendak menaiki sebuah kereta malam. Tak diduga, perjalanan tersebut ternyata berubah menjadi misterius dan menegangkan. Mood. Atmosfir. Gaya berceritanya mengingatkan pada novel-novel suspense British. Dari segi teknis tidak usah dipertanyakan lagi. Saya berani bilang Madame Tutli-Putli ialah salah satu stop mation modern terbaik dari segi teknis. Orang awam seperti saya pun bisa melihat kerumitan, kokompleksan, dan kehebatan teknik animasi dalam film ini. Kombinasi ketangkasan kamera dan detil boneka di film ini sangat gila. Gayanya luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar