Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Lasse Hallström
Pemain: Tobey Maguire, Michael Caine, Charlize Theron, Paul Rudd, Delroy Lindo, Erykah Badu, Jane Alexander, Kathy Bates
Tahun Rilis: 1999
Diadaptasi dari novel “The Cider House Rules” karya John Irving.
LASSE Hallström sebenarnya termasuk sutradara yang patut diperhitungkan. Kebanyakan filmnya memang mengusung tema-tema sentimentil dengan eksekusi yang cenderung melodramatis. Lasse Hallström cukup berhasil menyentuh sisi sentiemntil sebagian besar penontonnya dalam film “Hachiko: A Dog's Story” yang rilis 2009 kemarin. Sayangnya, 2010 barusan, Lasse Hallström malah menyuguhkan karya yang mengecewakan: “Dear John.” Film-film terbaik Lasse Hallström antara lain, “Mitt liv som hund” (1985), “What's Eating Gilbert Grape” (1993), “Chocolat” (2000), dan “The Cider House Rules” ini.
Dalam “The Cider House Rules,” Lasse Hallström tidak hanya menyuguhkan sebuah cerita sentimentil yang bisa menggugah atau malah membuat perasaan haru-biru. Lebih jauh, Lasse Hallström menjamah berbagai ranah yang cukup luias dengan kritis di film ini. “The Cider House Rules” tidak cuma sekedar cengeng-cengengan.
Garis besarnya, “The Cider House Rules” bercerita tentang takdir yang harus ditempuh Homer Wells (Tobey Maguire), pemuda yang tinggal di panti asuhan St. Clouds, dan bagaimana Homer mengambil keputusan akan takdirnya. Cerita yang disuguhkan “The Cider House Rules” bisa dibagi menjadi dua bagian utama: hari-hari sebelum Homer Wells meninggalkan panti asuhan St. Clouds dan ketika Homer Wells bekerja di ladang apel keluarga Worthington.
Panti asuhan St. Clouds diurus oleh seorang dokter tua, Dr. Wilbur Larch (Michael Caine). Dr. Wilbur adalah sosok laki-laki tua yang kolot tapi penyayang dan disayang. Setiap malam, Dr Wilbur selalu memberi salam kolot yang selalu sama pada anak-anak asuhannya: “Good night, you princes of Maine, you kings of New England!” Di St. Clouds, Dr. Wilbur dibantu oleh dia perawat yang juga sudah nyaris tua: Suster Edna (Jane Alexander) dan Suster Angel (Kathy Baker). Selain mengelola panti asuhan, Dr. Wilbur juga menyediakan jasa dokternya di St. Clouds: membantu melahirkan dan juga membantu menggugurkan. Seperti yang diyakini Dr. Wilbur: “Here in St. Clouds I have been given the opportunity of playing God or leaving practically everything up to chance.”
Artinya, Dr. Wilbur sendiri sadar apa yang dia kerjakan di St. Clouds; terutama bagian mengaborsi. Dia bisa saja bertindak bagaikan Tuhan bagi wanita-wanita yang datang untuk diaborsi. Tapi tidak! Dr. Wilbur menyerahkan segala pilihan mutlak pada wanita-wanita itu. Beliau hanya melakukan apa yang diinginkan mereka.
Bicara soal pilihan. Dr. Wilbur juga sadar akan pilihan yang tidak pernah dimiliki anak-anak asuhannya. Anak-anak di St. Clouds tidak pernah memilih untuk tinggal di panti asuhan – entah karena yatim piatu atau diabaikan orang tua mereka. Seperti yang dibilang Dr. Wilbur: “Add a child to your life, or leave one behind – the only reason people journey here is for the orphanage.”
Ada seorang bocah bernama Homer Wells di St. Clouds. Sepanjang masa anak-anaknya, Homer Wells tidak pernah berhasil menemukan keluarga yang cocok untuk mengasuhnya. Alhasil, Dr. Wilbur sendiri memutuskan untuk mengasuh Homer. Homer diajarkan semua pengetahuan medis. Homer dididik untuk melakukan semua praktek medis yang dilakukan Dr. Wilbur. Masa depan anak-anak panti asuhan memang prioritas utama Dr. Wilbur, termasuk masa depan Homer. Karena itu lah Dr. Wilbur menurunkan segala ilmu medisnya pada Homer, Dr. Wilbur ingin Homer menjadi penerusnya (ketimbang menyerahkan panti asuhan pada orang asing pilihan para dewan yang sama sekali tidak dia percaya).
Namun, di sisi Homer, ternyata pikirannya tidak benar-benar sejalan dengan Dr. Wilbur. Homer tidak pernah mau melakukan praktik aborsi, sekalipun dia mampu melakukannya – berkat didikan Dr. Wilbur. Pernah ada gadis muda yang datang ke panti mengeluh kesakitan di area vitalnya karena praktik aborsi sembarangan. Gadis itu pernah datang ke Homer sebelumnya, dan Homer jelas-jelas menolak permintaan aborsinya, alhasil dia melakukan aborsi secara tidak profesional.
Penolakan Homer akan aborsi merupakan sisi yang paling menarik untuk ditilik di film ini (selain tema utamanya sendiri). Kenapa Homer menolak aborsi? Adakah hubungannya dengan posisinya sebagai anak panti asuhan sehingga Homer merasa setiap bayi berhak untuk lahir? Walaupun begitu, Homer tetap merasa bersalah ketika gadis sebelumnya ditolak Homer (untuk diaborsi) datang kembali ke St. Clouds dengan keadaan parah.
Ketidaksejalanan Homer dengan Dr. Wilbur bukan hanya pada perihal aborsi, tapi juga menyangkut masa depannya sendiri. Dr. Wilbur menginginkan Homer menjadi penerusnya mengelola St. Clouds. Tapi Homer, semakin dia dewasa, semakin pula dia merasa bahwa dia tidak pernah diberi kesempatan untuk memilih jalannya sendiri.
Suatu hari datang seorang militer, Willy (Paul Rudd), dan kekasihnya Candy (Charlize Theron). Mereka berniat menggugurkan janin di rahim Candy. Momen kedatangan Willy dan Candy ini memantapkan niat Homer untuk menetapkan jalannya sendiri. Homer berniat ikut bersama mereka keluar dari St. Clouds. Homer ingin melihat dunia di luar St. Clouds. Lebih tepat lagi, Homer ingin memilih nasibnya sendiri.
Homer bekerja sebagai pemetik apel di ladang apel milik keluarga Willy. Homer mendapatkan pengalaman baru di luar St. Clouds. Homer bahkan menjalin cinta diam-diam dengan Candy ketika Willy pergi bertugas. Pandangan Homer perihal aborsi ditantang lagi ketika salah seorang pekerja di ladang apel, Rose Rose (Erykah Badu), dihamili oleh ayahnya sendiri, Mr. Rose (Delroy Lindo). Homer yang sama sekali tidak pernah menginginkan takdirnya sebagai dokter, kali ini dituntut untuk menerima fakta bahwa mau tidak mau dia harus membantu Rose mengaborsi kandungannya. Kejadian ini tidak hanya membuat Homer memikirkan ulang pandangannya tentang aborsi, tapi juga tentang pilihan hidupnya.
Tobey Maguire nyaris monoton bermain sebagai Homer, tapi tidak terlalu menganggu sebenarnya – mengingat tokoh Homer memang sosok yang pendiam dan agak kaku. Michael Caine sangat berhasil menampilkan sosok kebapakkan Dr. Wilbur tanpa harus menunjukkan emosi berlebihan – bahkan Michael Caine menampilkan Dr. Wilbur sebagai sosok yang kaku (dan berhasil). Seperti Hachiko: A Dog's Story, tidak benar-benar terasa adanya klimaks yang berarti di sini, tapi pergolakan hidup Homer lah yang memang sentral utamanya.
Sutradara: Lasse Hallström
Pemain: Tobey Maguire, Michael Caine, Charlize Theron, Paul Rudd, Delroy Lindo, Erykah Badu, Jane Alexander, Kathy Bates
Tahun Rilis: 1999
Diadaptasi dari novel “The Cider House Rules” karya John Irving.
LASSE Hallström sebenarnya termasuk sutradara yang patut diperhitungkan. Kebanyakan filmnya memang mengusung tema-tema sentimentil dengan eksekusi yang cenderung melodramatis. Lasse Hallström cukup berhasil menyentuh sisi sentiemntil sebagian besar penontonnya dalam film “Hachiko: A Dog's Story” yang rilis 2009 kemarin. Sayangnya, 2010 barusan, Lasse Hallström malah menyuguhkan karya yang mengecewakan: “Dear John.” Film-film terbaik Lasse Hallström antara lain, “Mitt liv som hund” (1985), “What's Eating Gilbert Grape” (1993), “Chocolat” (2000), dan “The Cider House Rules” ini.
Dalam “The Cider House Rules,” Lasse Hallström tidak hanya menyuguhkan sebuah cerita sentimentil yang bisa menggugah atau malah membuat perasaan haru-biru. Lebih jauh, Lasse Hallström menjamah berbagai ranah yang cukup luias dengan kritis di film ini. “The Cider House Rules” tidak cuma sekedar cengeng-cengengan.
Garis besarnya, “The Cider House Rules” bercerita tentang takdir yang harus ditempuh Homer Wells (Tobey Maguire), pemuda yang tinggal di panti asuhan St. Clouds, dan bagaimana Homer mengambil keputusan akan takdirnya. Cerita yang disuguhkan “The Cider House Rules” bisa dibagi menjadi dua bagian utama: hari-hari sebelum Homer Wells meninggalkan panti asuhan St. Clouds dan ketika Homer Wells bekerja di ladang apel keluarga Worthington.
Panti asuhan St. Clouds diurus oleh seorang dokter tua, Dr. Wilbur Larch (Michael Caine). Dr. Wilbur adalah sosok laki-laki tua yang kolot tapi penyayang dan disayang. Setiap malam, Dr Wilbur selalu memberi salam kolot yang selalu sama pada anak-anak asuhannya: “Good night, you princes of Maine, you kings of New England!” Di St. Clouds, Dr. Wilbur dibantu oleh dia perawat yang juga sudah nyaris tua: Suster Edna (Jane Alexander) dan Suster Angel (Kathy Baker). Selain mengelola panti asuhan, Dr. Wilbur juga menyediakan jasa dokternya di St. Clouds: membantu melahirkan dan juga membantu menggugurkan. Seperti yang diyakini Dr. Wilbur: “Here in St. Clouds I have been given the opportunity of playing God or leaving practically everything up to chance.”
Artinya, Dr. Wilbur sendiri sadar apa yang dia kerjakan di St. Clouds; terutama bagian mengaborsi. Dia bisa saja bertindak bagaikan Tuhan bagi wanita-wanita yang datang untuk diaborsi. Tapi tidak! Dr. Wilbur menyerahkan segala pilihan mutlak pada wanita-wanita itu. Beliau hanya melakukan apa yang diinginkan mereka.
Bicara soal pilihan. Dr. Wilbur juga sadar akan pilihan yang tidak pernah dimiliki anak-anak asuhannya. Anak-anak di St. Clouds tidak pernah memilih untuk tinggal di panti asuhan – entah karena yatim piatu atau diabaikan orang tua mereka. Seperti yang dibilang Dr. Wilbur: “Add a child to your life, or leave one behind – the only reason people journey here is for the orphanage.”
Ada seorang bocah bernama Homer Wells di St. Clouds. Sepanjang masa anak-anaknya, Homer Wells tidak pernah berhasil menemukan keluarga yang cocok untuk mengasuhnya. Alhasil, Dr. Wilbur sendiri memutuskan untuk mengasuh Homer. Homer diajarkan semua pengetahuan medis. Homer dididik untuk melakukan semua praktek medis yang dilakukan Dr. Wilbur. Masa depan anak-anak panti asuhan memang prioritas utama Dr. Wilbur, termasuk masa depan Homer. Karena itu lah Dr. Wilbur menurunkan segala ilmu medisnya pada Homer, Dr. Wilbur ingin Homer menjadi penerusnya (ketimbang menyerahkan panti asuhan pada orang asing pilihan para dewan yang sama sekali tidak dia percaya).
Namun, di sisi Homer, ternyata pikirannya tidak benar-benar sejalan dengan Dr. Wilbur. Homer tidak pernah mau melakukan praktik aborsi, sekalipun dia mampu melakukannya – berkat didikan Dr. Wilbur. Pernah ada gadis muda yang datang ke panti mengeluh kesakitan di area vitalnya karena praktik aborsi sembarangan. Gadis itu pernah datang ke Homer sebelumnya, dan Homer jelas-jelas menolak permintaan aborsinya, alhasil dia melakukan aborsi secara tidak profesional.
Penolakan Homer akan aborsi merupakan sisi yang paling menarik untuk ditilik di film ini (selain tema utamanya sendiri). Kenapa Homer menolak aborsi? Adakah hubungannya dengan posisinya sebagai anak panti asuhan sehingga Homer merasa setiap bayi berhak untuk lahir? Walaupun begitu, Homer tetap merasa bersalah ketika gadis sebelumnya ditolak Homer (untuk diaborsi) datang kembali ke St. Clouds dengan keadaan parah.
Ketidaksejalanan Homer dengan Dr. Wilbur bukan hanya pada perihal aborsi, tapi juga menyangkut masa depannya sendiri. Dr. Wilbur menginginkan Homer menjadi penerusnya mengelola St. Clouds. Tapi Homer, semakin dia dewasa, semakin pula dia merasa bahwa dia tidak pernah diberi kesempatan untuk memilih jalannya sendiri.
Suatu hari datang seorang militer, Willy (Paul Rudd), dan kekasihnya Candy (Charlize Theron). Mereka berniat menggugurkan janin di rahim Candy. Momen kedatangan Willy dan Candy ini memantapkan niat Homer untuk menetapkan jalannya sendiri. Homer berniat ikut bersama mereka keluar dari St. Clouds. Homer ingin melihat dunia di luar St. Clouds. Lebih tepat lagi, Homer ingin memilih nasibnya sendiri.
Homer bekerja sebagai pemetik apel di ladang apel milik keluarga Willy. Homer mendapatkan pengalaman baru di luar St. Clouds. Homer bahkan menjalin cinta diam-diam dengan Candy ketika Willy pergi bertugas. Pandangan Homer perihal aborsi ditantang lagi ketika salah seorang pekerja di ladang apel, Rose Rose (Erykah Badu), dihamili oleh ayahnya sendiri, Mr. Rose (Delroy Lindo). Homer yang sama sekali tidak pernah menginginkan takdirnya sebagai dokter, kali ini dituntut untuk menerima fakta bahwa mau tidak mau dia harus membantu Rose mengaborsi kandungannya. Kejadian ini tidak hanya membuat Homer memikirkan ulang pandangannya tentang aborsi, tapi juga tentang pilihan hidupnya.
Tobey Maguire nyaris monoton bermain sebagai Homer, tapi tidak terlalu menganggu sebenarnya – mengingat tokoh Homer memang sosok yang pendiam dan agak kaku. Michael Caine sangat berhasil menampilkan sosok kebapakkan Dr. Wilbur tanpa harus menunjukkan emosi berlebihan – bahkan Michael Caine menampilkan Dr. Wilbur sebagai sosok yang kaku (dan berhasil). Seperti Hachiko: A Dog's Story, tidak benar-benar terasa adanya klimaks yang berarti di sini, tapi pergolakan hidup Homer lah yang memang sentral utamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar